Membedah Kekuatan PSG yang Berpotensi Menjuarai Liga Champions

Memiliki banyak pemain hebat memang berpotensi memiliki skuat yang bisa menjuarai liga dan turnamen. Hal itu bisa kita lihat dari apa yang terjadi dalam tubuh Barcelona, Real Madrid, Bayern Munich, Juventus, atau Manchester City.
Tapi, memiliki banyak pemain hebat tak serta-merta bakal menjadi tim kuat. Dibutuhkan peran pelatih untuk menyinergikan para pemain hebat tersebut untuk bermain sebagai sebuah kesatuan, karena bagaimanapun sepakbola adalah olahraga tim bukan olahraga perorangan.
Hanya saja jika berbicara kedigdayaan Paris Saint-Germain, maka ada anggapan bahwa timpangnya skuat yang dimiliki PSG dengan kesebelasan Ligue 1 lainnya menjadi alasan mengapa PSG begitu superior di liga di samping skuat yang dihuni banyak pemain berkualitas papan atas. Alasan itu bisa jadi benar, tapi tidak sepenuhnya benar.
Setelah diakuisisi Qatar Sports Investment pada 2011, PSG dilatih oleh Carlo Ancelotti. Beberapa pemain hebat yang didatangkan Ancelotti kala itu adalah Diego Lugano, Maxwell, Blaise Matuidi, Salvatore Sirigu, Thiago Motta, dan Javier Pastore.
Namun dengan nama-nama di atas, Ancelotti gagal menjadi juara Ligue 1. PSG pada musim 2011/2012 hanya finis di urutan kedua. Yang menjadi juara adalah Montpellier, dengan skuat yang secara kualitas individu pemainnya tak lebih hebat dari PSG ataupun Olympique Lyon. Ancelotti baru mengantarkan PSG juara pada musim keduanya setelah mendatangkan Zlatan Ibrahimovic, Thiago Silva, Marco Verratti, Ezequiel Lavezzi, dan Lucas Moura.
Laurent Blanc, yang mendapat skuat hebat limpahan Ancelotti pada musim 2013/2014 menyadari betul hal ini. Dua musim sudah PSG menjuarai Ligue 1 bersama Blanc. Musim ini, musim ketiga Blanc, PSG tengah berada di jalur yang benar untuk meraih trofi Ligue 1 keempat beruntun PSG.
Namun sehebat apapun PSG di kancah domestik, kesebelasan asal kota Paris ini kurang superior kala berlaga di Liga Champions. Pada tiga musim terakhir, mereka selalu terhenti di babak perempat final. Maka yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah PSG musim ini sudah memiliki kekuatan untuk menjungkalkan kesebelasan-kesebelasan top Eropa di Liga Champions?
Pemain Baru Membuat PSG Lebih Baik dari Musim Lalu
Musim ini pun trofi juara Ligue 1 tampaknya akan kembali singgah ke kesebelasan yang bermarkas di Stade des Princes ini. Setelah melalui putaran pertama, PSG nyaman duduk di puncak klasemen. Dalam 19 laga, PSG meraih 51 poin dan unggul 19 poin dengan peringkat kedua sementara, AS Monaco.
PSG belum pernah kalah sekalipun di liga. 16 kemenangan yang telah diraih dilengkapi dengan tiga hasil imbang. Gol yang dicetak 48 kali, terbanyak di antara lima liga top Eropa di kompetisi liga, berbanding jauh dengan jumlah kebobolan yang hanya sembilan kali.
Penampilan impresif dalam setengah musim ini memang mencerminkan bahwa PSG telah menjadi lebih kuat dibanding musim lalu. Musim lalu, setelah menjalani paruh musim pertama, PSG berada di peringkat ketiga dengan 10 kemenangan, delapan kali seri, serta satu kekalahan.
Menyebut Ligue 1 musim ini tak lebih kompetitif dibanding musim lalu adalah kekeliruan. Olympique Marseille yang tertahan di peringkat ke-10 dan Olympique Lyon di peringkat kesembilan adalah bukti bahwa kesebelasan Ligue 1 lain mulai kompetitif. Jangan lupakan pula Caen dan kesebelasan promosi Angers yang konsisten berada di papan atas.
Peningkatan kualitas skuat PSG memang terjadi pada musim ini; Dan itu berkat Blanc yang dengan cermat dalam mendatangkan pemain baru. Para pemain baru yang didatangkan pada bursa transfer musim panas lalu, menyempurnakan skuat PSG pada musim lalu.
Angel Di Maria menjadi pemain termahal PSG yang didatangkan pada musim ini. Didatangkan dari Manchester United, kedatangannya memberikan dimensi baru di sisi sayap kesebelasan berjuluk Les Parisiens ini. Dari 20 pertandingan yang sudah dijalaninya musim ini, ia mencetak sembilan assist dan sembilan gol.
