Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Match Analysis

    Liga Champions: Atletico 0-0 Chelsea

    Mourinho Memaksa Atletico Lakukan Umpan Silang yang Sia-sia

    - detikSport
    Jean Catuffe/Getty Images Jean Catuffe/Getty Images
    Jakarta -

    Bagaimana jadinya jika dua tim yang identik dengan kekuatan pertahanan dipertemukan? Hasilnya adalah laga yang membosankan. Strategi menumpuk pemain yang diterapkan Chelsea membuat Atletico kebingungan. Bahkan, baru pertama kali di musim ini Atletico Madrid menguasai ball possesion sampai 69%.

    Pada sisi lain, Chelsea pun seolah hanya mengincar seri dan enggan mencetak gol. Bagaimana mungkin ingin membobol gawang, jika hanya menyerang pada 5 menit pertama dan 5 menit akhir saja. Itu pun dengan serangan yang hanya dilakukan oleh 3 orang pemain: William, Torres, dan Ramires.

    Masalah muncul karena lawan yang mereka hadapi adalah Atletico, tim dengan pertahanan terkuat di Eropa. Upaya 10 menit itu tentu sia-sia.



    Pada laga ini Chelsea betul-betul memainkan sistem bertahan yang sulit ditembus oleh Atletico Madrid. Tak tanggung-tanggung, Mourinho sampai menumpuk 6 sampai 7 orang sekaligus di dalam kotak penalti.

    Saat bertahan, backfour Chelsea akan bermain merapat di dalam kotak penalti. Selain itu, Mou juga menginstruksikan kedua fullback, Ashley Cole dan Cesar Azpilicueta, untuk lebih sering bergeser ke tengah ketimbang naik untuk menyerang. Mou ingin meninggalkan kekosongan di area sayap Chelsea.

    Ya, Mou memang seolah membiarkan Atletico untuk menyerang lewat zona ini dan memancing dua fullback Atletico, Juanfran dan Felipe Luis, bermain setinggi mungkin.

    Tapi, nyatanya Simeone tak terpancing. Saat menyerang, kedua fullback Atletico hanya naik sampai batas area sepertiga lapangan akhir. Pengecualian terjadi hanya pada penghujung babak pertama dan kedua, ketika Simeone selalu meminta Felipe Luis lebih agresif. Momen ini lah yang biasanya dimanfaatkan Chelsea jadi serangan balik.

    Berbeda ketika Chelsea bertandang ke markas Paris Saint Germain, pada laga ini Mou betul-betul bermain hati-hati. The Blues seolah membiarkan Atletico berlama-lama dengan bola di area tengah. John Terry dkk jarang melakukan pressing dan mempertahankan garis pertahanan yang amat dalam.

    Mereka memang membiarkan Atletico masuk ke area final third. Hanya saja, saat hendak menusuk ke dalam kotak penalti, Atletico sudah harus menghadapi penumpukan 6-7 pemain Chelsea di lini belakang.

    Rapatnya pertahanan Chelsea membuat Atletico muskil untuk melakukan umpan terobosan atau umpan-umpan pendek. Hal ini mungkin yang membuat Simeone berpikir bahwa jalan terbaik untuk menembus barikade itu hanya dengan crossing dan tendangan dari jarak jauh.

    Itulah hal yang diinginkan Mou.



    Jumlah umpan silang yang dilakukan Atletico Madrid pada laga semalam, sebanyak 44 kali, adalah jumlah terbesar yang pernah mereka lakukan pada musim ini. Sebagai tim yang dikenal defensif dan mengandalkan serangan balik, rataan cross per game Atletico hanya 12. Semalam, total dari 44 kali percobaan itu, hanya 10 yang mencapai target.

    Trio di Lini Pertahanan

    Lantas bagaimana dengan mudah Chelsea mementahkan umpan silang Atletico ini?

    Pada babak kedua, Mou memposisikan John Obi Mikel sangat dalam. Bahkan, ia terlihat sebagai seorang centerback ketimbang sebagai seorang gelandang bertahan. Mundurnya Obi tak lepas untuk menutup kelemahan Chelsea pada babak pertama, karena Terry atau Cahill sering gagal mengawal Diego Costa.

    Saat bertahan, Obi akan diapit Terry dan Cahill. Hanya saja, kadang posisinya sejajar atau mungkin lebih agak dalam. Perannya seperti mirip seorang sweeper yang bertugas menyapu bola.

