Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Match Analysis

    Liga Italia: Roma 1-3 Lazio

    Serangan Balik Jadi Kunci Kemenangan Lazio di Derby della Capitale

    Ardy Nurhadi Shufi - detikSport
    Foto: REUTERS/Alessandro Bianchi Foto: REUTERS/Alessandro Bianchi
    Roma - Derby della Capitale antara kesebelasan ibu kota Italia, AS Roma dan SS Lazio, berakhir dengan kemenangan untuk Lazio. Pada laga yang digelar Minggu (30/4) tersebut, Lazio yang bertindak sebagai tamu berhasil menang dengan skor 3-1.

    Kedua kesebelasan bermain dengan skuat terbaiknya. Masing-masing kesebelasan hanya tidak diperkuat satu pemainnya. Roma tak bisa diperkuat Alessandro Florenzi sementara Lazio tidak bisa memainkan Federico Marchetti. Meski keduanya merupakan pemain inti, namun keduanya sudah cedera jauh sebelum laga ini, dan akan absen untuk jangka waktu yang lama.

    AS Roma sendiri sebenarnya unggul penguasaan bola pada laga ini, dan cukup mendominasi jalannya pertandingan. Namun, serangan balik Lazio-lah yang membuat Roma ketar-ketir. Dua dari tiga gol Lazio tercipta lewat serangan balik.

    Lazio Tidak Bermain Terbuka

    Menjalani laga ini, Lazio yang dibesut Simone Inzaghi tampak sadar betul bahwa secara kualitas individu pemain mereka kalah kelas dari Roma. Maka mereka pun tidak serta merta meladeni permainan menyerang Roma dengan permainan terbuka. Meski membutuhkan kemenangan untuk menjaga posisi empat, Inzaghi tetap menginstruksikan para pemainnya untuk berhati-hati dalam menguasai bola.

    Lazio pada laga ini turun dengan formasi 3-5-1-1. Para pemain yang diturunkan lebih banyak pemain bertahan. Sebut saja Jordan Lukaku dan Dusan Basta, pemain yang biasanya bermain sebagai bek sayap, di kedua sayap. Inzaghi mencadangkan Filip Djordjevic dan Felipe Anderson.

    Perubahan komposisi pemain dan formasi juga dipengaruhi cederanya Ciro Immobile jelang pertandingan. Dengan penuh perjudian Inzaghi tidak banyak memainkan pemain menyerang, seperti kala mengalahkan Palermo 6-2.

    Inzaghi pun tidak menginstruksikan para pemainnya berlama-lama dengan bola, tak seperti pada laga melawan Palermo dan Genoa. Saat bertahan, Lazio membentuk pola 5-3-1-1. Pola ini cukup mengisi celah di kedua sayap juga di tengah.

    Kesulitan mendapatkan celah akhirnya membuat para pemain Roma berusaha membongkar pertahanan Lazio dengan aksi-aksi individunya atau dengan kecepatan. Akan tetapi Lazio tampaknya sudah siap dengan hal itu. Terbukti dengan total 33 tekel berhasil dari 49 percobaan, 18 intersep, dan 37 sapuan. Roma cukup kesulitan menciptakan peluang.

    Di lini depan, Inzaghi sendiri menempatkan Balde Keita sebagai penyerang tunggal dan Sergej Milinkovic-Savic di belakangnya. Pemain bernomor punggung 21 ini berguna saat Lazio melancarkan serangan balik melalui umpan lambung. Milinkovic-Savic sendiri berhasil memenangi 60% duel udara.

    Namun, sebenarnya serangan balik Lazio lebih mengandalkan para pemain cepat. Karena hal ini juga Inzaghi menempatkan Balde Keita sebagai pemain terdepan. Keita dibantu juga oleh Senad Lulic. Bahkan saat Lukaku diganti jelang turun minum, oleh Anderson, Lulic langsung ditempatkan ke sisi kiri penyerangan.

    Lulic pun kemudian menjadi poros utama serangan Lazio. Umpan-umpan serangan balik cepat diarahkan pada gelandang asal Bosnia-Herzegovina ini. Alhasil ia mencetak dua assist, yang keduanya untuk gol Balde Keita. Kedua proses gol ini tercipta melalui serangan balik.
    Serangan Balik Jadi Kunci Kemenangan Lazio di <i>Derby della Capitale</i>

    Grafis operan Lazio (via: squawka.com)


    Dari grafis di atas terlihat, selain mengarahkan serangan ke sisi kiri, Lazio juga cukup menghindari area tengah lapangan. Hal ini dikarenakan Roma menempatkan ketiga gelandang mereka (Kevin Strootman, Daniele De Rossi, dan Radja Nainggolan) secara rapat di tengah. Maka tak heran pemain sayap Roma-lah yang cukup kerepotan (Roma langsung memasukkan bek kanan, Bruno Peres, usai turun minum). Apalagi sisi kanan Roma jarang dibantu oleh winger kanan mereka, Mohamed Salah.