Di Maria menjadi satu-satunya pemain baru yang didatangkan untuk meningkatkan kualitas serangan. Sementara itu, di lini pertahanan, Blanc mendatangkan tiga pemain baru. Ketiganya adalah Layvin Kurzawa, Benjamin Stembouli, dan Kevin Trapp.
Trapp menjadi pemain baru PSG lainnya yang memberikan dampak signifikan. Disiapkan sebagai pelapis Sirigu di bawah mistar, penampilan Trapp ternyata mampu menggeser kiper asal Italia tersebut ke bangku cadangan.
Dari 24 penampilan, kiper asal Jerman tersebut hanya kebobolan di delapan pertandingan saja. Bordeaux menjadi satu-satunya kesebelasan yang mencetak dua gol ke gawangnya dalam satu pertandingan.
Sedangkan Kurzawa membuat serangan di sisi kiri lebih seimbang. Bek kiri yang sebelumnya bermain di AS Monaco ini memiliki kualitas sepadan dengan Maxwell yang sebelum menjadi bek kiri utama PSG. Berbeda dengan Lucas Digne, cadangan Maxwell pada musim lalu, Kurzawa memiliki jam terbang yang cukup dan bisa diandalkan di pertandingan-pertandingan penting.
Kehadiran para pemain baru membuat PSG memiliki kedalaman skuat yang mumpuni. Ketika beberapa pemain andalan dibangkucadangkan untuk menjaga kebugaran, pemain lainnya dapat menggantikannya dengan baik. Misalnya saja Lucas Moura dan Di Maria yang bergantian di sisi kanan PSG ketika di Ligue 1.
Agresif Ketika Bertahan
Dengan para pemain baru ini pula Blanc mengubah pola permainan PSG menjadi lebih agresif. Perlu dicatat, menurut Squawka, PSG saat ini menjadi kesebelasan dengan rataan penguasaan bola tertinggi di Eropa, 60% (Bayern 59%, Barcelona, 59%, Fiorentina 58%, dan Napoli 58%).
Rataan penguasaan bola tertinggi ini dihasilkan dari skema permainan yang menekan pertahanan lawan ketika lawan menguasai bola dengan tekel agresif. PSG menaikkan garis pertahanannya untuk merapatkan jarak antar pemainnya.
Para pemain terdepan PSG mengarahkan bola serangan lawan ke area tengah lapangan. Hal ini dilakukan karena di tengah terdapat pemain-pemain seperti Thiago Motta, Matuidi, dan Verratti yang cukup handal dalam merebut bola. Ketiganya memiliki catatan tekel terbanyak PSG (62, 56, dan 54 secara berurutan) setelah Serge Aurier (69 kali).
Skema seperti ini membuat serangan lawan mudah terhenti di tengah. Para pemain tengah kesulitan untuk mengalirkan bola ke lini serang. Bahkan dengan bola yang terebut sejak lini pertahanan lawan, PSG bisa dengan cepat melancarkan serangan.
[Grafis tekel PSG di beberapa pertandingan Ligue 1. Sumber: WhoScored.com]
Pada gambar di atas, yang ditandai bulatan merah adalah aksi tekel PSG yang menunjukkan mereka begitu agresif di lini pertahanan lawan. Warna biru adalah ketika PSG menyerang ke arah sebelah kiri, dan warna oranye adalah ketika PSG menyerang kea rah sebelah kanan.
Sekilas taktik ini seperti gegenpressing. Namun yang dilakukan para pemain PSG adalah zonal marking, bukan man-to-man marking seperti yang dilakukan pada gegenpressing. Pressing dilakukan untuk mengarahkan pemain lawan ke tengah (lihat gambar di bawah).
[Situasi pressing PSG ketika menghadapi Troyes, tujuh pemain PSG ada di area pertahanan Troyes]
Dengan pertahanan seperti ini, Trapp yang menjadi kiper utama PSG hanya kebobolan 10 kali dari 24 penampilan. Skema ini terbukti ampuh dan setiap pemain PSG mampu dengan benar menjalankan instruksi dari Blanc.
Di Maria sebagai Penyempurna Skema Serangan
PSG sering berhasil mencetak gol ketika melakukan pressing di lini pertahanan lawan. Bagaimana cara mereka mencetak banyak gol saat harus membangun serangan secara mandiri?
Jika pun harus membangun serangan dari lini pertahanan, PSG memiliki kemampuan untuk memancing lini pertahanan lawan untuk menaikkan garis pertahanan mereka. Setelah menemukan momentum, bola akan diberikan pada Di Maria atau Verratti untuk kemudian memberikan operan terobosan atau pin point pass entah itu ke area flank ataupun langsung ke area kotak penalti di belakang garis pertahanan lawan.
