The Simpsons: 'The Cartridge Family' (1997)
Mengenang Olok-olok The Simpsons untuk Sepakbola

Bagi keluarga (The) Simpsons, sepakbola adalah olok-olok belaka.
Keluarga Simpsons yang saya maksud tentu saja Homer, Marge, Bart, Lisa dan si kecil Maggie Simpsons. Mereka cuma tokoh rekaan, animasi pula. Di antara sekian banyak kartun, agaknya The Simpsons menjadi salah satu yang mengena. Kejenakaan mereka muncul bukan karena naskah dan adegan-adegan konyol yang tak mungkin. Kisah mereka menjadi begitu jenaka karena kebenarannya.
Tertawa saat menonton episode-episode The Simpsons sama dengan menertawakan apa yang sedang terjadi. Kalaupun waktu itu saya menontonnya dari Jambi, bukan berarti saya sedang menertawakan apa-apa yang sedang terjadi di Jambi. Saya, barangkali sedang menertawakan apa yang sedang terjadi di Amerika sana, tempat The Simpsons diproduksi.
Tentu konteks ini dipakai jika kita menontonnya sebagai orang dewasa. Dulu, saat pertama kali saya menonton serial animasi ini, yang membuat saya tergelak tentu bentuk kepala Bart yang aneh ataupun kekonyolan bapak-bapak yang jadi ciri khas Homer.
Salah satu olok-olok The Simpsons terhadap sepakbola muncul di season 9 episode 5, yang berjudul “The Cartridge Family”, dan pertama kali tayang tanggal 2 November 1997. Dalam (kurang lebih) lima menit pertama, episode ini menceritakan pengalaman pertama keluarga Simpsons menonton pertandingan sepakbola di stadion.
Humor a la The Simpsons muncul sejak awal. Ceritanya, Homer sekeluarga sedang menyaksikan iklan kompetisi sepakbola yang digelar di Amerika Serikat. Entah apa namanya. Yang jelas, laiknya iklan, tayangan ini dibuat semenarik mungkin.
Iklan tersebut dibuka dengan upaya persuasif untuk menonton sepakbola. Lucunya, di fragmen ini, iklan tersebut dibintangi (tentu saja dalam versi kartun) oleh Hank Williams Jr. Untuk diketahui, Hank Williams Jr dikenal sebagai penyanyi theme song perhelatan kompetisi rugby, Monday Night Football. Hank versi The Simpsons inilah yang membikin kalimat “open wide for some soccer” menjadi begitu terkenal di Amerika Serikat sana.
Laiknya iklan, ia menampilkan cuplikan-cuplikan pertandingan yang paling menarik, semacam highlights. Ada tayangan pemain-pemain dari kedua kesebelasan yang saling merebut bola, ada yang mencetak gol, ada wasit yang mengesahkan gol, ada penonton yang bersorak, ada pula pemain yang merayakan gol dengan salto setinggi mungkin lalu menepukkan telapak tangannya kepada pilot yang sedang menjalankan tugasnya.
Atas segala hal menarik yang dijanjikan sepakbola lewat iklan tersebut, Bart dan Lisa memprotes Homer, ayahnya. Mereka tak habis pikir kenapa Homer tak pernah mengajak keduanya menonton pertandingan langsung di stadion. Homer yang ditanya kebingungan, lantas mengiyakan ajakan kedua anaknya untuk menonton pertandingan langsung di stadion.
Fragmen salah satu episode serial The Simpsons ini memang menarik. Mereka menampilkan seperti apa sepakbola dari kacamata Amerika Serikat, setidaknya di kisaran tahun 1997 yang menjadi waktu tayangnya. Homer sekeluarga pada akhirnya menonton laga Meksiko kontra Portugal ke stadion Springfield.
Di awal-awal pertandingan, para penonton bersemangat. Mereka mirip kita yang berteriak-teriak di tribun, mengepalkan tinju ke udara sambil sesekali bertepuk tangan. Operan dari satu pemain ke pemain lain menjadi pemandangan yang dominan di pertandingan tersebut.
