Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Match Analysis

    Liga Inggris: Liverpool 2-0 Tottenham Hotspur

    Kontrol Spurs yang Dikacaukan oleh Liverpool

    Dex Glenniza - detikSport
    Foto: Getty Images Sport/Clive Brunskill Foto: Getty Images Sport/Clive Brunskill
    Jakarta - Liverpool akhirnya bisa meraih kemenangan pertama mereka di Liga Primer Inggris pada tahun 2017. Catatan tersebut berhasil mereka raih setelah mengalahkan Tottenham Hotspur dengan skor 2-0 di Anfield.

    Kedua gol yang berselang tidak lebih dari dua menit (menit ke-16 dan 18) dari Sadio Mane membuat Liverpool berhasil menipiskan jarak dengan Spurs menjadi satu poin saja di klasemen. Kelengahan Spurs dalam 20 menit pertama pertandingan ini membuat duel bertajuk gegenpressing vs counter-pressing berhasil dimenangkan oleh taktik pressing-nya Jurgen Klopp.

    Liverpool yang sebelumnya memiliki momentum buruk dengan hanya satu kemenangan di 10 pertandingan terakhir mereka di semua kompetisi, akhirnya bisa bernapas lega untuk menyambut pertandingan mereka yang berikutnya yang masih berselang 16 hari lagi.

    [Baca juga: Momentum Jadi Jawaban Buruknya Penampilan Liverpool Sejauh 2017 Ini ]

    Sementara Spurs bernasib sebaliknya. Pasukan Mauricio Pochettino harus mengakhiri momentum baik mereka setelah sebelumnya berhasil menjalani 11 pertandingan tanpa kekalahan, sekaligus memperpanjang rekor kekalahan berturut-turut mereka di kandang Liverpool.

    Pertahanan yang dimulai dari lini penyerangan

    Melihat susunan pemain yang diturunkan, kedua kesebelasan memiliki beberapa masalah di lini pertahanan. Di Liverpool, Ragnar Klavan belum sepenuhnya fit yang membuatnya memulai pertandingan dari bangku pemain pengganti (baru dimainkan di babak kedua), sehingga Lucas Leiva lagi-lagi menjadi bek tengah.

    Kemudian di Spurs, Jan Vertonghen (bek tengah sebelah kiri) dan Danny Rose (full-back kiri) menderita cedera sehingga harus digantikan oleh Eric Dier dan Ben Davies. Baik Dier dan Davies juga bukan merupakan tipikal pemain cepat, sehingga dari awal laga ada kekhawatiran jika Mane bisa memanfaatkan sisi kiri pertahanan Spurs.

    Dari susunan pemain tersebut, ditambah catatan kesalahan yang tinggi dari kedua kesebelasan pada empat pertandingan terakhir, kita awalnya bisa menerka jika akan ada banyak peluang berbuah gol yang terjadi di kedua ujung lapangan.

    Namun, Liverpool dan Spurs menunjukkan bahwa pertahanan bukanlah dibentuk oleh susunan bek mereka, melainkan: pertahanan dimulai dari lini paling depan, yaitu penyerang mereka.

    Grafis permainan bertahan Liverpool (menyerang ke arah kanan)Grafis permainan bertahan Liverpool (menyerang ke arah kanan) Foto: FourFourTwo/Statszone


    Kita bisa melihat kedua kesebelasan beradu pressing dari wilayah yang tinggi di lapangan. Pada gambar di atas, terjadi banyak aksi defensif yang dilakukan oleh Liverpool, mulai dari tekel, intersep, sampai pelanggaran, yang diawali dari daerah pertahanan Spurs. Roberto Firmino menjadi "pemain bertahan" pertama Liverpool.

    Hal yang tidak jauh berbeda juga ditunjukkan oleh Spurs dengan menekan Liverpool sampai ke wilayah pertahanan mereka sendiri, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

    Grafis permainan bertahan Tottenham Hotspur (menyerang ke arah kanan)Grafis permainan bertahan Tottenham Hotspur (menyerang ke arah kanan) Foto: FourFourTwo/Statszone


    Namun satu hal berbeda dari cara bertahan Liverpool dan Spurs adalah bahwa aksi sapuan (clearance) Spurs, terutama di dalam kotak penalti mereka sendiri, terlihat lebih banyak, yang menandakan bahwa mereka lebih sering diserang daripada Liverpool.

