Semifinal SEA Games: Indonesia 5 (1) - 4 (1) Malaysia
Ke Final dengan Berulang Kali Merespons Taktik Ong Kim Swee

Lalu bagaimana cara RD menahan Malaysia hingga ke adu penalti?
Mematahkan Pola Bertahan Malaysia

[Posisi pemain Malaysia saat bertahan babak 1]
Sebenarnya pelatih Datok Kim Ong Swee memiliki pattern yang bisa tertebak. Saat melawan Laos, Singapura dan Vietnam di babak penyisihan dia selalu memberi lawan untuk menguasai bola di area tengah. Sementara dalam soal bertahan, Ong menerapkan garis pertahanan yang amat dalam.
Saat melawan Indonesia hal itu kembali dilakukan. Di awal babak pertama mereka memberi Indonesia keleluasaaan mengolah bola di lini tengah. Saat Indonesia menguasai bola, seolah jadi pola, secara serempak empat gelandang Malaysia mundur ke belakang menjaga kerapatan dengan empat pemain bertahan (lihat grafik di atas).
Ong Swee tahu bahwa tipikal taktik RD adalah memasuki area final third lawan dengan cara dribble. Karenanya, pemain-pemain Malaysia jarang melakukan pressing di luar area sepertiga lapangan akhir dan lebih cenderung menunggu.
Saat Indonesia memasuki sepertiga pertahanan Malaysia, barulah para gelandang langsung menutup pergerakan serta melakukan pressing secara bertubi-tubi. Karea itu wajar saja jika Indonesia selalu gagal menembus kotak penalti Malaysia.
Malaysia Coba Matikan Sayap Indonesia
Ong Swee paham betul bahwa poros kekuatan Indonesia hanya bertumpu pada sayap semata. Maka, saat bola diarahkan ke flank, setidaknya akan ada empat pemain mereka yang menutup dan melakukan pressing kepada para pemain Indonesia. Alhasil intersep pun selalu berhasil dilakukan Malaysia (Lihat chalkboard defensive action malaysia).

Saat bertarung di flank Indonesia selalu kalah jumlah. Entah itu dua versus empat, atau tiga versus empat. Andaikan Fandi Eko tidak bergerak secara sporadis ke sana ke mari, maka Bayu Gatra dan Ramdani Lestaluhu mungkin akan bekerja kelabakan sendirian. Fandi-lah yang membagi bola di lini depan, apakah harus dialirkan ke kiri atau kanan.

