Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Detik Insider

    Mengejar Pajak Penggiring Bola

    Doni Wahyudi - detikSport
    Jakarta -

    "Tak ada yang pasti dalam kehidupan ini selain kematian dan pajak". Maka bukan hal yang mengherankan jika Lionel Messi terus dikejar pengadilan Spanyol karena dianggap mengemplang pajak meski kasusnya sudah berlangsung tiga tahun.

    Tidaklah aneh kalau kita orang Indonesia asing dengan jargon tersebut, di mana klub yang mengklaim profesional saja ada yang belum punya NPWP. Tapi di banyak negara (maju), pajak adalah sebuah kepastian. Faktanya memang demikian, tidak seorang pun bisa lolos dari pajak jika dia memang dinyatakan sebagai wajib (bayar) pajak. Di beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat, negara bahkan punya kewenangan untuk masuk ke dalam rekening tabungan Anda di bank dan mengambil sejumlah uang demi melunasi pajak yang tertunggak.

    Pekan lalu pengadilan Spanyol memutuskan Javier Mascherano didakwa hukuman satu tahun karena kasus pajaknya. Proses pengadilan Mascherano jauh lebih cepat dibanding rekan senegara dan seklubnya, Messi, yang sudah dikejar-kejar penuntut pajak Spanyol sejak kasusunya pertama mencuat pada 2013.

    Kalau Mascherano dan Messi yang belakangan sering jadi berita terkait kasus pajak, itu sebenarnya cuma cerita kecil dari masalah pajak pemain sepakbola di Eropa. Di Benua Biru ditemui banyak perkara pajak yang melibatkan pemain, klub, sampai para petingginya. Apa yang terjadi di Italia pekan lalu adalah contoh paling aktual. Dengan skala dan kondisi yang berbeda, Inggris pernah mengalami masalah yang sama, pun begitu dengan Jerman dan Prancis.

    Baca juga: Kasus Penggelapan Pajak Guncang Sepakbola Italia

    Sebagai sebuah industri, sepakbola sudah pasti terkena pajak. Dengan komersialisasi yang luar biasa ke seluruh dunia dan nilainya yang mencapai ratusan juta euro (terutama di liga-liga teratas Eropa), pajak sepakbola adalah sumber pemasukan yang luar biasa besar. Premier League musim 2013/2014 total menyumbang pemasukan pajak sebesar 2,4 miliar poundsterling untuk pemerintah Inggris. Jika dikonversi ke rupiah nilainya adalah Rp 35,6 triliun. Angka itu bahkan melebihi pagu Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan untuk Kementerian Pemuda dan Olahraga RI tahun 2015, yang besarnya Rp 3.034.113.276.000 (Rp 3,034 triliun).

    Pajak Sebagai Daya Tarik Kompetisi Liga

    Daya saing klub, tingkat popularitas liga, besarnya gaji, serta peluang tampil di pentas turnamen tertinggi sering dianggap sebagai faktor utama seorang pemain memutuskan memilih tim dan kompetisi. Siapa sih yang tidak mau main di klub top dan kompetisi domestik terbaik dunia?

    Mungkin kerap dikesampingkan, tapi besarnya pajak juga memberi pengaruh besar sebelum seorang pemain membubuhkan tanda tangannya di atas kontrak. Ini terutama berlaku untuk pemain yang baru mencicipi sepakbola profesional - atau mereka yang justru tengah menapaki jalan menuju masa pensiun. Meski mereka yang sudah punya nama besar juga tetap berupaya menghindari pajak tinggi.

    "Perpindahan Zlatan Ibrahimovic ke Paris Saint Germain nyaris gagal beberapa tahun lalu karena besarnya pajak yang harus dia bayarkan. Jadi itu jelas masalah yang besar yang mereka (pemain) pertimbangkan. Kadang jika Anda ingin kena sedikit pajak maka Anda harus bermain di tempat yang kurang menarik, seperti Rusia atau China. Pemain ingin mendapatkan jaminan (keuangan) untuk keluarganya dan untuk dana pensiun di sisa hidupnya. Beberapa dari mereka rela membuat pengorbanan besar ini dalam hal klub mana yang mereka perkuat demi mendapatkan ini," terang Tom Brookes, seorang agen yang juga menjabat sebagai direktur pelaksana International Football Management.