    Strategi Inzaghi Lebih Jitu di Babak Kedua

    Usai turun minum, pelatih Roma, Luciano Spalletti, memang langsung mengubah pola permainan mereka. Stephane El Shaarawy ditarik keluar, Bruno Peres masuk. Formasi dasar 4-3-3 di awal pertandingan ditinggalkan karena Lazio mengubahnya menjadi 3-4-3.

    Namun skema ini ternyata tak efektif. Lazio justru semakin mengancam lini pertahanan Roma lewat serangan baliknya. Bahkan babak kedua baru lima menit berjalan, Dusan Basta membawa Lazio memimpin 2-1.

    Ketinggalan 1-2 inilah yang mau tidak mau harus direspons oleh Spalletti. Respons Spalletti sendiri dengan meningkatkan serangan, yaitu menggantikan Federico Fazio, seorang bek tengah, oleh Diego Perotti. Kemudian De Rossi, gelandang bertahan, digantikan Francesco Totti, gelandang serang. Roma kembali mengubah formasi dasar mereka di pertengahan babak kedua, kali ini dengan 4-2-3-1.

    Serangan sayap pun kemudian dilancarkan Roma, yang sebenarnya sudah dilakukan sejak awal. Kehadiran Totti dan Perotti tujuannya agar dari tengah bisa memberikan umpan-umpan matang untuk kedua sayap. Perotti diharapkan bisa memberikan umpan silang matang untuk Edin Dzeko bersama Salah di sisi kanan.

    Inzaghi sendiri sadar bahwa lini pertahanannya akan semakin mendapatkan tekanan dari para pemain Roma. Maka yang ia lakukan adalah memasukkan Wesley Hoedt menggantikan Stevan de Vrij, bek tengah oleh bek tengah.

    Pergantian ini dimaksudkan agar Lazio bisa meredam umpan-umpan silang Roma yang mulai digencarkan pada babak kedua. Hoedt sendiri merupakan pemain bertahan dengan rataan aerial duel tertinggi (2,6 per pertandingan), setelah Milinkovic-Savic (4,5 per pertandingan).

    Selain itu, De Vrij digantikan karena ia cukup bersusah payah menggalang lini pertahanan Lazio. Tercatat ia melakukan 11 sapuan, terbanyak pada laga ini. Sapuan-sapuannya itu yang membuat umpan-umpan silang Roma digagalkan. Karena dari 26 umpan silang Roma, hanya satu yang berhasil tepat sasaran.
    Serangan Balik Jadi Kunci Kemenangan Lazio di <i>Derby della Capitale</i>Grafis umpan silang Roma (via: squawka.com)

    Pergantian pemain bertahan juga dilakukan karena Roma mulai lebih membahayakan dari lini serang. Dari 12 tembakan yang mereka ciptakan pada laga ini, tujuh di antaranya merupakan peluang berbahaya. Maka dari itu, penyegaran di lini pertahanan dilakukan untuk menghindari lebi banyak terjadinya peluang emas dari Roma.

    Seringnya Roma melancarkan serangan ini akhirnya malah menjadi bumerang. Karena saat menyerang, Bruno Peres dan Emerson, kedua full-back, sangat aktif membantu serangan. Sementara Lazio yang mengandalkan serangan balik, memiliki Keita, Lulic, dan Anderson di babak kedua. Gol ketiga Lazio pada menit ke-85, menjadi bukti bagaimana serangan balik Lazio dengan baik memanfaatkan Roma yang gagal melakukan serangan, hanya menyisakan tiga pemain.

    Kesimpulan

    Inzaghi menjalani laga ini dengan strategi yang lebih jitu meski sebenarnya ini di luar dugaan, khususnya setelah Immobile cedera. Di awal pertandingan ia memainkan banyak pemain bertahan untuk mengokohkan lini belakang. Menempatkan Balde Keita sebagai pemain terdepan untuk melancarkan serangan balik pun terbukti langsung berhasil karena Keita berhasil mencetak gol pada menit ke-12.

    Gol itu membuat Roma berada dalam situasi tidak nyaman. Dengan kewalahan menghadapi serangan balik, Spalletti mengubah skema pada babak kedua, yang ternyata tidak efektif. Setelah kebobolan untuk kedua kalinya, Spalletti akhirnya memfokuskan anak asuhnya untuk terus menyerang, yang ternyata menimbulkan celah di lini belakang sehingga terjadinya gol ketiga.

    ====

    *penulis adalah editor di situs @panditfootball, beredar di dunia maya dengan akun @ardynshufi.




    (mfi/nds)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game