    Peran ini sebenarnya diemban juga oleh John Terry dan Garry Cahill. Saat bertahan, secara bergantian para bek Chelsea, Cahill – Terry – Mikel, akan melakukan man to man marking dan melakukan gangguan kepada Diego Costa atau Raul Garcia. Satu di antara ketiganya lalu akan bergerak bebas berusaha memotong atau menyapu bola.



    Serangan Atletico yang didominasi oleh umpan-umpan crossing ke dalam kotak penalti kerap mentah oleh taktik ini. Dari angka 68 clearence yang dilakukan Chelsea, 70% di antaranya dilakukan oleh tiga pemain ini. Dan, tentu saja, jumlah angka itu didominasi oleh aksi yang dilakukan pada area tepat di depan gawang Chelsea. [lihat grafis di atas]

    Mematikan Costa dengan Azpilicueta

    Absennya Ivanovic membuat area kanan Chelsea menjadi rapuh. Pada laga tadi malam, Mou memberikan posisi fullback kanan kepada Azpilicueta – yang biasa menempati posisi bek kiri.

    Apa yang dilakukan Mou tak lepas dari sosok Diego Costa. Striker ini kerap bergerak ke sayap kanan, lantas kemudian melakukan cutting inside guna memanfaatkan kekuatan kaki kirinya.

    Azpilicueta sejatinya adalah bek kanan, tapi oleh Mou dipaksa menjadi bek kiri karena kedua kakinya sama kuatnya. Diharapkan Azpilicueta dapat mematikan Diego Costa. Taktik ini terbuki sukses. Peluang lewat kaki yang dilesakkan Costa tak ada yang on target. Dua shoot Costa pun berhasil diblok Azpilicueta.



    Setelah mematikan Costa, maka hal terpenting lawainnya adalah menutup Koke. Peran itu diemban oleh David Luiz.



    Namun taktik ini membuat Chelsea harus mengorbankan lini serang. Pasalnya, Ramires mesti bergerak ke area kanan, karena Luiz dan Azpilicueta sibuk meladeni Koke dan Costa. Sementara fullback kiri Atletico, Felipe Luis, terkenal sering ikut menyerang ke depan. Karena itu, Mou menginstruksikan Ramires untuk bermain di sisi sayap dan mengorbankan lini tengah. Hal ini terlihat dari heat map Ramires yang lebih sering berada di area sayap kanan.

    Untuk mengisi ruang di lini depan, maka Mou mengintruksikan Willian bergerak bebas. Saat menyerang, Willian tak akan berlari vertikal, tapi dia selalu menyilang atau mendekati Ramires.



    Pressing Atletico yang Mematikan Chelsea

    Simeone lalu merespon taktik Mou ini dengan melakukan pressing. Hal ini terjadi karena ada kesenjangan cukup jauh antara lini depan dan belakang Chelsea. Ini adalah konsekuensi memasang pemain-pemain yang bertipikal bertahan di lini tengah. Padahal, meski banyak menumpuk pemain di lini belakang, Chelsea sebenarnya mampu beberapa kali merebut bola dan menjadikannya serangan.



    Upaya itu sayangnya tak bisa dikonversi gol. Pasalnya Chelsea hanya menyimpan Torres seorang di depan. Seorang diri ia harus berhadapan dengan Miranda, Godin, dan Mario Suarez.
     
    Tak mampunya Chelsea menyerang karena Atletico melakukan pressing yang ketat di luar area final third Chelsea. Berbeda dengan Chelsea yang membiarkan Atletico bermain-main di lini tengah, Atletico malah sebaliknya. Gambar dua grafis di bawah menegaskan bahwa Simeone mengintruksikan barisan penyerang sebagai tembok garis pertama lini pertahananan.



    Kesimpulan

    Inilah yang terjadi saat dua tim yang tipikal bertahan dipertemukan. Atletico, yang selalu mengandalkan serangan balik, nyatanya dibuat kebingungan saat diberi kesempatan untuk menyerang oleh Chelsea. Strategi Mourinho yang menumpuk 6-7 pemain di dalam kotak penalti, dan 3-4 orang lainnya di area final third cukup efektif meredam serangan Atletico.

    Menarik untuk disimak pertandingan pada leg kedua nanti. Mourinho pasti merubah strategi bertahannya karena ia tak mampu mencatatkan gol tandang. Apalagi Mou harus kehilangan 4 pemain karena dua terkena larangan bermain dan dua cedera. Dan perubahan taktik itulah yang mungkin ditunggu-tunggu oleh Simeone.

    (din/a2s)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game