Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Match Analysis

    Liga Italia: Roma 1- 1 Juventus

    Adu Solid Lini Pertahanan AS Roma dan Juventus yang Berbuah Seri

    Pandit Football Indonesia - detikSport
    Ciro De Luca/Pacific Press/LightRocket via Getty Images Ciro De Luca/Pacific Press/LightRocket via Getty Images
    Jakarta - Laga bertajuk “final” Serie A berakhir imbang. Tuan rumah AS Roma yang bertekad meraih poin penuh pada giornata 25 untuk menjaga asa menjadi juara, gagal menumbangkan sang pemuncak klasemen sementara, Juventus. Skor akhir 1-1 harus puas diterima skuat asuhan Rudi Garcia.

    Pertandingan sendiri berjalan cukup alot. Kedua kesebelasan menunjukkan kesolidan lini pertahanannya masing-masing sepanjang laga. Dua gol di laga ini tercipta lewat situasi bola mati menjadi bukti tak terbantahkan betapa sulitnya kedua kesebelasan menembus pertahanan lawan melalui permainan terbuka.

    AS Roma sendiri sempat tertinggal lewat gol cantik yang diciptakan Carlos Tevez. Namun sundulan Seydou Keita sepuluh menit jelang bubar gagal disapu bersih Claudio Marchisio di mulut gawang sehingga Roma mampu mengejar ketinggalan meski dengan 10 pemain.



    3-5-2 Juve: Kuat Bertahan, Tak Andal Menyerang

    Sebelum laga ini digelar, Juventus dipastikan takkan tampil dengan kekuatan terbaiknya. Andrea Pirlo dipastikan absen karena mengalami cedera saat menjamu Borussia Dortmund di Liga Champions. Sementara Arturo Vidal dan Paul Pogba mengalami cedera ringan beberapa hari sebelum pertandingan.

    Pada akhirnya, pelatih Juve, Massimiliano Allegri, memutuskan untuk tak menggunakan formasi andalannya, 4-3-1-2, karena situasi ini. Formasi 3-5-2 pun dipilih eks pelatih AC Milan ini. Ia memaksakan Vidal untuk menemani Marchisio dan Roberto Pereyra di lini tengah.

    Formasi 3-5-2 sendiri bukanlah formasi yang asing bagi Juve. Sejak ditangani Antonio Conte, formasi ini menjadi formasi andalan Juve dalam merengkuh tiga scudetto beruntun. Hanya saja formasi 3-5-2 Allegri memiliki satu kelemahan, lini depan yang minim gol.

    Dari 24 pertandingan di Serie A, formasi 3-5-2 dan 4-3-1-2 digunakan masing-masing sebanyak 12 kali. Dengan 3-5-2, Juve menorehkan 8 menang, 3 seri, dan 1 kalah. Sembilan cleansheet menjadi bukti betapa kokohnya lini pertahanan Juve dengan 3-5-2.

    Dengan 3-5-2, Juve hanya berhasil mencetak 18 gol dari 12 pertandingan. Jumlah ini hampir setengah dari jumlah gol yang diciptakan Juventus kala Allegri menggunakan formasi 4-3-1-2, mencapai 33 gol. Hanya saja dengan formasi ini Juve hanya empat kali mencatatkan cleansheet.

    Formasi 3-5-2 kala melawan Roma pun kembali menunjukkan kesolidannya. Pada laga ini, Roma dibuat kesulitan mengancam gawang Gianluigi Buffon dengan hanya melepaskan delapan tembakan, lima di antaranya tak mengenai sasaran.

    Roma memang kesulitan menghadapi pertahanan Juve yang memainkan garis pertahanan rendah. Saat bertahan, kedua wingback Juve, Patrice Evra dan Stephan Lichtsteiner, beridiri sejajar dengan trio bek Juve, Bonucci-Caceres-Chiellini.