Rizky Pellu Sebagai Penyeimbang
Di belakang Fandi ada Rizky Pellu, yang juga punya andil penting. Saat menyerang fungsi Pellu akan sama seperti Fandi yaitu sebagai pembagi. Pellu pun jadi penyambung bola dari Egi Melgiansyah ke lini depan. Namun sayang umpan-umpan Pellu mudah diintersepsi barisan pertahanan Malaysia.
Namun saat bertahan Pellu jadi pelapis pertama Indonesia menahan laju gelandang Malaysia. Peran Pellu amat vital mengingat jaraknya dengan Egi yang terlalu renggang sehingga terdapat ruang kosong yang selalu dimanfaatkan lawan. Serangan-serangan efektif Malaysia selalu didahului dengan memanfaatkan kesalahan-kesalahan Pellu.
Memancing Indonesia Lewat Hazwan Ahmad
Seolah belajar dari Thailand untuk membuka peluang terciptanya gol, Ong Swee mengandalkan serangan balik lewat bola-bola panjang dari belakang. Terbukti di saat bertahan, dua penyerang mereka selalu standby di depan seolah diintruksikan untuk tak perlu mundur.
Patut menuai sorotan adalah penyerang Malaysia nomer 19 Hazwan Bakri. Sejatinya pemain ini bukanlah seorang striker, namun pemain sayap. Di laga tadi malam, Ong Swee memasangnya di belakang Thamil Ambumamee.
Mobilitas Hazwan tak semata di sayap kanan, tapi terkadang ia juga bergeser ke kiri. Dialah yang mengisi ruang kosong akibat kerenggangan antara Egi dan Pellu. Pemain ini kerap menyisir area lapang kemudian menusuk ke dalam kotak penalti.
Mobilitasnya ini tak lain untuk memancing segitiga Lestusen-Syaifudin dan Egi Melgiasnyah. Beruntung ketiga pemain kita ini disiplin melakukan zonal.
Mematikan Thamil dan Hazwan
Kemenangan Indonesia tak lepas dari efektifnya segitiga antara Lestusen-Syaifudin dan Egi Melgiansyah. Ketiga pemain ini selalu bermain rapat. Bahkan, saat menyerang, mereka disiplin menjaga posisi dan tak ikut turut naik menyerang. Ketiganya membuat garis pertahanan yang amat jauh di belakang.
Diapit tiga pemain sekaligus, otomatis suplai bola kepada Thamil Ambumaee dengan mudah dipatahkan berkali-kali oleh Indonesia. Penampilan Syaifudin dan Lestusen memang patut diacungi jempol.
Dengan hilangnya suplai bola untuk Thamil otomatis Malaysia bergantung pada Hazwan Bakrie. Untuk mematikan Hazwan, maka dua fullback Indonesia yaitu Diego dan Alfin tak leluasa bebas naik ke depan. Imbasnya tentu flank kita menjadi tumpul sebagaimana dijelaskan di awal.
Tak sekadar beraksi di area sayap, Diego dan Alfin juga sering bergeser agak ke tengah untuk memotong koneksi antara Hazwan-Thamil. Cukup efektif memang, tapi hal itu membuat serangan Indonesia minim kreativititas.
Menarik untuk dicermati adalah peran Egi yang selalu merapat kepada dua bek tengah. Posisinya di belakang malah membuat Egi dengan leluasa mengatur serangan dan memberi umpan-umpan matang ke lini depan. Ruang kosong yang teramat luas di depannya, ditambah dengan tak adanya pressing dari pemain-pemain Malaysia, membuat Egi begitu amat dimanjakan.
Reaksi RD
Reaksi cepat Rachmad Darmawan dengan mengubah taktik selama pertandingan perlu diberi apresiasi. Saat flank mengalami kebuntuan, maka ia melakukan perubahan. Contohnya adalah menggeser Ramdani Lestaluhu, yang semula berada di sayap, jadi sedikit agak tengah (lihat chalkboard di bawah).