Tapi lamat-lamat sorakan itu hilang. Para penonton, mengikuti pertandingan dengan wajah datar, dengan mimik yang jadi ciri khas orang yang sedang dilanda kebosanan luar biasa. Komentator yang mengawal jalannya pertandingan semakin mempertegas betapa membosankannya pertandingan tersebut. Jika komentator-komentator yang kita kenal kerap memandu pertandingan dengan penuh semangat, komentator yang ditampilkan di eposide The Simpsons benar-benar tak bersemangat. Rasanya seperti diperhadapkan dengan orang yang bosan setengah mati.
Pertandingan yang menjemukan berubah menjadi ricuh. Didorong oleh rasa bosan, sejumlah penonton bergerak meninggalkan stadion. Lantas, kericuhan dimulai saat seorang penoton tak sengaja mendorong penonton lain yang hendak keluar. Pertama-tama hanya terjadi di satu tribun. Lama-lama, menyebar ke seluruh stadion. Belum lagi kelakuan para hooligan yang memperparah keadaan. Tak hanya para penonton, para pemain pun terlibat perkelahian. Dan akhirnya, seantero kota ikut rusuh. Rumah-rumah dilempari dan dibakar. Polisi berkeliaran tapi tak bisa berbuat banyak. Apa boleh buat, Homer pun pergi ke toko senjata api untuk melindungi keluarganya.
The Simpsons memang berwujud serial animasi, tapi jika memperhatikan serial ini, apa-apa yang disajikan tak sekadar lelucon anak kecil. The Simpsons adalah karya seni satire, yang melibatkan diri dalam menyuarakan isu-isu sosial, politik dan kultur Amerika. Lebih lagi, The Simpsons tak hanya menyuarakan isu-isu tersebut, tapi juga memperdebatkannya. Termasuk cara pandang orang Amerika tentang sepakbola.
Kalau dipikir-pikir, Amerika Serikat memang negara yang gemar menciptakan standarnya sendiri. Permainan bola tangan yang juga mengandalkan serudukan-serudukan mereka sebut dengan “football”. Menciptakan kiblat bahasa Inggris sendiri (American English), menyebut Major League Baseball sebagai World Championship, ataupun memperkenalkan istilah New Yorker: Orang-orang yang tinggal di New York, yang diyakini bakal bertahan hidup dan sanggup mengatasi segala masalah bila dipindahkan ke kota manapun. Orang-orang yang sukses di New York diyakini sebagai juara sesungguhnya. Seolah-olah, apapun yang terjadi di Amerika Serikat adalah hal terhebat. Semacam mengukuhkan anggapan yang mempercayai bahwa Amerika Serikat adalah puncak dari segala sesuatu.
Namun ternyata, apa-apa yang ada di Amerika Serikat tak selamanya menjadi yang nomor satu. Contohnya, sepakbola.
Sepakbola adalah olahraga dan permainan yang dunia. Ada banyak negara yang dianggap sebagai negeri gila bola. Tapi, Amerika Serikat bukan salah satu di antaranya. Hal ini terlihat dari fragmen yang memunculkan adegan saat komentator memandu pertandingan tadi. Sebenarnya, di episode ini ada dua komentator yang muncul. Yang satu berkebangsaan Amerika Serikat, yang satu lagi orang Latin. Komentator Amerika Serikat adalah komentator yang memandu pertandingan dengan ogah-ogahan. Sementara si komentator Latin, memandu pertandingan dengan penuh semangat. Adegan ini seolah-olah menjelaskan bahwa hanya karena negara lain bisa menikmati sepakbola, bukan berarti Amerika Serikat tak menganggapnya sebagai permainan yang membosankan.
Dalam wawancaranya, Mike Scully, pria yang bekerja cukup lama dalam proses produksi serial The Simpsons menjelaskan bahwa ide dasar episode ini sudah ada sejak lama. Namun, tak ada yang memberi lampu hijau akibat ketidakutuhan cerita. Sebenarnya episode The Cartridge Family bercerita tentang kepemilikan senjata api yang cenderung bebas di Amerika Serikat. Mike bercerita kalau mereka sepakat untuk menayangkan Homer yang memutuskan untuk membeli senjata api. Namun yang menjadi masalah, tim produksi belum bisa menemukan alasan apa yang membikin Homer memutuskan untuk membeli senjata api tersebut.
Akhirnya, John Swartzwelder, penulis komedi Amerika Serikat yang memang merupakan anggota tim produksi The Simpsons, memutuskan untuk menjadikan kerusuhan sepakbola sebagai latar belakang keputusan Homer untuk memiliki senjata api.