    Tak hanya itu, Vidal dan Marchisio pun bermain lebih bertahan pada laga ini. Saat bertahan, kedua pemain ini diwajibkan menjadi pemain yang membangun tembok pertahanan pertama. Pereyra sendiri bertugas sebagai pengganggu pemain Roma yang menguasai bola dan menjadi pemain yang pertama kali melakukan serangan balik.


    Skema bertahan Juve dengan lima bek sejajar

    Skema bertahan Juve ini membuat serangan Roma tertahan sebelum mendekati area kotak penalti. Bola pun akhirnya hanya bergulir pada batas sepertiga lapangan akhir. Tak adanya pemain Roma yang memiliki kemampuan individu melewati lawan mumpuni membuat serangan Roma selalu berhasil digagalkan Juve. Hingga menit ke-70, Roma hanya sekali melepaskan tembakan, itu pun tembakan yang terblok.


    Grafis umpan Roma hingga menit ke-70 yang tertahan di tengah

    Serangan Balik Juve Gagal Tembus Yanga-Mbiwa dan Manolas

    Dengan memainkan garis pertahanan rendah, serangan balik cepat pun dipilih Juventus dalam upaya mereka membobol gawang Roma. Kecepatan yang dimiliki Pereyra, Tevez dan Alvaro Morata menjadi poros utama dalam melakukan serangan balik cepat.

    Kombinasi ketiganya, ditambah beberapa kali mendapat bantuan dari Vidal, begitu cair dan kerap mengancam gawang Roma. Hanya saja penyelesaian akhir serangan ini mejadi persoalan. Dari sembilan tembakan yang tercipta lewat skema open play, tak ada satu pun yang menemui sasaran.

    Selain penyelesaian akhir Juve yang buruk, kegagalan Juve membobol gawang Roma adalah kedisiplinan bermain yang ditunjukkan duet bek tengah, Kostas Manolas dan Mapou Yanga-Mbiwa. Keduanya berhasil membuat Tevez-Morata kesulitan mendapatkan peluang terbuka.

    Manolas mencatatkan satu tekel berhasil, empat keberhasilan duel udara dari empat kesempatan, tiga intersep, tiga blok, dan enam sapuan. Sementara Yanga-Mbiwa menorehkan dua tekel berhasil, empat intersep dan lima sapuan.

    Kedua pemain ini berhasil menambal lubang yang kerap diciptakan Keita dan De Rossi, gelandang bertahan yang seharusnya menjadi pemutus serangan Juve. Pada laga ini, Keita-De Rossi hanya menorehkan total tiga tekel berhasil dan empat intersep.

    Satu-satunya kesalahan lini pertahanan Roma (yang sangat fatal) terjadi pada menit ke-64, Vidal dijatuhkan Vasilis Torosidis di depan kotak penalti. Torosidis pun mendapatkan kartu kuning kedua atas pelanggaran ini. Selain membuat Roma harus bermain dengan 10 pemain di 35 menit waktu sisa, Tevez berhasil melepaskan tendangan akurat dari servis ini yang membuat Juve unggul 0-1.

    Respons Rudi Garcia Buat Juve Ketar-Ketir

    Meski bermain dengan 10 pemain, nyatanya Roma tak membuat mereka mengendurkan serangan mereka. Justru sebaliknya, dengan 10 pemain, Roma mulai lebih sering mengancam gawang Juve. Dalam setengah jam, Roma berhasil melepaskan tujuh tembakan, padahal sebelumnya hanya satu.

    Adalah pergantian pemain yang dilakukan sang pelatih, Rudi Garcia, yang membuat Roma tampil bak kesetanan untuk mengejar angka. Kehilangan Torosidis yang berposisi sebagai bek kanan, ia memasukkan Alessandro Florenzi yang berposisi asli sebagai winger.

    Tak hanya di situ, ia pun memasukkan Juan Iturbe dan Radja Nainggolan untuk menggantikan Daniele De Rossi yang sudah terkena kartu kuning dan Francesco Totti yang tak memberikan kontribusi maksimal pada laga ini, tak melepaskan satupun tembakan.