    Hal ini juga didukung dari statistik tembakan Liverpool yang mencapai 17 tembakan (9 on target) sementara Spurs hanya berhasil mencatatkan 7 tembakan (hanya 2 yang tepat sasaran).

    Saling menekan membuat jalur operan mudah terputus

    Karena saling menekan, Liverpool dan Spurs sama-sama sering salah mengoper. Angka keberhasilan operan kedua kesebelasan selama 90 menit tergolong rendah, dengan Liverpool adalah 71% dan Spurs 70%.

    Kesalahan operan inilah yang menjadi alasan banyaknya terjadi error pada pertandingan semalam, termasuk pada kedua gol yang terjadi.

    Grafis operan Liverpool (menyerang ke arah atas) dan Tottenham Hotspur  (menyerang ke arah bawah)Grafis operan Liverpool (menyerang ke arah atas) dan Tottenham Hotspur (menyerang ke arah bawah) Foto: Squawka


    Pada gambar di atas, kalau kita hanya melihat operan yang tidak tepat sasaran (garis panah berwarna merah), kita bisa tahu jika operan yang tidak tepat sasaran tersebut banyak terjadi di wilayah setengah lapangan sendiri.

    Ini artinya memang kita sedang menyaksikan gegenpressing vs counter-pressing (keduanya memiliki arti yang sama) yang sesungguhnya, yaitu menekan sampai ke wilayah lawan. Bahkan ketika sudah unggul 2-0 pun Liverpool tetap menekan. Apalagi Spurs yang sedang dalam kondisi ketinggalan, semakin meningkatkan intensitas tekanan mereka.

    Cara keluar dari tekanan biasanya dengan meluncurkan long pass. Tapi kalau kita lihat dari gambar 3 di atas, bola panjang yang dilepaskan oleh Liverpool dan Spurs juga sering gagal.

    Kita juga jangan tertipu dengan duel bola udara (Spurs menang 53%, Liverpool 47%), karena Liverpool lebih sering memenangkan second ball sehingga menjadi kesebelasan yang lebih bisa menciptakan banyak peluang (Liverpool 10 peluang, Spurs 5).

    [Baca juga: Memahami Pentingnya "Second Balls" di Sepakbola Inggris]

    Alasan pressing Klopp mengungguli pressing-nya Pochettino

    Sama-sama bermain menekan, sebenarnya kita bisa melihat taktik Klopp lebih jitu daripada Pochettino meskipun tidak terlalu signifikan. Jika ingin melihat perbedaannya, kita bisa melihatnya terlebih dahulu dari peta aksi permainan (action heat map) kedua kesebelasan di bawah ini.

    Grafis peta aksi permainan Liverpool (menyerang ke arah atas) dan Tottenham  Hotspur (menyerang ke arah bawah)Grafis peta aksi permainan Liverpool (menyerang ke arah atas) dan Tottenham Hotspur (menyerang ke arah bawah) Foto: Squawka


    Pertanyaannya, kenapa heat map Liverpool terlihat lebih tipis dibandingkan Spurs? Karena heat map berarti menunjukkan aksi yang berkaitan dengan penguasaan bola di atas lapangan (semakin merah tebal berarti semakin sering menguasai bola), maka kita bisa menyimpulkan jika para pemain Liverpool tidak berlama-lama menguasai bola. Tapi, ternyata tidak sesederhana itu.

    Kenyataan bahwa Liverpool (agak) menguasai statistik penguasaan bola dengan 51% berbanding 49% membuat kita semakin bertanya-tanya, kenapa heat map Spurs bisa jauh lebih tebal jika mereka (agak) kalah penguasaan bolanya dari Liverpool?

    Secara umum, pertama-tama kita harus tahu jika kemampuan menekan dan kemampuan untuk keluar dari tekanan adalah dua hal yang berbeda.

    Liverpool berusaha keluar dari pressing Spurs dengan terus mempertahankan situasi transisi mereka, yaitu dari bertahan ke menyerang dan kembali lagi dari menyerang ke bertahan. Hal ini membuat permainan mereka menjadi lebih terburu-buru.

    Sementara itu, Spurs menekan dan berhasil mendapatkan kontrol dengan mengagalkan transisi Liverpool untuk mendapatkan penguasaan bola. Kedua hal ini terjadi terus-menerus.

    Sederhananya, tekanan Liverpool bertujuan untuk menciptakan kekacauan pada permainan. Sementara tekanan Spurs bertujuan untuk mengontrol permainan. Pada akhir pertandingan, kita semua tahu siapa yang menang: ternyata yang menciptakan kekacauan lebih bisa menang daripada yang menciptakan kontrol.