    Maka adalah sebuah pilihan yang logis dan juga ekonomis saat banyak pesepakbola asal Amerika Selatan, Asia, atau Afrika memilih negara-negara Eropa dengan tingkat pajak rendah sebagai batu pijakan. Dari situ mereka berharap bisa melompat ke kompetisi yang lebih baik, dengan gaji serta bonus lebih besar, dan bersiap juga membayar pajak yang lebih banyak.

    Penelitian yang dilakukan The National Bureau of Economic Research di 14 negara Eropa menunjukkan kalau pesepakbola punya kecenderungan untuk memilih negara yang punya pajak relatif rendah.

    Salah satu negara Eropa dengan pajak sepakbola paling kecil adalah Turki, yakni sebesar 15%. Di Turki, pemain sepakbola dikenai pajak yang lebih rendah dibanding pekerja di sektor publik lainnya (27%). Dengan kebijakan seperti itu Turki Super League kedatangan banyak pemain top Eropa dalam beberapa tahun terakhir - terlepas dari fakta bahwa mereka sudah beranjak tua dan daya saingnya yang mulai menurun. Sebelum Lukas Podolski, Robin van Persie dan Luis Nani, sudah ada Dirk Kuyt, Oscar Cardozo, Wesley Sneijder, Fernando Muslera, Stephane Mbia, Ryan Babel, Ricardo Quaresma, Guti Hernandez, Roberto Carlos, Florent Malouda, Raul Meireles, Manuel Fernandes dan Felipe Melo yang memilih datang ke negara perbatasan Asia dan Eropa itu.

    Tapi Turki bukan negara Eropa dengan pajak pendapatan paling rendah. Turki masih kalah dari Bulgaria yang mengenakan pajak sebesar 10% untuk pemain profesional di liganya. Negara Eropa lain dengan nilai pajak yang rendah namun punya liga yang relatif kompetitif adalah Rusia. Pajak maksimal untuk pemain di Liga Rusia adalah 13%.

    Demi menarik minat pemain-pemain terbaik dunia datang ke kompetisinya, beberapa negara memutuskan memberi kompensasi keringanan pajak justru pada pemain asing. Turki, sebagaimana disebut di atas, adalah salah satunya. Negara lain yang (pernah) melakukannya adalah Spanyol, melalui kebijakan yang populer dengan sebutan 'Beckham Law'.

    'Beckham Law' sebenarnya hanya istilah dari sebuah aturan pajak yang pada awalnya diterbitkan untuk menarik pekerja dengan skill khusus serta atlet dari berbagai cabang olahraga (yang kaya raya) untuk datang dan tinggal di Spanyol. Adalah La Liga Primera yang kemudian mendapatkan banyak keuntungan dari aturan tersebut, di mana Beckham menjadi salah satu atlet pertama yang dapat keuntungan dari aturan tersebut.



    Diterbitkan pertama kali pada Juni 2005, 'Beckham Law' membuat para pemain asing di Spanyol dikenakan pajak flat yang besarnya hanya 24,75% saja. Padahal mereka seharusnya bisa dikenakan pajak progresif yang besarnya 24% sampai 43%. Kebijakan tersebut hanya berusia lima tahun dan sudah dicabut pada 2010 lalu. Saat 'Beckham Law' diberlakukan, jumlah pemain asing di Spanyol mengalami peningkatan sangat besar, dan di waktu bersamaan jumlah pemain asing di Italia menurun. Kepindahan Cristiano Ronaldo dari Manchester United (pajak 50%) ke Real Madrid (pajak 24,75%) jelas dipengaruhi juga oleh pajak.

    Negara lain yang pernah menerapkan kebijakan pajak lebih rendah untuk pemain asing adalah Denmark (1991) dan Belgia (2002). Di bawah skema pajak khusus tersebut, pesepakbola yang bermain di Denmark dikenakan pajak flat sebesar 30% untuk tiga tahun pertama. Angka tersebut lebih rendah dibanding pajak maksimal yang besarnya mencapai 51,5%. Monaco malah lebih ekstrim lagi karena menerapkan 0% untuk pajak pendapatan. Kondisi ini sempat menjadi perdebatan panas di Prancis karena pemain-pemain yang berlaga di Ligue 1 terkena pajak sangat tinggi sementara penggawa AS Monaco menikmati pajak 0% dari pemerintahnya.

