Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Match Analysis

    Final Liga Europa: Ajax 0 - 2 MU

    Ajax Menguasai Pertandingan, MU yang Menang

    Dex Glenniza - detikSport
    Henrikh Mkhitaryan mencetak gol kedua MU ke gawang Ajax (Foto: Julian Finney/Getty Images) Henrikh Mkhitaryan mencetak gol kedua MU ke gawang Ajax (Foto: Julian Finney/Getty Images)
    Jakarta - Manchester United berhasil menjuarai Liga Europa UEFA setelah mengalahkan Ajax Amsterdam 2-0 di final di Friends Arena, Stockholm, Jumat (25/05/2017) dinihari WIB kemarin. Gol lewat tembakan dari luar kotak penalti yang dibuat Paul Pogba dan gol pemanfaatan second balls Henrikh Mkhitaryan membuat United berhasil mencetak dua gol.

    Jauh sebelum pertandingan ini berlangsung dan jauh sebelum United finis di peringkat keenam di Premier Leageu, Manajer United Jose Mourinho menyatakan mereka akan memprioritaskan menjuarai Liga Europa untuk bisa lolos ke Liga Champions musim depan.

    Prioritas tersebut sangat United tunjukkan di laga lawan Ajax melalui permainan yang penuh pengalaman dan jauh lebih efisien daripada lawannya tersebut. Tidak heran, Ajax memiliki rata-rata usia 22 tahun 282 hari pada susunan pemain mereka di laga itu.

    Dipenuhi pemain-pemain muda penuh semangat ini, Ajax memainkan sepakbola menghibur tapi tidak cukup efektif untuk membuat mereka memenangi pertandingan.

    Meskipun demikian, menghakimi permainan United dengan label membosankan juga tidak semudah jika kita melihat statistik pertandingan ini (misalnya saja Ajax unggul penguasaan bola 69% berbanding 31%).

    Satu hal yang jelas terlihat, Mourinho benar-benar memainkan sepakbola yang seperlunya, lebih efisien dari awal sampai akhir pertandingan bagi kesebelasan yang baru saja bermain tiga hari sebelum final tersebut. Sementara Ajax sendiri memiliki waktu istirahat yang lebih panjang, yaitu 10 hari.

    Pemilihan Susunan Pemain yang Tepat dari Mourinho

    Salah satu kekhawatiran para pendukung United soal waktu istirahat United yang lebih pendek adalah faktor kelelahan, baik fisik maupun mental.

    United baru menang satu kali dalam kurun waktu hampir satu bulan, yaitu saat menghadapi Crystal Palace di pekan terakhir Premier League. Itu pun Mourinho menurunkan mayoritas pemain muda. Momentum seperti tidak berada pada jangkauan United.

    Selain itu, ia juga harus kehilangan Eric Bertrand Baily, salah satu bek tengah andalannya, akibat kartu merah yang diterima pada semifinal leg kedua Liga Europa. Dengan Zlatan Ibrahimovic, Marcos Rojo, Ashley Young, dan Luke Shaw yang juga cedera, serta Chris Smalling yang sempat meragukan, kekhawatiran United semakin bertambah.

    Akan tetapi, Mourinho berhasil memilih susunan pemain yang tepat pada final kali ini. Menghadapi Ajax yang muda dan energik, di mana keunggulan mereka terletak pada dribel sukses di wilayah sayap, Mourinho berhasil meminimalisir ancaman Ajax tersebut melalui pemilihan pemain-pemain yang menyoroti kekuatan fisik, permainan yang langsung, dan juga tentunya adalah pengalaman.

    Ajax Menguasai Pertandingan, MU yang MenangGambar 1 – Susunan pemain Ajax Amsterdam dan Manchester United

    Sementara itu, tidak ada yang bisa dilakukan oleh Pelatih Ajax Peter Bosz. Ia memainkan susunan pemain terbaik miliknya, kecuali absennya Nick Viergever karena alasan yang sama dengan absennya Baily bagi United.

    Jujur saja, mereka adalah sekumpulan pemain muda yang penuh semangat, energi, dan juga menghibur dalam urusan sepakbola. "Kami ingin bermain lepas dan memainkan permainan kami seperti biasanya," kata Bosz sebelum pertandingan.

    Pada kenyataannya, di final ini mereka bermain lepas seperti biasanya. Tapi mungkin kalimat "mereka bermain lepas seperti biasanya" malah menunjukkan jika Ajax tidak mempersiapkan final ini dengan baik.

    Bosz mungkin lupa menonton dan menganalisis seperti apa permainan United (saya tidak bilang defensif dan membosankan, lho, ya). Ternyata "bermain seperti biasa" mungkin bisa membuat mereka menguasai pertandingan, tapi memang tidak cukup bagi mereka untuk menang.

    Peran Penting Smalling dan Fellaini

    Meskipun sempat meragukan karena cedera minor, penunjukkan Smalling untuk berduet dengan Daley Blind di jantung pertahanan menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Begitu juga dengan dimainkannya Marouane Fellaini.

    Mourinho mungkin memiliki pertimbangannya sendiri, seperti misalnya Blind yang dipersiapkan untuk membantu build up serangan United dari belakang. Tapi keunggulan Ajax, selain dribble di wilayah sayap, juga adalah keunggulan duel udara, terutama saat situasi set-piece. Sepanjang pertandingan, duet Smalling dan Blind mencatatkan 43% tekel sukses (sempat 100% di akhir babak pertama), 100% duel udara sukses, 3 intersep, 14 sapuan, dan 4 blok.

