Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Tactics

    Offsides (1)

    Chapman dan Sacchi: Offside Sebagai Kemungkinan Taktikal

    - detikSport
    Ilustrasi: footballopod.com Ilustrasi: footballopod.com
    - - Evolusi taktik dalam sepakbola sering kali muncul bukan karena rancangan, namun reaksi terhadap sesuatu. Entah itu kekalahan, cedera seorang pemain, atau karena adanya perubahan suatu aturan. Demikian pula dengan aturan offside. Dalam kolomnya di Guardian, Jonathan Wilson menulis bagaimana revisi peraturan offside turut membentuk permainan sepakbola seperti saat ini.

    Dalam sejarah sepakbola sendiri, tercatat beberapa pelatih yang mengubah formasi timnya untuk mengeksploitasi perubahan hukum offside. Dua di antaranya adalah Herbert Chapman (Arsenal) dan Arrigo Sacchi (AC Milan). Namun, saat mengutak-ngatik formasi inilah kedua pelatih tersebut kemudian meletakkan dasar-dasar evolusi sepakbola untuk generasi selanjutnya.

    Aturan offside sendiri pertama kali diterapkan pada tahun 1863 oleh Football Association di Inggris. Kala itu pemain berada dalam posisi offside didefinisikan sebagai: "Ketika pemain telah menendang bola, siapapun dari sisi yang sama yang lebih dekat ke gawang lawan dan mungkin tidak menyentuh bola dengan sendirinya atau dengan cara apapun mencegah pemain lain melakukannya, sampai ia berada dalam permainan."

    Seiring berjalannya waktu, hukum offside pun sering mengalami perubahan. Tercatat dalam satu abad semenjak aturan ini diterapkan, offside sudah mengalami 11 kali perubahan. Tahun 2005 tercatat sebagai tahun terakhir saat aturan offside ini berubah.



    Empat Perubahan Mendasar Aturan Offside


    Posisi1924/251925/261990/91
    Di depan dua bek terakhiroffsideoffsideoffside
    Sejajar dua bek terakhiroffsideoffsideonside
    Di depan tiga bek terakhiroffsideonsideonside
    Sejajar tiga bek terakhiroffsideonsideonside

    Herbert Chapman – Arsenal

    Kali pertama perubahan aturan offside membawa perubahan besar bagi sepakbolaadalah pada 1925. Pada waktu itu FA menetapkan bahwa seorang pemain akan berada di posisi offside jika ia berada di antara hanya dua orang pemain belakang (gambar C), sementara sebelumnya di antara tiga orang. Ini merupakan satu perubahan besar dan tidak pernah berganti hingga tahun 1990.

    Aturan baru ini berdampak pada strategi permainan. Sebelumnya, pemain belakang dengan sangat agresif melakukan perangkap offside karena bek sayap dapat mendorong pemain lawan jauh keluar daerah berbahaya sebelum mengumpan. Hal ini dikarenakan harus ada tiga pemain lawan di belakang penyerang, agar pemain tidak terkena offside. Untuk menerapkan strategi ini, hanya dibutuhkan satu bek sayap untuk menarik keluar penyerang dari area berbahaya. Hal ini sangatlah efektif. Permainan jadi lebih sempit karena jarak yang diterapkan antara pemain belakang dan gelandang hanya beberapa meter saja dari kedua sisinya.

    Jebakan offside ini telah menjadi "kutukan" dalam permainan sepakbola. Pertandingan menjadi sangat membosankan. Tercatat 4.700 gol tercipta di Liga Inggris, dengan rata–rata 2.58 gol per pertandingan.

    Setelah aturan ini diubah kecenderungan menerapkan jebakan offside sangatlah berisiko tinggi, karena kedua bek sayap harus bergerak sempurna bersamaan. Jika salah satu bek sayap berdiri terlalu dalam mendekati area berbahaya, maka akan mengakibatkan adanya celah sehingga penyerang dengan mudah mencetak gol.

    Untuk mengantisipasi aturan baru offside ini, formasi yang sangat populer adalah 3-2-2-3, atau lebih dikenal dengan WM, yaitu formasi yang seperti membentuk huruf W dan M jika dilihat dari sisi atas lapangan. Formasi ini dikenalkan oleh Herbert Chapman, manajer Arsenal. Pada saat itu ia beranggapan jika menempatkan pemain dalam jumlah yang sama di depan dan di belakang akan sedikit mengurangi tekanan di area pertahanan. Satu bek tengah dan dua bek sayap yang menjaga area pertahanan akan ditopang oleh dua gelandang bertahan sebagai benteng. Sementara itu dua gelandang serang (pemain kreatif) yang bisa diplot sebagai penyerang lubang ataupun playmaker akan membantu dua pemain sayap dan satu striker.

    Di dalam penerapannya, formasi ini menempatkan tiga pemain belakang sejajar di area pertahanan sementara empat gelandang akan membentuk kotak persegi di tengah lapangan dan tiga penyerang didepan.