    Pajak di Lima Kompetisi Teratas Eropa

    Aturan main dan besarnya pajak di setiap negara tidak ada yang sama. Di antara lima kompetisi domestik teratas Eropa, Prancis jadi negara dengan jumlah pajak terbesar, diikuti Jerman, Italia, Spanyol, dan terakhir Inggris. Pada prinsipnya, prosentase besarnya pajak di masing-masing negara juga berbeda berdasarkan jumlah pendapatan yang mereka terima. Jadi semakin besar gaji yang didapat, semakin tinggi pula prosentase pajaknya.

    Jika dihitung berdasarkan pajak maksimal yang bisa dikenakan pada seorang pemain, maka Liga Prancis adalah yang paling besar yakni sebesar 75%. Pajak sebesar itu dikenakan pada mereka yang memiliki gaji tahunan di atas 1,28 juta poundsterling. Sementara bagi yang pendapatannya di berada di antara 193 ribu poundsterling sampai 1,28 juta poundsterling pajaknya 'cuma' 45%.

    Berikut skema pajak di lima kompetisi teratas Eropa

    Tabel Pajak Pendapatan di Prancis (dalam euro)

    Tax ratePendapatan minimal (tahunan)Pendapatan maksimal (tahunan)
    45%193.0001.280.000
    75%1.280.000 


    Tabel Pajak Pendapatan di Jerman (dalam euro)

    Tax RatePendapatan minimal (tahunan)Pendapatan maksimal (tahunan)
    14-24% 8.004,0113.469,00
    24-42% 13.469,01 52.881,00
    42-45% 52.881,01 250.730,00
    45% 250.730,00 -


    Tabel Pajak Pendapatan di Italia (dalam euro)

    Tax RatePendapatan minimal (tahunan)Pendapatan maksimal (tahunan)
    23%-15.000,01
     27% 15.000,01 28.000,01
     38% 28.000,01 55.000,01
     41% 55.000,01 75.000,01
     43% 75.000,01 -


    Tabel Pajak Pendapatan di Spanyol (dalam euro)

    Tax RatePendapatan minimal (tahunan)Pendapatan maksimal (tahunan)
    24,75%-17.707,20
    30% 17.707,2033.007,20
     40% 33.007,2053.407,20 
     47% 53.407,20120.000,20 
     49% 120.000,20175.000,20 
     51% 175.000,20300.000,20 
     52% 300.000,20-


    Tabel Pajak Pendapatan di Inggris Raya (dalam euro)

    Tax RatePendapatan minimal (tahunan)Pendapatan maksimal (tahunan)
    20%-32.011,01
    40%32.011,01150.000,01
    45%150.000,01  -


    Pajak yang tersebut di atas adalah gambaran umum di masing-masing negara, karena pada praktiknya ada detil yang lebih rumit. Di Spanyol, misalnya, terdapat 12 wilayah otonomi di mana masing-masing wilayah punya kebijakan dan aturan sendiri soal besarnya pajak dan kriteria wajib pajak.

    Besarnya pajak seperti disebut di atas juga baru terbatas pada gaji yang diterima pemain dari klubnya. Belum termasuk pajak-pajak lain dari penghasilan di luar gaji.

    Her Majesty's Revenue and Customs (HM Revenue and Customs atau disebut juga dengan HMRC), sebuah departemen non-kementrian di Inggris yang diberi kewenangan memungut pajak, menetapkan pajak-pajak yang bisa dikenakan pada pesepakbola di Inggris Raya. Setidaknya ada 8 jenis pajak berbeda yang bisa dikenakan pada seorang pemain. Pajak-pajak tersebut adalah: pajak gaji, pajak bonus berdasarkan pertandingan, pajak fee kontrak baru, pajak pembagian tranfer fee, pajak dari bonus dan penampilan pemain di laga-laga testimonial, pajak royalti, pajak pendapatan yang diterima saat membela negara (Inggris, Skotlandia, Wales dan Irlandia Utara), dan pajak pemusnahan kontrak.

