Final Liga Champions: Juventus 1-4 Real Madrid
Respons Zidane di Babak Kedua yang Memenangkan Real Madrid

Stadion Millennium di Cardiff menjadi saksi Real Madrid untuk menciptakan sejarah. Kemenangan 4-1 atas Juventus di final membuat Los Blancos menaklukkan kutukan Liga Champions. Los Blancos menjadi juara bertahan yang sukses mengangkat trofi "Si Kuping Besar" lagi di musim berikutnya.
Juventus sebenarnya berhasil mengawali pertandingan dengan sangat menjanjikan hingga 19 menit pertama dengan berhasil mencatatkan tiga tembakan. Akan tetapi, sebuah serangan balik yang mematikan membuat Real Madrid unggul di menit ke-20 melalui Cristiano Ronaldo.
Pertandingan sempat memanas kembali dengan gol salto indah Mario Mandzukic tujuh menit berselang. Namun di babak kedua, Real Madrid mampu mencatatkan tiga gol lagi melalui Casemiro, Ronaldo, dan Marco Asensio.
![]() |
Massimiliano Allegri sebagai allenatore Juventus dan Zinedine Zidane entrenador Real Madrid tidak memiliki hambatan berarti dalam menyusun skuat tim dalam menghadapi final kali ini.
Dari pemilihan pemain di awal pertandingan, Allegri memasang formasi dasar 3-4-2-1. Fakta di lapangan menunjukkan kalau formasi itu berbentuk asimetris, tapi bukan berarti tidak seimbang.
Sementara itu, Zidane menyimpan Gareth Bale lebih dahulu. Zizou--sapaan karib Zinedine Zidane--kembali memainkan formasi dasar 4-3-1-2 dengan Isco bermain di posisi lubang di belakang Cristiano Ronaldo dan Karim Benzema.
Skema yang diturunkan Allegri dan Zidane itu menunjukkan kalau Juventus mengincar area sayap, sedangkan Real Madrid mencoba menguasai lini tengah.
Juventus Menguasai Sayap, Real Madrid Menguasai Tengah
Seperti yang diprediksi dari susunan pemain di atas, Juventus benar-benar terlihat bisa menguasai area sayap sedangkan Real Madrid menguasai area tengah lapangan.
Andrea Barzagli bermain sebagai bek tengah sebelah kanan, tapi lebih sering terlihat sebagai full-back kanan. Ia ditugaskan menjaga pergerakan Ronaldo dan memenangkan duel udara di area sayap.
Hal itu membuat Daniel Alves, wing-back kanan Juventus, lebih leluasa untuk menguasai penyerangan lewat sayap kanan di mana ia sering berduel menghadapi rekan senegaranya asal Brasil, Marcelo.
Sementara di sisi kiri Juventus, Alex Sandro dan Mandzukic hampir selalu memenangkan jumlah pemain saat menyerang. Mereka "mengerubungi" Daniel Carvajal yang jarang mendapatkan bantuan dari lini tengah. Kedua hal itu membuat Real Madrid kewalahan karena terus-menerus diserang dari kedua belah sayap.
![]() |
Namun, penguasaan Juventus terhadap area sayap ini membuat mereka mengalami kekalahan saat berduel di lini tengah. Juventus sendiri terlihat seperti tidak keberatan dengan hal ini. Juventus percaya diri tetap mampu merepotkan Real Madrid dengan penyerangan melebar seperti ini yang dikombinasikan dengan umpan silang.
Gol cantik Mandzukic berawal dari skema yang apik dari sayap ke sayap Juventus. Leonardo Bonucci mengirim bola panjang dari sayap kanan ke sayap kiri, diterima Alex Sandro yang mengirim crossing ke dalam kotak penalti, disambut oleh Gonzalo Higuaín dengan dada kemudian mengoper ke Mandzukic. Kemudian Mandzukic menahan dengan dada membelakangi gawang, tapi kemudian melakukan tendangan salto. Seluruh proses di atas terjadi tanpa bola sekalipun menyentuh tanah.
Akan tetapi, penguasaan terhadap area sayap sempat membuat mereka panik di menit ke-20 saat Real Madrid mampu melakukan intersep di tengah untuk kemudian melakukan serangan balik yang mengawali gol Ronaldo.
Perubahan Kecil Real Madrid di babak Kedua yang Krusial
Permainan melebar dari kedua sayap Juventus seolah akan membuahkan hasil. Tapi, pressing Real Madrid di tengah membuat mereka sulit menyambungkan permainan ke depan, sehingga banyak berkutat di area sayap saja.
Alves dan Sandro bermain agak dalam, sehingga membuat Higuaín terisolasi di depan. Secara teknis, Higuaín seperti "tidak ngapa-ngapain" pada pertandingan tadi malam.
Hal itu membuat gol Mandzukic menjadi satu-satunya pelipur lara bagi Juventus dalam laga itu. Setelah gol tersebut, Real Madrid berhasil menguasai pertandingan dengan mampu mencatatkan lebih banyak tembakan, umpan silang, dan juga memenangkan duel.
