Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Movie

    United (2011)

    United Pasca Tragedi Munich sebagai Manchester Phoenix

    Ammar Mildandaru - detikSport
    Jakarta -

    Tak semua orang bisa bangkit dari keterpurukan. Apalagi ketika jatuhnya tersebut sedang mendekati fase puncak kesuksesan.

    Sebelum generasi hebat angkatan 1992 atau yang lebih dikenal dengan Class of 92, Manchester United sebenarnya pernah punya didikan yang konon lebih hebat pada periode 50-an. Generasi ini dipimpin langsung oleh Matt Busby, salah seorang legenda besar United. Karena mayoritas berisi anak muda, kesebelasan ini kemudian diberi julukan Busby Babes.

    Mereka berhasil menjadi juara liga dua kali berturut-turut (1956 dan 1957). United pula yang menjadi kesebelasan Inggris pertama yang tampil di kompetisi Eropa. Meski menjadi kesebelasan Inggris pertama yang berpartisipasi, prestasinya tak main-main yakni mampu menembus fase semifinal. Dikalahkan oleh tim juara Piala Champions tahun 1957, Real Madrid, yang pada masa itu menjadi kekuatan yang nyaris tak bisa diruntuhkan.

    Tetapi nahas, justru saat perjalanan Eropa pada musim berikutnya mereka mengalami bencana kecelakaan pesawat. Padahal saat itu banyak yang beranggapan Manchester United adalah salah satu kandidat kuat juara. Kembalinya dari Yugoslavia selepas mengalahkan Red Star Belgrade di perempat final, pesawat gagal lepas landas saat transit di kota Munich pada 5 Februari 1958. Mereka diburu waktu karena jadwal ketat liga, sehingga harus secepatnya kembali ke Inggris.

    Dari total 38 penumpang dan 6 awak pesawat carteran tersebut, 23 diantaranya tewas termasuk pemain dan staf. Tetapi momen ini justru menjadi salah satu tonggak kebangkitan Manchester United. Kekuatan kesebelasan dibangun ulang dengan semangat berlipat-lipat. Seiring dengan itu simpati kemudian juga datang dari seluruh Inggris bahkan sebagian Eropa. Nama Manchester United akhirnya justru lebih dikenal orang lebih cepat, membawa daya tarik pemain untuk bermain di Old Trafford.

    Kisah di atas, yang sebagian besar sudah anda ketahui, menjadi pre-teks atas film berjudul United yang rilis pada 2011.



    Ada dua tokoh yang mendapat porsi besar dalam film ini. Bintang United saat itu, Bobby Charlton, dan Jimmy Murphy, asisten yang menggantikan Busby setelah kecelakaan. Keduanya tak ikut menjadi korban, Bobby hanya mengalami luka-luka sedangkan Murphy tidak berada di rombongan karena sedang menjalani pekerjaan keduanya sebagai pelatih Wales.

    Dua nama yang disebut tadi memang seharusnya mendapat porsi khusus. Bobby Charlton bukan hanya bintang Manchester United sebenarnya, tetapi ia juga aset sepakbola Inggris. Jasanya turut mengantarkan The Three Lions meraih trofi Piala Dunia pertama sekaligus satu-satunya pada 1966. Salah satu penyerang terbaik yang pernah dimiliki oleh Inggris.

    Sedangkan Murphy bagaimanapun punya andil yang sangat besar di balik Busby Babes. Ia berperan aktif dalam menyeleksi sekaligus melatih para anak muda tadi sehingga mampu bersatu menjadi kesebelasan tangguh. Hasil kerjanya bukan hanya sekadar saat Busby sedang dalam masa penyembuhan selepas kecelakaan seperti anggapan banyak orang selama ini.

    Sebelum diangkat menjadi asisten manajer, Murphy adalah pelatih kepala sekaligus pemandu bakat. Ia dikenal pandai dalam berbicara dan memberi motivasi kepada tim. Bisa dibilang Murphy adalah tangan kanan dari Busby.