    Gol penyama kedudukan yang diciptakan Roma pun berawal dari kombinasi ketiga pemain yang baru masuk ini, Nainggolan-Florenzi-Iturbe. Nainggolan menjadi pemain yang mengalihkan serangan dari kiri ke kanan, pada Florenzi. Florenzi lantas bekerja sama dengan Iturbe. Terciptalah pelanggaran Chiellini pada Florenzi. Florenzi pula yang mengeksekusi servis bola mati tersebut dengan mengirimkan umpan matang pada Keita.


    Proses sebelum terjadinya pelanggaran yang berbuah gol Keita

    Gol yang tercipta pada menit ke-78 tersebut membuat Roma semakin bernafsu untuk menambah gol. Dan formasi 4-4-1 dengan menyimpan Gervinho sebagai penyerang tengah membuat peluang demi peluang berhasil tercipta.

    Saat mendapatkan serangan, Gervinho menjadi pemain yang menunggu di tengah lapangan. Ia kemudian melebar atau bergerak ke area flank ketika hendak mendapatkan umpan. Dengan kecepatan yang dimilikinya, serta bantuan dari Iturbe dan Florenzi di sisi kanan Roma pun bisa merepotkan lini pertahanan Juve.

    Garcia sendiri memanfaatkan lemahnya sisi kiri Juve di mana Evra yang pada laga ini bermain tak maksimal kala bertahan. Satu kartu kuning yang telah diterima mantan penggawa Manchester United ini membuat dirinya lebih berhati-hati dalam merebut bola.

    Juve sendiri tak mampu memanfaatkan keunggulan jumlah pemain pada laga ini. Meski, sudah unggul jumlah sejak menit 65, nyatanya Juve tetap kesulitan menembus lini pertahanan Roma. Bahkan seolah Juve-lah yang bermain dengan 10 pemain, karena kerap mendapat tekanan dari Roma.

    Allegri memang tak melakukan perubahan strategi, baik setelah unggul maupun setelah mulai mendapatkan serangan demi serangan dari Roma. Pergantian pemain yang dilakukannya, memasukkan Kingsley Coman menggantikan Morata dan Simone Padoin menggantikan Lichtsteiner, tak mampu menandingi Roma yang semakin bernafsu mencetak gol.

    Juve pun memang tak banyak pilihan strategi pada laga ini. Permainan Evra di sisi kiri tak sebaik Lichtsteiner di sisi kanan dalam urusan menyerang. Juve pun akhirnya lebih sering mengalirkan bola ke kanan. Padahal serangan dari sisi kanan pun tak begitu efektif.

    Tapi Juve akhirnya mampu mengamankan ‘keunggulan’ ini hingga wasit meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan. Ya, hasil seri ini pada akhirnya tetap membuat Juve nyaman di puncak klasemen sementara dengan keunggulan sembilan poin atas Roma.

    Kesimpulan

    Laga “final” Serie-A ini berlangsung seru, ketat, kompetitif dan bisa dibilang seimbang. Penampilan keduanya memperlihatkan bahwa keduanya memang masih menjadi yang terbaik, sejauh ini, di Serie-A dibanding kesebelasan yang lain.

    Diusirnya Torosidis, yang memaksa Roma bermain dengan 10 orang, ternyata tak mengendorkan sama sekali ritme pertandingan. Roma sama sekali tak memperlihatkan rasa jeri. Mereka tetap berani tampil terbuka, tentu karena mereka sedang tertinggal 0-1, karena mereka tahu jika kalah nyaris akan semakin sulitlah upaya mengejar Juventus.

    Bagi Juve sendiri, hasil ini tentu mengecewakan, terutama kemasukan di menit 78 saat sang lawan sudah bermain dengan 10 orang. Tapi jika dilihat dalam konteks lain, hasil seri ini bukanlah hasil yang buruk-buruk amat. Bermain di kandang kompetitor utama, dan berhasil menggondol satu poin, tentulah hasil lumayan. Toh selisih poin antara Juve dengan Roma masih cukup jauh yaitu 9 poin.

    (din/mrp)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game