    Refleksi taktik pressing yang tidak sempurna

    Semua hal yang sudah dituliskan di atas seolah membuat sepakbola menekan menjadi cara yang sangat ampuh. Tapi jangan senang dulu.

    Pertama, Liverpool justru menunjukkan kelemahan mereka dengan hasil kemenangan ini. Kalau melawan kesebelasan yang bertahan total, Liverpool hampir selalu terlihat kesulitan untuk membongkarnya.

    Formula sederhana untuk menghadapi Liverpool mungkin seperti ini: bertahan total, jangan sampai ada ruang yang bisa dieksploitasi oleh penyerang-penyerang Liverpool, dan kejutkan mereka dengan serangan balik.

    Semalam Spurs terlalu sering memberikan ruang bagi pemain-pemain Liverpool, terutama di sisi kiri pertahanan mereka, atau di sisi permainan Davies (full-back kiri Spurs) dan Mane (winger kanan Liverpool).

    Ini mungkin yang menjadi alasan kenapa Liverpool selalu bisa mengatasi kesebelasan-kesebelasan papan atas klasemen, tetapi malah kerepotan ketika menghadapi kesebelasan-kesebelasan dengan tingkat klasemen di bawah mereka seperti Burnley, Bournemouth, Swansea City, Hull City, Wolverhampton Wanderers, sampai Plymouth Argyle.

    Di sisi lain, Spurs juga yang biasanya bisa melakukan adaptasi, seperti ketika menggunakan formasi tiga bek melawan Chelsea dan Manchester City, semalam seperti tidak belajar. Mereka tahu kalau mereka akan dieksploitasi jika bermain terbuka. Tapi mereka tetap melakukannya.

    Melawan pressing dengan pressing memang menarik, apalagi untuk penonton netral. Tapi kalau soal siapa yang menang dengan cara seperti ini, akan ada banyak faktor, terutama fisik dan konsentrasi.

    Soal fisik, Liverpool dan Spurs sejujurnya tidak jauh berbeda. Hal yang membedakan hanya Liverpool memiliki lebih banyak kecepatan melalui Mane, Philippe Coutinho, dan Firmino. Sementara Spurs lebih mengandalkan kontrol melalui pemain-pemain mereka seperti Christian Eriksen, Son heung-min, Harry Kane, dan Bamidele Alli, yang bisa dibilang bukan tipikal pemain cepat.

    Kemudian soal konsentrasi, Spurs juga menunjukkan kelemahan mereka semalam dengan membuat tiga kesalahan, satu langsung menjadi gol (pada gol kedua), dan satu lagi mengawali proses gol pertama ketika pengambilan posisi pemain bertahan mereka salah mengantisipasi operan terobosan Liverpool.

    ***

    Setelah ini Liverpool akan menjalani "libur panjang" selama 16 hari sebelum mereka menghadapi tuan rumah Leicester City (27/02). Ini terjadi lantaran Liverpool hanya memiliki Liga Primer sebagai kompetisi yang mereka ikuti, karena mereka sudah tersingkir dari Piala Liga, Piala FA, dan tidak berpartisipasi di kompetisi Eropa.

    Jangan sampai momentum baik yang mereka raih melawan Spurs semalam menjadi pudar karena hal ini, karena biar bagaimanapun, permainan gegenpressing sangat menguras fisik.

    Sementara Spurs harus sibuk menghadapi dua leg babak 32 besar Liga Europa menghadapi Gent dan juga Fulham di Piala FA pada akhir pekan depan, sebelum akhirnya mereka dijadwalkan menghadapi Stoke City di White Hart Lane (26/02). Momentum positif yang sudah mereka bangun sejak mereka kalah dari Manchester United tahun lalu harus bisa mereka kembalikan dalam dua pekan yang super sibuk ini.

    Jika ada pelajaran berharga pada duel pressing semalam, kita bisa mengetahui jika kontrol (mengacu kepada tujuan counter-pressing Spurs) bisa dikalahkan dengan kekacauan (mengacu kepada tujuan gegenpressing Liverpool); sementara kekacauan bisa semakin kacau dengan menutup diri (mengacu kepada lawan-lawan "mudah" Liverpool yang bermain bertahan dan serangan balik).

    Taktik sepakbola memang harus terus beradaptasi. Lagi-lagi kita diingatkan jika taktik adalah fana, sementara yang abadi itu adalah kemenangan. (raw/raw)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game