    Dalam film sosok Murphy bahkan jauh terlihat dominan dari Matt Busby sendiri. Pada adegan awal saat latihan, Jimmy Murphy juga yang memimpin latihan. Begitu juga saat Bobby Charlton muda sedang merengek minta masuk ke tim utama, Murphy yang memberinya nasehat. Menyuruhnya untuk terus berlatih terutama soal memaksimalkan kedua kakinya dalam mengoper dan mengontrol bola. Sarannya saat itu adalah menendang minimal satu jam setiap hari ke tembok.

    "Tendang bola itu ke tembok minimal satu jam setiap hari dengan bergantian menggunakan kedua kakimu. Dan pastikan tidak ada orang di sekitarmu," kata Murphy.

    "Memangnya kenapa jika ada orang di sekitarku?" tanya Bobby.

    "Saya hanya tak ingin orang-orang tahu seberapa hebat dirimu," jawab Murphy.



    Percakapan tadi bukan satu-satunya adegan yang memperlihatkan betapa hebat Murphy dalam memotivasi dan bicara. Pada momen berikutnya adalah saat Bobby akan bermain pertama kalinya untuk tim utama dengan latar belakang ruang ganti. Suasana agak tegang ketika Matt Busby berbicara memberi instruksi, semua hanya diam sambil mengangguk serius.

    Tetapi suasana seketika berubah ketika giliran Murphy yang berbicara, sama sekali tidak menyinggung taktik sebagaimana Busby sebelumnya. Pertama ia mencairkan suasana dengan memberi beberapa lelucon lalu menutup pembicaraan singkatnya dengan semangat kebencian terhadap lawan. Semua anggota tim seketika menjadi berapi-api saat akan memasuki lapangan.

    Hasilnya positif, Manchester United menang 4-2 atas Charlton Athletic. Sang debutan mencetak dua gol pada saat itu. Namanya langsung dielu-elukan seisi stadion dan rekan satu tim. "There’s only one Bobby Charlton," dinyanyikan dari lorong hingga ruang ganti selepas pertandingan.

    Kombinasi Peran Sempurna Matt Busby dan Jimmy Murphy

    Pembagian porsi dalam film yang lebih condong ke Murphy daripada Busby juga sempat menimbulkan sedikit kontroversi. Pihak keluarga yang diwakili sang anak berbicara ke media, tidak puas dengan hasil akhir film ini. Menurutnya penggambaran sosok Matt Busby tidak sesuai, mulai dari perilaku hingga cara berpakaian.

    Di luar penggambaran sosok Busby yang mendapat protes tadi, pembagian dalam film ini sebenarnya sudah sesuai. Semua diperlihatkan dengan baik menyoal cara dan hasil kerja masing-masing. Matt Busby adalah manajer handal, terutama jika membahas taktik. Bahkan untuk urusan ini, ia sempat menolak tawaran dari Liverpool karena alasan gaya bermain.

    Pemberitahuan ke Bobby Charlton bahwa ia akan dimasukan ke tim utama juga dilakukan sendiri oleh Busby. Meski, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahwa Murphy sebenarnya yang memberi menu latihan khusus. Begitu juga keputusan-keputusan penting lain, tetap berada di bawah komando Busby.



    Kepercayaan Busby kepada Muphy selepas tragedi juga patut diapresiasi, "Tetap kibarkan bendera!" kata Busby kepada Murphy sembari berbaring di ranjang menahan sakit. Busby memang harus pasrah berbaring di ranjang rumah sakit selama dua bulan usai kecelakaan di Munich itu.

    Ia jelas percaya pada sosok yang sedikit banyak juga dibesarkannya sendiri. Ilmu kepelatihan terutama soal taktik sudah ia turunkan ke satu-satunya orang yang bisa membawa Wales ke Piala Dunia tersebut.

    Inilah cerita tentang kepemimpinan: bahwa seorang pemimpin juga harus tahu kapan ia mutlak memberi kepercayaan pada orang lain. Sebab pemimpin belum tentu bisa melakukan segalanya dan itulah sebabnya pemimpin yang hebat tahu kepada siapa ia mendelegasikan tugas dan kapan tugas itu ia serahkan di saat yang tepat.

    Kejayaan Manchester United

    Ribuan surat datang ke kantor Murphy beberapa hari setelah kejadian tersebut. Isinya tak cuma ucapan belasungkawa, banyak juga yang menyelipkan uang di dalamnya. Ia tak perlu terlalu pusing mengurusnya karena punya staf baru, mereka adalah para relawan yang suka rela membantu kesebelasan ini.