    Ajax Menguasai Pertandingan, MU yang MenangGambar 2 – Grafis duel udara sukses Manchester United – Sumber: Squawka

    Sedangkan Fellaini lebih menjadi faktor kunci lagi. Pemain asal Belgia ini memang hanya mencatatkan 79% operan sukses lawan Ajax (nevermind, satu kesebelasan United saja hanya mencatatkan 68% operan sukses), namun ia berhasil memenangi 15 dari 21 duel udara, 4 tekel sukses, 3 intersep, dan 2 sapuan.

    Di saat Ajax memiliki Davinson Sanchez, Kasper Dolberg, dan Bertrand Traore yang unggul duel udara; agak janggal untuk menyebut kalimat ini, tapi sejujurnya: Smalling dan Fellaini adalah dua aktor kunci kesuksesan United menjuarai Liga Europa 2016-17 melalui keunggulan mereka dalam duel bola udara dan pemanfaatan second balls.

    Keunggulan Ajax tapi Kemenangan United

    Seperti yang sudah dijelaskan pada pratinjau pertandingan ini, Ajax adalah kesebelasan yang berhasil melakukan dribble sukses di wilayah sayap mereka sepanjang Liga Europa musim ini. Memiliki pemain seperti Traore, Amin Younes, dan Hakim Ziyech, mereka juga berhasil merepotkan pertahanan United dalam pertandingan.

    Ajax Menguasai Pertandingan, MU yang MenangGambar 3 – Grafis dribel Ajax Amsterdam – Sumber: Squwka

    United sadar akan hal ini, sehingga mereka menerapkan pertahanan dengan man-marking di belakang para pemain Ajax, dengan tujuan supaya para pemain Ajax tidak bisa masuk ke wilayah yang lebih dalam.

    Paul Pogba, Ander Herrera, dan Fellaini menutup jalur distribusi dari tengah, sehingga para gelandang tengah Ajax tidak terlibat secara aktif pada pertandingan tersebut. Hal ini memaksa Ajax untuk melakukan satu-satunya keahlian mereka, yaitu menyerang memanfaatkan sayap.
    Ajax Menguasai Pertandingan, MU yang MenangGambar 4 – Grafis operan Ajax Amsterdam dan Manchester United – Sumber: Squawka

    Meskipun dinilai sebagai kesebelasan yang lebih superior daripada Ajax, United lebih berkonsentrasi untuk bertahan di final. Dengan menutup jalur serangan Ajax ini, United berhasil membuat Ajax tidak berhasil mencetak gol.

    Jika pertahanan sudah berhasil teratasi, maka United hanya tinggal berpikir untuk mencetak gol saja. Beruntung bagi mereka, "Setan Merah" berhasil mencuri gol cepat dari Pogba di awal babak pertama. Mereka kemudian menambah gol dengan memanfaatkan skema set-piece (sepakan sudut) dan umpan silang yang dikombinasikan dengan duel bola udara (Fellaini dan Smalling) serta second balls (Mkhitaryan).

    Mourinho Tahu Caranya Menang

    Inti dari pertandingan sepakbola adalah gol, apalagi di pertandingan final seperti ini saat tidak kebobolan aja tidak cukup. United tidak sembarangan bertahan, mereka seperti mengundang para pemain Ajax untuk naik dan meladeni keunggulan dribble-dribble mereka, tapi United bergeming dengan bertahan disiplin melalui man-marking.

    Mereka terus menunggu mendapatkan kesempatan menyerang yang memang tidak sering datang, tapi terbukti sudah cukup untuk membuat dua gol. United lebih efisien dengan 7 tembakan (4 on target) tapi berhasil mencetak dua gol, berbanding Ajax yang mencatatkan 17 tembakan (3 on target) tapi tidak berhasil mencetak satu pun gol.
    Ajax Menguasai Pertandingan, MU yang MenangGambar 5 – Grafis tembakan Manchester United (kiri) dan Ajax Amsterdam (kanan) – Sumber: Squawka

    Dari awal pertandingan, United memainkan permainan yang langsung, memenangi duel udara dan second balls, serta menghindari tekanan para pemain muda Ajax. Dengan bermain bertahan, Mourinho dan United justru menunjukkan efisiensi dan pengalaman mereka.

    Melihat statistik, kita seperti melihat kebalikan antara United dan Ajax. Ajax unggul possession 69% berbanding 31%, unggul angka operan sukses 86% berbanding 68%, dan unggul angka dribble dengan 25 berbanding 9.

    Akan tetapi, inti dari pertandingan sepakbola adalah mencetak gol. Terbukti, United bisa mencetak bahkan dua gol dari usahanya yang lebih "minim" dan "tidak menghibur". Inilah kenapa pragmatisme Mourinho disebut sebagai sepakbola yang lebih efisien di final lawan Ajax.

    Sedangkan untuk Ajax, mereka seperti tidak belajar sebelum pertandingan ini. Seharusnya mereka tahu jika semangat dan permainan mereka yang seperti biasa belum cukup untuk memenangkan pertandingan melawan United yang pragmatis.

    Dengan kemenangan ini, United berhak langsung lolos ke fase grup Liga Champions musim depan. Mourinho memang lebih tahu caranya menang, dan ia tidak peduli jika caranya tersebut bukan merupakan cara yang indah.



    ----


    * Penulis biasa menulis soal sport science untuk situs @panditfootball, beredar di dunia maya dengan akun @dexglenniza


    (krs/krs)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game