    Jika melihat tabel skema pajak di atas, itu artinya Wayne Rooney yang gaji bulanannya sebesar 1,2 juta poundsterling (Rp Rp 23,35 miliar) setiap bulan harus membayar pajak sebesar 540 ribu poundsterling (Rp 10,5 miliar). Sementara Daniele De Rossi yang merupakan pemain dengan gaji tertinggi di Italia (6,5 juta euro setahun) harus membayar pajak 232.916 euro per bulan (Rp 3,5 miliar).

    Messi, Mascherano dan Kasus 'Pengemplang' Pajak Lainnya

    Dalam setidaknya tiga tahun terakhir, Barcelona menjadi klub yang paling banyak jadi pemberitaan terkait masalah pajak pemain-pemainnya. Messi jadi yang pertama harus berurusan dengan penuntut pajak di Spanyol setelah dia dituding menggelapkan pajak dari image rights. Kasus ini otomatis menyeret ayah Messi yang menjadi mengelola manajemennya. Setelah mulai bergulir sejak tahun 2013 lalu, kasusnya masih terus berlanjut hingga kini. Messi, ayahnya, dan juga pengacara mereka membantah telah melakukan perbuatan melanggar hukum.

    Pajak: Lawan yang Bikin Messi Mati Kutu

    Berikutnya adalah Neymar. Pada kasus Neymar, manajemen Barcelona dituding ikut terlibat. Caranya adalah dengan menutipu harga beli Neymar dari Santos. Dengan nilai transfer yang lebih rendah maka pajak yang harus dibayarkan juga lebih murah. Sama seperti Messi, kasus pajak Neymar ini masih akan terus berjalan. Bintang asal Brasil itu malah sudah dapat konseskuensi hukum lantaran beberapa asetnya di Brasil dibekukan.

    Yang terbaru adalah Javier Mascherano. Gelandang asal Argentina ini malah sudah dijatuhi hukuman satu tahun oleh pengadilan. Mascherano dituduh tidak melaporkan pemasukan yang dia terima dari image rights di tahun 2011 dan 2012. Total pajak yang tidak dibayarkan Mascherano di dua tahun itu adalah 1,5 juta euro (Rp 22,233 miliar)



    Kenapa begitu banyak pemain Barcelona tersangkut masalah pajak? Sebenarnya tidak juga. Saat ini penuntut pajak di Spanyol telah memburu beberapa nama lain yang dianggap abai membayarkan pajaknya, di mana salah satunya adalah Xabi Alonso saat masih bermain di Real Madrid (kini sudah memperkuat Bayern Munich). Bahkan Putri Cristina Federica yang merupakan anak perempuan termuda Raja Juan Carlos I dan Ratu Sofía juga tersangkut masalah pajak dan juga akan dihadapkan ke pengadilan.

    Seperti disebutkan sebelumnya di atas, upaya menghindari membayar pajak jadi hal yang banyak ditemui di Eropa. Silvio Berlusconi beberapa tahun lalu sempat mengatakan kalau tingginya pajak di Italia membuat upaya menghindari pajak menjadi sebuah 'natural right' (hak alami) buat banyak orang. Dan faktanya memang begitu, semakin tinggi tingkat pajak maka semakin besar jumlah orang yang menghindari kewajiban membayarnya.

    Hingga beberapa tahun lalu, Spanyol menjadi salah satu negara Eropa dengan tingkat 'Shadow Economy' tertinggi yakni mencapai 19,3%. Sementara di Italia sebesar 22,3% dan Yunani menjadi yang terbesar dengan angka 25,1%. 'Shadow Economy' adalah sebuah istilah yang menggambarkan sebuah area yang tidak mampu dicapai oleh pemungut pajak. Dengan kata lain: potensi pajak yang gagal didapatkan.

    Masih besarnya 'Shadow Economy' itulah yang kemudian membuat pemerintah Spanyol mengambil kebijakan untuk memerangi pengemplang pajak, yang makin giat dilakjukan sejak 2012 lalu. Spanyol perlu mengambil tindakan yang lebih tegas karena pemasukan dari sektor publik mengalami defisit sebagai akibat dari krisis yang menghantam Eropa sejak 2008 lalu.


    =====

    * Penulis adalah redaktur detiksport. Akun twitter @doniwahyudi_

    (din/a2s)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game