    Beberapa pemain memang selamat dari insiden ini, tetapi tak semuanya bisa bermain kembali. Sementara liga harus terus berjalan, tetapi lagi-lagi Murphy tak perlu khawatir. Karena kesebelasan lainnya menawarkan peminjaman pemain, bahkan Liverpool yang menjadi rival. Aksi simpati yang datang karena kecelakaan pesawat itu, ironisnya, membuat Setan Merah menjadi kesebelasan pertama yang penggemarnya menyebar luas di Inggris.

    Pertanyaan kemudian muncul, apakah Manchester United sebenarnya sangat diuntungkan dengan tragedi ini? Lalu jika boleh berandai, apakah United akan menjadi seperti sekarang jika hal ini tak terjadi? Pernyataan yang kerap muncul dan jadi bahan olok-olok antar suporter.

    Fakta ini memang tak bisa dihindari, bagaimanapun Manchester United harus berterima kasih. Bukan kepada tragedinya, tetapi kepada simpati besar publik pada masa itu. Toh, mereka juga punya kesempatan untuk membela diri. Biar bagaiamana pun, mereka punya komposisi terbaik di Inggris pada masa itu dan siap merajai Eropa. Mereka adalah juara bertahan dua kali berturut-turut dan di musim ketika kecelakaan itu terjadi mereka sedang mengejar titel ketiga yang diraih secara berurutan.

    Selain Bobby Charlton, tim yang bermarkas di kawasan industri Manchester ini punya pemain hebat dan masih muda lainnya seperti Duncan Edwards. Pemain yang lebih muda dari satu tahun dari Bobby namun sudah membela tim nasional Inggris pada masa itu. Sayangnya ia meninggal di usia 21 tahun, tepat 15 hari setelah perawatan di Rumah Sakit Jerman.

    Kisah tentang Sepakbola dari Garis Belakang

    Beberapa kejadian aslinya direka ulang, termasuk foto sebelum pesawat berangkat ke Yugoslavia. Tetapi jika anda sudah banyak membaca banyak kisah tentang Tragedi Munich ini akan ada sesuatu yang masih mengganjal. Durasi 90 menit terasa pendek karena anda ingin lebih banyak reka adegan dari apa yang sudah diketahui sebelumnya.

    Kendati demikian, ini memang film sepakbola yang lain. Jangan mengharapkan banyak adegan di stadion dengan cuplikan gol-gol indah. Tidak ada adegan pertandingan sepakbola. Tidak ada gambar-gambar mengenai situasi di tribun. Juga tak ada perayaan para pemain yang berlari ke sudut lapangan usai mencetak gol. Pertandingan hanya dihadirkan melalui sorak-sorai suara penonton yang muncul di latar belakang saja.



    Percakapan, keheningan dan ketegangan dalam diam mengambil porsi besar di film ini. Dan dengan itulah, sutradara James Strong justru berhasil menghadirkan efek mendalam dari kecelakaan Munich ke relung-relung paling dasar dari kamar ganti United.

    Melalui film inilah, kita bisa mengerti bahwa di balik penampilan para pemain yang luar biasa di atas lapangan, kerja-kerja di belakang layar justru sangat penting dan menentukan. Bahwa sepakbola memang dilangsungkan dalam 90 menit, tapi persiapan untuk tampil bagus selama 90 menit berlangsung jauh lebih lama, memakan waktu tahunan, juga melibatkan perencanaan yang mendetail.

    Film ini, di sisi lain, juga menjelaskan dengan baik bagaimana tragedi berhasil membangun kembali sebuah tatanan menjadi lebih kokoh, lebih kuat dan lebih tangguh. Inilah United pasca-Munich yang, tepat 10 tahun kemudian, berhasil merajai Eropa dengan mengalahkan Benfica di final Piala Champions 1958.

    Ini film berjudul United, tapi juga kisah tentang Phoenix yang hidup kembali dari puing-puing reruntuhan kecelakaan.

    ====

    *ditulis dan diulas oleh @mildandaru dari @panditfootball

    *Foto-foto: Screenshot film "United"

    (roz/a2s)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game