Lewat fragmen ini, sepakbola dipandang sebagai olahraga yang kerap memantik kerusuhan. Sepakbola boleh berkoar-koar tentang sportivitas ataupun fair play, tapi pada kenyataannya, memang ada banyak kerusuhan yang awalnya bermula dari sepakbola. Hooligan, bagi negara-negara lain memang dianggap sebagai pendukung garis keras. Sekumpulan orang dengan loyalitas tingkat tinggi. Namun dalam fragmen ini, hooligan digambarkan sebagai kumpulan orang yang gemar memprovokasi. Mereka memang ada di tribun-tribun penonton, namun kehadiran mereka hanya merusak jalannya pertandingan dan menyusahkan orang-orang di sekitarnya.
Sebagai olahraga dan permainan yang mengubah wajahnya menjadi industri, sepakbola mahir menciptakan nama besar. Konglomerat-konglomerat baru lahir lewat sepakbola. Secara finansial, sepakbola begitu menjanjikan. Ia selalu sanggup mendongkrak popularitas orang-orang yang sebelumnya tak dikenal.
Humor a la The Simpsons dimulai sejak adegan iklan sepakbola tersebut. Iklan yang membuat Bart dan Lisa merengek-rengek minta diizinkan menonton di stadion sebenarnya merupakan iklan tentang partai final sebuah kompetisi. Partai final itu bertajuk laga yang menentukan negara mana yang terhebat. Kocaknya, yang pertama, pertandingan tersebut mempertemukan Meksiko dan Portugal. Yang kedua, iklan tersebut menjanjikan bahwa para penonton bakal menyaksikan kehebatan pemain-pemain kesayangan mereka.
“Kalian akan menyaksikan bintang sepakbola favorit kalian. Seperti Ariaga! Ariaga II! Bariaga! Aruglia! Dan Pizzoza!” kira-kira seperti itulah omongan iklan tersebut.
Salah satu hal yang ingin diperdebatkan The Simpsons adalah kesanggupan sepakbola untuk membangun nama besar. Dalam fragmen tadi, tim The Simpsons memang mengakui adanya nama besar yang memang lahir karena apa yang dilakukannya di ranah sepakbola. Tapi, kebanyakan, nama-nama besar di sepakbola Amerika Serikat pun bukan berasal dari Amerika Serikat. Hal ini, digambarkan oleh The Simpsons lewat scene yang memperkenalkan Ariaga, Ariaga II, Bariaga dan Aruglia sebagai bintang sepakbola favorit.
Untuk diketahui, Scully menjelaskan kalau nama-nama pesepakbola tadi memang fiktif. Tapi keberadaan mereka berdasarkan kenyataan. Konon, ia dan saudara laki-lakinya, Brian Scully menghabiskan tahun-tahun pendidikannya di sekitar pusat perjudian di Hartford, Connecticut. Katanya, dibandingkan pergi ke kampus, mereka lebih sering menghabiskan waktu di sana. Di sekitar pusat perjudian itu pula lah dua bersaudara Scully melihat pesepakbola (entah amatir, entah profesional) yang pada akhirnya, membuat mereka merasa wajib untuk memberikan penghormatan lewat penokohan Ariaga dan teman-temannya.
Sepakbola Amerika Serikat baru kembali menunjukkan geliatnya dalam delapan tahun terakhir, tepatnya setelah kedatangan David Beckham ke LA Galaxy 2007 silam. Kedatangan Beckham memang mengubah wajah sepakbola Amerika Serikat. Sejak saat itu, Major League Soccer (MLS) sebagai kompetisi sepakbola resmi, seolah tak pernah bosan dan kehabisan uang untuk membesarkan sejumlah nama.
Namun jika diperhatikan, nama-nama yang besar sebagai pesepakbola di MLS tak berasal dari Amerika Serikat. Bahkan kecenderungannya, MLS malah kebanjiran pemain tua yang sedang mempersiapkan diri memasuki masa pensiun. Barangkali mereka berpikir, daripada tak kuat bersaing dengan pemain-pemain muda atau tak bersepakbola sama sekali di klub-klub Eropa, lebih baik hijrah ke negeri Paman Sam.