Di sini peran Di Maria memang menjadi penting bagi skema serangan PSG. Di Maria memiliki visi dan akurasi operan yang mumpuni. Bermain di sayap, ia bisa memosisikan diri sebagai pemberi umpan bagi lini depan ataupun sebagai penyelesai akhir serangan di sayap.
Kemampuan yang dimiliki Di Maria itu lebih baik dari yang dimiliki oleh Lucas dan Lavezzi. Lucas dan Lavezzi lebih bermain maksimal ketika dijadikan sebagai penyelesai akhir serangan atau inside forward. Sementara untuk pemain yang difungsikan sebagai inside forward, terdapat Edinson Cavani.
Keterampilan Di Maria dalam melepaskan operan akurat dari sayap yang bisa melayani Cavani dan Ibrahimovic sebagai penyelesai serangan membuat lini serang PSG memiliki variasi serangan lain. Hal ini yang menyebabkan Lucas hanya dipasang sebagai starter di Ligue 1 sementara Lavezzi mulai kehilangan tempatnya di PSG.
Di Maria sendiri menjadi pemain yang diandalkan PSG di Liga Champions. Dari enam laga di babak grup, Di Maria selalu diturunkan sejak menit pertama. Di Ligue 1, ia baru bermain sebanyak 14 kali yang dua di antaranya masuk sebagai pemain pengganti.
Maka bisa dibilang, Blanc merotasi pemainnya di kompetisi domestik agar ketika bermain di Liga Champions, para pemain terbaiknya cukup fit dan terhindar dari risiko cedera. Alhasil, di Liga Champions PSG hanya kebobolan satu gol dan mencetak 12 gol.
Yang perlu diketahui, 12 gol tersebut dicetak dari empat pertandingan yaitu dua kali menghadapi Malmo, dan dua kali menghadapi Shakhtar Donetsk. Sementara ketika menghadapi Real Madrid, PSG gagal mencetak gol setelah bermain imbang 0-0 dan kalah 0-1.
Meskipun begitu catatan ini bisa dibilang lebih baik dibandingkan musim lalu. Meski saat tergabung bersama Barcelona, Apoel Nicosa, dan Ajax Amsterdam, poin yang diraih PSG sama seperti babak grup musim ini (empat kemenangan, satu kali kalah dan satu kali seri), tapi kekuatan PSG tidak terlalu konsisten.
Musim lalu, PSG sempat mengalahkan Barca dengan skor 3-2. Namun pada kesempatan lain, mereka ditahan imbang Ajax 1-1 dan bersusah payah mengalahkan Apoel (1-0). Sementara pada musim ini, PSG dengan mantap mengalahkan Malmo (2-0 dan 5-0) dan Shakhtar (3-0 dan 2-0).
Saat menghadapi Real Madrid, PSG memang gagal menang (0-0 dan 0-1). Namun secara permainan, PSG memperlihatkan bahwa kualitas mereka telah setara dengan Madrid di mana pertandingan berjalan sama kuat dan berlangsung alot. Hal ini tentunya menunjukkan konsistensi permainan mereka sepanjang paruh pertama musim ini.
Kesimpulan
Skuat PSG musim ini telah dipersiapkan secara matang oleh Blanc. Para pemain baru membuat Blanc bisa merotasi para pemainnya di Ligue 1 agar ketika tampil di Liga Champions pada pemain terbaiknya memiliki kebugaran yang fit.
Hasilnya bisa dilihat di mana PSG mencetak 12 gol dan hanya kebobolan satu gol. Torehan kebobolan satu gol tersebut merupakan yang tersedikit di Liga Champions musim ini. Hal ini juga menunjukkan bahwa lini pertahanan mereka sangat kokoh, dengan duet David Luiz-Thiago Silva plus ketangguhan Trapp di bawah mistar.
Di babak 16 besar, PSG akan menghadapi Chelsea yang tengah menjalani musim yang mengecewakan musim ini. Hal ini akan membuat skuat berjuluk The Blues tersebut memperkuat skuatnya dengan pembelian di bursa transfer musim dingin. Namun dengan kedalaman skuat dan konsistensi permainan PSG baik di Ligue 1 maupun di Liga Champions, jangan ragu untuk memasukkan PSG sebagai kandidat juara Liga Champions musim ini. Ataupun jika gagal menjadi juara, pencapaian Liga Champions mereka musim ini akan lebih baik dari tiga musim sebelumnya yang selalu terhenti di babak perempatfinal.
====
*dianalisis oleh @ardynshufi dari @panditfootball.