Saat bertahan, dua pemain sayap Malaysia Deandm Saarvidan (kanan) dan Nazirul Naim (kiri) diminta man to man marking terhadap dua flank Indonesia Ramdani (kiri) dan Bayu Gatra (kanan). Bergesernya Ramdani ke tengah tentu memancing Deandm juga. Kala itulah terkadang Diego menusuk masuk.
Rapatnya gelandang dan bek Malaysia saat bertahan membuat Yandi Sofian terjepit. Umpan-umpan kepadanya mudah diintersepsi. Dengan alasan itu, posisi Yandi jadi lebih cenderung mundur ke belakang. Kondisi ini yang membuat Indonesia tak bisa mengeksploitasi serangan selain dari sisi flank.
Tetapi, dengan sedikit bergesernya Ramdani ke tengah, Indonesia mampu membongkar celah itu.
Pergantian Taktik Malaysia
Di babak kedua Malaysia dan Indonesia melakukan perubahan taktikal, dengan Ong Swee mulai meminta anak asuhnya bermain terbuka. Garis pertahanan pun ditarik setinggi mungkin. Pola 4-4-1-1 berubah menjadi 4-3-3 dengan memasang 3 striker sejajar di depan, sejak Nazirul Aim ditarik dan digantikan Rozaimi.
Menarik dicermati, Nazirul Aim bukanlah seorang pemain sayap. Posisi aslinya adalah fullback kanan, sehingga ia cenderung bertahan ketimbang menyerang. Karenanya wajar saja serangan sayap kiri Malaysia amat mati kutu. Sejatinya posisi ini diisi oleh Ashri bin Chuchu. Namun, banyak pemain sayap Malaysia yang mengalami cedera. Dan Nazirul jadi pilihan terakhir.
Namun hadirnya Nazirul membuat serangan flank kanan Indonesia selalu tumpul. Tugasnya bukan menyerang, tapi menahan Alfin agar tak naik ke depan. Tugas ini berhasil dijalankan. Tapi konsekuensinya adalah serangan sayap Malaysia jadi tumpul, sehingga Nazirul ditarik di babak kedua.
Masuknya Rozaini sangat berpengaruh terhadap Malaysia. Saat menyerang, tiga pemain mereka akan berdiri sejajar di dalam kotak penalti. Tapi Malaysia tetap menjaga kerengganan antara tengah dan depan, dengan bola lebih sering dialirkan melalui umpan-umpan panjang.
Masalah lalu muncul karena Egi tak bagus dalam bertahan. Untuk mengatasi hal ini, Egi lalu ditarik dan digantikan Nelson Alom.
Andik dan Masalah yang tak Pernah Selesai
Keluarnya Egi otomatis membuat Indonesia cenderung bertahan. Para pemain lebih banyak berkutat di tengah dan enggan mendorong bola ke depan. Duet Alom-Pellu sebenarnya cukup tangguh, sehingga tiga gelandang Malaysia kesulitan menembus mereka.
Karena itu, Malaysia kembali mengganti pola permainan. Ong menarik dua pemain di depan untuk bermain cenderung lebih agak ke tengah, dengan hanya menyisakan satu striker di depan.

Pola ini semakin berjalan efektif setelah Mohamad Nazmi Faiz masuk menggantikan Nasir Basharudin. Pergantian ini membuat Malaysia tampil tanpa gelandang bertahan murni. Hal inilah yang (mungkin) menginspirasi RD untuk memasukan Andik Vermasnyah.
Masuknya Andik menggantikan Ramdani diharapkan bisa membuat Indonesia lepas dari kungkungan Malaysia. Tapi apa daya. Kemampuan sepakbola kutak-katik Andik nyatanya malah jadi bumerang.
Setelah Andik masuk, Malaysia memang kerap mengekspolitasi lini yang ditempati Andik. Ini karena Andik selalu telat bertahan setelah menyerang. Padahal, saat masih bermain, Ramdani fasih bertahan.
Gol penyama kedudukan juga berawal dari lini yang mestinya dijaga Andik. Masuknya Andik bagi publik adalah kesalahan. Dan jika ditilik dari segi taktik, memang betul demikian. Jika saja sedikit bersabar, Indonesia mungkin tak perlu bersusah payah dalam adu penalti.
Kesimpulan
Secara taktikal Malaysia lebih unggul. Variasi taktik untuk mengatasi kebuntuan pun berkali-kali diperagakan Kim Ong Swee. Berbeda dengan RD yang begitu-begitu saja.
Kelebihan Malaysia adalah saat mereka memasukkan pemain pengganti, yang mana hal itu amat berpengaruh terhadap tim. Berpengaruh dalam artian positif, yaitu mengubah strategi permainan. Ini berbeda dengan Indonesia yang terkadang malah memperburuk permainan.
Tetapi, dalam sepakbola hasil akhir jadi penentu. Bermain indah dengan taktik njelimet tak menjamin sebuah kemenangan. Persiapan latihan adu penalti yang dilakukan Indonesia pun menunjukkan persiapan yang matang.
Tapi sampai kapan Indonesia menang dengan hanya mengandalkan keberuntungan dari tos-tosan? Segeralah berbenah karena di laga final nanti hanya ada dua pilihan: bisa atau binasa.
===
* Dianalisis oleh @panditfootball . Profil lengkap lihat di sini
(a2s/krs)