Real Madrid mampu melakukannya dengan perubahan kecil yang dilakukan oleh Zidane di babak kedua. Zidane merespons taktik Allegri yang terlalu berorientasi kepada sayap dan seolah melupakan lini tengah. Secara personel, tidak ada perubahan pemain yang dilakukan oleh Zidane di babak kedua, melainkan perubahan bergesernya posisi Toni Kroos.
![]() |
Di babak pertama, Kroos bermain di area yang lebih menyayap, yaitu di sebelah kiri. Tapi di babak kedua, Zidane menyetelnya agar lebih berperan sentral ke area tengah lapangan. Hal ini dilakukan agar Kroos bisa membantu build up serangan Los Blancos tanpa terlalu diganggu oleh para pemain Juventus yang memang berkonsentrasi di sayap. Inilah yang mengubah jalannya pertandingan di babak kedua.
Kroos bersama Luka Modric mendikte tempo permainan, terutama ketika mendapatkan kesempatan untuk melakukan serangan balik. Sementara, Casemiro berperan lebih defensif di babak kedua dengan memenangkan lebih banyak tekel di antara semua pemain di atas lapangan. Permainan Isco juga semakin hidup dengan irama permainan Los Blancos yang seperti ini.
Hasilnya, Real Madrid sulit ditembus sekaligus mematikan saat menyerang. El Real memenangkan 62% tekel dan 60% duel udara di babak kedua, kemudian juga berhasil mencatatkan 13 tembakan di babak kedua, sementara Juventus hanya satu saja dan itupun off target.
Gol Casemiro (dan juga gol pertama Ronaldo) memang agak berbau keberuntungan karena mengalami deflect. Tapi gol ketiga dan keempat Real Madrid seolah menggebuk Juventus dan para pendukungnya bahwa bukan keberuntungan yang membuat El Real juara, tapi determinasi dari permainan mereka.
Hujan Umpan Silang, tapi Real Madrid Lebih Efisien
Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Allegri untuk mengubah jalannya pertandingan. Rencana A dan B-nya seperti sudah bisa terbaca oleh Zidane. Allegri memasukkan Juan Cuadrado di babak kedua menggantikan Barzagli untuk membuat Juventus mempertahankan permainan melebar mereka.
Sebanyak 34% serangan Juventus dialirkan dari sayap kanan, sementara dari sayap kiri adalah 40%. Meskipun begitu, sebenarnya Real Madrid juga memiliki pola yang mirip dengan Juventus. Mereka memang bertahan lewat kepadatan lini tengah, tapi menyerang lewat sayap.
Juventus bisa membaca kelemahan Real Madrid dalam menghadapi umpan silang, sementara Real Madrid juga terus mengandalkan umpan silang ketika menyerang. Tidak heran, meskipun atap Stadion Millennium tertutup, tetap saja terjadi hujan umpan silang di mulut gawang kedua kesebelasan.
![]() |
Enam dari 16 umpan silang Juventus menemui sasaran, sementara hanya tiga dari 14 umpan silang Real Madrid yang berhasil sampai ke sasaran. Namun, Real Madrid mampu bermain lebih efisien. Seluruh gol mereka berasal dari sayap, kemudian empat gol yang mereka cetak juga adalah hasil dari lima shot on target mereka.
Kesimpulan
![]() |
Juventus memang bisa mengawali pertandingan dengan menjanjikan. Tapi, mereka kecolongan saat serangan balik. Mereka kemudian mampu mencetak gol balasan yang cantik.
Pertandingan di babak pertama adalah pertarungan yang mencerminkan final Liga Champions, yaitu intensitas tinggi, gol, dan saling mengancam.
Namun di babak kedua, perubahan kecil yang dilakukan Zidane kembali menegaskan jika ia hampir selalu bisa merespons taktik dengan jitu. Real Madrid kemudian berhasil mencatatkan 13 tembakan di babak kedua, sementara Juventus hanya satu saja dan itupun off target. Mereka juga berhasil membuat 9 dribel (Juventus nihil), 11 tekel (Juventus 5), dan menguasai 60% possession.
Salah satu respons Allegri hanya dengan memasukkan Juan Cuadrado untuk membuat serangan sayap mereka lebih intens di sebelah kanan. Akan tetapi, perubahannya terlambat (ketika Juventus sedang ketinggalan 3-1) dan Cuadrado malah mendapatkan dua kartu kuning.
Diusirnya Cuadrado memang menjadi titik balik, karena prosesnya pun agak menjadi perdebatan di mana "dorongan ringan" dan "injakan rancu" Cuadrado berhasil dimanfaatkan oleh Sergio Ramos untuk membuatnya diusir wasit Felix Brych.
Reaksi dari kapten Real Madrid ini bisa dibilang berlebihan, tapi di sisi lain juga menunjukkan mental kemenangan yang lebih kuat. Lagipula jika kita melihat pertandingan secara keseluruhan, tidak melihatnya sepotong-sepotong, kita pastinya sangat mewajarkan kenapa Real Madrid bisa menjuarai Liga Champions semalam.
Respons jitu Zidane, tweak kecil dari posisi Kroos, agresivitas Casemiro, dan kecemerlangan Ronaldo membuat Real Madrid berhasil mencatatkan sejarah di final Liga Champions. Semua kombinasi kehebatan Madrid itu menutup petualangan kita di sepakbola Eropa musim 2016/2017.
(fem/rin)