Di satu sisi, kedatangan para pemain tua bernama besar ini memang menghidupkan kembali MLS. Pasca kedatangan Beckham, MLS kembali menggeliat. Penjualan kostum seluruh kesebelasan MLS meningkat hingga 700%. LA Galaxy sendiri mendapatkan keuntungan dengan peningkatan penjualan kostum LA Galaxy hingga 5.210%. Pada musim kedatangan Beckham, pihak manajemen Galaxy bahkan harus menambah jumlah penjualan tiket terusan satu musim hingga 11.000 tiket. Dan secara keseluruhan, setelah kedatangan Beckham, rata-rata pengunjung stadion saat pertandingan MLS meningkat hingga 2.000 orang per pertandingannya.
Konyol jika menyangkal dampak positif dari sisi finansial dari keberadaan nama-nama besar tersebut. Namun yang menjadi pertanyaan, bisakah kapitalisasi gila-gilaan ini juga menjamin pemain-pemain lokal dan talenta muda ranah sepakbola Amerika Serikat?
Bagaimanapun juga, di tengah-tengah gairah sepakbola yang menggelegak di Amerika Serikat, pemain-pemain lokal dan muda yang bersepakbola di MLS mau tak mau membutuhkan waktu setidaknya setahun untuk mendapatkan apa yang diperoleh oleh pemain-pemain tua dalam seminggu. Padahal, bukannya tak mungkin kalau pemain-pemain muda inilah yang harus bekerja keras dan mengupayakan apa-apa yang tak lagi sanggup dilakukan oleh kaki-kaki tua sang bintang.
Ranah sepakbola Amerika Serikat memang sedang produktif, namun, apakah produktivitas ini tetap menjadikan MLS sebagai tempat yang aman buat pesepakbola lokal dan muda? Bagaimana jika kedatangan mereka yang tentu tak bermaksud buruk, bahkan berdampak yang positif terhadap perkembangan sepakbola Amerika, justru tak berbeda dengan upaya merebut lahan pesepakbola-pesepakbola lokal?
The Simpsons episode The Cartridge Family juga memperdebatkan isu “kebersihan” sepakbola. Permainan yang mengklaim dirinya sebagai “the beautiful game” ini memang penuh pesona, tapi bukan berarti tak menyimpan hal-hal yang memantik cibiran.
Seperti yang diceritakan sebelumnya, Homer dan keluarga pada akhirnya hadir di Stadion Springfield demi menonton pertandingan Meksiko melawan Portugal secara langsung. Panitia pelaksana menghadirkan Pele yang diberikan kehormatan untuk membuka pertandingan. Dalam upacara pembukaan tersebut digambarkan Pele menerima sekarung uang beberapa saat setelah mempromosikan produk Crestfiled Wax Paper. Dialog Pele dalam adegan tersebut: “Pele adalah raja di lapangan sepakbola, tapi jika ingin menjadi raja di dapurmu, gunakanlah Crestfield Wax Paper.” Dan bukankah selama ini Pele juga dikenal sebagai pesepakbola yang dicibir karena “keakrabannya” dengan korporasi?
Cibiran selanjutnya terlihat dalam scene kerusuhan sepakbola yang diperparah oleh provokasi para hooligan. Saat orang-orang panik menyelamatkan diri dari kerusuhan di stadion tersebut, terjadi pula pertemuan singkat antara dua orang. Salah satu di antaranya menggunakan mobil mewah dan memarkirkan mobilnya di tempat parker VIP. Mereka berdua digambarkan terlibat transaksi rahasia. Entah barang apa yang dijual dan dibeli, entah jasa apa yang dibayar dan diterima. Yang jelas, scene beberapa detik ini menggambarkan bahwa selalu ada pihak yang memanfaatkan kericuhan di ranah sepakbola.
The Simpsons pada kenyatannya, memang bukan tayangan yang mengkhususkan diri pada sepakbola. Episode 5 di season 9 ini pun bukan episode yang secara khusus membicarakan sepakbola. Namun agaknya, fragmen empat-lima menit ini sanggup menjadi salah satu parodi paling mengena tentang sepakbola. Dan kabarnya, 27 September 2015 ini, season ke-27 The Simpsons akan tayang. Entah ironi apa lagi yang bakal ditertawakan.
=====
* Akun twitter penulis: @marinisaragih dari @panditfootball