    Arsenal tercatat sebagai klub yang paling sukses menggunakan formasi WM dengan memenangi lima gelar Divisi Utama, dua piala FA 1931 dan 1939. Dengan pencapaian tersebut, banyak klub Inggris mengikuti formasi yang digunakan Chapman.



    Arrigo Sacchi - Milan

    Setelah 1925, munculnya revolusi taktik karena adanya perubahan aturan offside baru terjadi lagi pada era 1990-an.

    Jika mengikuti peraturan sebelumnya, pemain dinilai berada dalam posisi offside jika berada sejajar dengan kedua bek terakhir. Tapi, aturan ini lalu dihapus sehingga pemain tetap aktif, walaupun sejajar dengan bek terakhir. Perubahan hukum offside ini membuat skema dengan garis pertahanan tinggi sangatlah mustahil untuk dilakukan. Tim yang tidak menempatkan salah satu pemainnya di area tengah lapang akan sulit sekali mengontrol permainan.

    Saat itu Arrigo Sacchi, seorang maestro sepakbola Italia, memimpin revolusi melawan aturan offside baru. Dengan tatanan permainan dan sistem zonal-marking-nya, ia sukses menghasilkan strategi jebakan offside yang sangat cemerlang. Padahal sebelum Sacchi datang, Milan sebenarnya jadi klub yang terkenal dengan pemainan catenaccio dan pengunaan libero sejak tahun 1960an. Di bawah besutan Sacchi permainan Milan kemudian berubah total dan jadi salah satu klub tersukses di dunia.

    Jebakan offside yang digunakan Sacchi terbilang sangat ekstrim. Dia akan menginstruksikan seluruh pemain belakangnya untuk bergerak naik ke tengah lapang dengan cepat ketika bola ditendang oleh lawan. Taktik ini akan mengakibatkan penyerang lawan berada dibelakang pertahanan ketika dia menerima bola.

    Pada saat itu, Milan sendiri bermain dengan intensitas tinggi dengan garis pertahanan yang tinggi pula. Dengan gaya bermain seperti ini Milan akan menumpuk pemainnya di tengah lapang dan memastikan jarak antara pemain bertahan dan penyerang hanya terpaut 25 meter. Penjagaan ketat pun diperagakan oleh setiap pemain di hampir semua daerah lapang. Dengan skema inilah penyerang lawan sering kali terjebak offside.

    Sebenarnya, semakin tinggi pressing dilakukan ke daerah pertahanan lawan maka pemain akan semakin lelah, karena mereka dituntut untuk selalu naik ke depan. Akibatnya banyak energi yang dikeluarkan. Apalagi pada dasarnya pressing ini harus dilakukan secara teratur. Tapi keuntungan dari cara bermain seperti ini adalah jika pertahanan diposisikan di garis setengah lapang, maka penyerang akan sulit melewati garis pertahanan tanpa terperangkap offside. Walau cara ini mustahil dilakukan, di tahun pertamanya melatih Milan, Sacchi berhasil menerapkan skema ini. Pada masa sekarang pressing seperti ini hanya terjadi beberapa kali dalam suatu pertandingan.



    Pada periode ini Sacchi melahirkan salah satu pertahanan terbaik yang pernah ada di dunia sepakbola. Namun bukan berarti AC Milan di bawah Sacchi jadi tim yang defensif. Skema yang dibuat Sacchi memungkinkan AC Milan untuk tetap menyerang secara intens. Bahkan Sacchi sukses membawa Milan merebut takhta tertinggi Eropa, Piala Champions. Salah satu raksasa Spanyol, Real Madrid, juga pernah ia bantai 6-1 dalam laga semi-final Piala Champions 1989.

    Skema 4-4-2 Sacchi dengan garis pertahanan yang sangat tinggi ditambah dengan pressing yang ketat (dengan hanya 25 meter jarak antara Franco Baresi dan Marco van Basten) mencegah pemain lawan untuk berlama-lama memegang bola dengan memberikan sedikit ruang gerak.

    Aspek lain yang identik dengan sepakbola Sacchi adalah shadow play. Pemain akan bergerak pada posisi yang sesuai, sehingga menyempurnakan skema zonal marking dan mengefektikan setiap perangkap offside untuk mementahkan serangan lawan.

    Sacchi sendiri adalah tipe pelatih yang mengedepankan kerja sama tim, bukan menonjolkan kemampuan individu pemain. Dia menuntut setiap pemainnya untuk dapat menjalankan setiap instruksinya di lapang. Hal ini juga yang membuat 4-4-2 Sacchi bekerja dengan baik. Para gelandang memerankan fungsinya dengan baik di setiap daerah, penyerang mengejar bola dan pemain belakang mendorong kedepan. Berkat kerja sama tim yang sempurna dan atas dasar ini pula mereka menjadi pelaku sejarah dalam sepakbola.






    ==

    * Penulis: Firman Fauzi Wiranatakusuma. Akun twitter: @omgitsmungki



    (a2s/din)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game