Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Tactics

    Ini Cara Pochettino Merevolusi Sepakbola Inggris Melalui Tottenham Hotspur

    Pandit Football Indonesia - detikSport
    Jakarta -

    Tottenham Hotspur menyuguhkan permainan yang amat memikat di musim ini. Mauricio Pochettino harus ditunjuk sebagai kunci keberhasilan Spurs sejauh ini.

    Penggemar klub berjulukan The Lilywhites ini pasti bangga saat disebutkan bahwa tim kesayangan mereka memiliki banyak pemain muda. Usia rata-rata pemain mereka adalah 24 tahun 7 bulan, atau yang termuda di Liga Primer.

    Selain itu Spurs juga memiliki banyak pemain Inggris. Sebanyak 5 pemain masuk tim nasional untuk pertandingan persahabatan melawan Jerman (26/03) dan Belanda (29/03).

    Taktik Counterpressing

    Mempelajari taktik Spurs sangatlah menarik. Satu hal pertama yang terlihat dari Pochettino adalah ia ingin timnya menutup ruang secara intensif ketika timnya kehilangan bola. Ini dikenal dengan istilah counterpressing.

    Salah satu kunci taktik ini adalah transisi secepat kilat ke mindset bertahan ketika penguasaan bola hilang. Yang paling kelihatan, saat asyik menyerang, jika bola lepas, kedua full-back tanpa basa-basi langsung berlari turun (lihat gambar 2).

    Catatan yang perlu ditekankan adalah jangan samakan counterpressing dengan pressing mambabi-buta ketika kehilangan bola.

    Ada empat momen utama dalam sebuah pertandingan sepakbola, yaitu ketika sebuah tim menguasai bola, ketika lawan menguasai bola, dan dua buah transisi di antaranya keduanya.

    Inti counterpressing adalah tim harus terstruktur dan terorganisir ketika mereka menguasai bola, sehingga saat kehilangan penguasaan, mereka bisa melakukan pressing secara efisien (bukan secara cepat dan membabi buta).

    Tidak bermain melebar

    Sebuah kesebelasan yang jarak antarpemainnya tidak terlalu besar akan mampu melakukan counterpress lebih efektif. Menjaga jarak sekecil mungkin akan membuat lapangan menjadi sempit.

    Inilah kenapa Poch secara tidak langsung tidak menyukai pemain sayap. Aaron Lennon terbuang, begitupun Andros Townsend. Padahal keduanya bisa dibilang adalah pemain yang berpengaruh di Spurs. Hal ini sangat logis, karena masalah yang umum ketika sebuah tim bermain melebar adalah ketika kehilangan bola, area yang harus setiap pemain cover akan menjadi semakin luas.

    [Baca juga: Poch, Oh Poch]

    Poch memang secara umum gemar memakai 4-2-3-1 atau 4-3-3, yang sudah ia pakai sebanyak 29 kali (dari total 31 pertandingan) pada Liga Primer musim ini. Ada angka 3 yang menandakan adanya pemain sayap kanan dan kiri. Namun, Poch lebih suka menyebut sayapnya tersebut sebagai penyerang yang melebar (wide attacker).


    [Gambar 1. Struktur Tottenham ketika menguasai bola]

    Poch menjaga lebar lapangan dengan bek sayapnya (biasanya Kyle Walker dan Danny Rose), yang menyediakan permainan yang lebih melebar, sementara kedua wide attacker-nya akan bergeak ke sisi yang lebih dalam.

    Peran kunci, selain wide attacker dan bek sayap, pada taktik ini adalah gelandang bertahan. Peran itu di musim ini ada pada Eric Dier. Ia akan diam di posisi di depan kedua bek tengah, dan seketika mungkin ketika bola dikuasai lawan, ia akan turun menciptakan skema tiga bek.


    [Gambar 2. Struktur Tottenham ketika menghadapi serangan balik]

    Ini yang membuat Spurs sangat sulit diserang balik menuju area melebar. Jan Vertonghen (atau sekarang adalah Kevin Wimmer), Toby Alderweireld, atau Dier sendiri yang akan menyambut bola counter attack di sisi lapangan tersebut.

    Yang menjadi penting bagi Spurs adalah otomatis fokus mereka untuk menyerang dari tengah. Mereka melakukannya sebanyak 44% selama musim ini.

    Kenapa ini menjadi penting? Karena jika mereka melakukannya dari tengah, mereka jadi lebih puya banyak opsi mengoper: ke samping kanan, kiri, depan, atau ke belakang. Sebanyak 426 operan mereka (82%) adalah operan pendek. Ketika kehilangan bola juga mereka akan lebih mudah "mengerubungi" lawan.

    Wide attacker yang juga menjadi pengoper ulung

    Permainan Poch juga butuh pengoper yang cerdik, seperti Christian Eriksen (6 gol dan 8 assist) dan Bamidele Alli (7 gol dan 9 assist). Secara tipikal, jika Eriksen atau Alli mendapat bola di posisi yang lebih dalam, ia akan melakukan operan ke depan. Namun, saat mendapat bola di sepertiga lapangan terakhir, mereka hampir pasti memainkan bola secara lateral menuju sisi seberangnya.


    [Gambar 3. Grafik operan Christian Eriksen saat Spurs menang 3-0 atas AFC Bournemouth (20 Maret 2016). Sumber: FourFourTwo Stats Zone]

    Ini bukanlah kejutan. Cara yang sama juga dilakukan Poch waktu di Southampton, yaitu dijalankan oleh Adam Lallana. Mereka jarang mencoba melakukan tusukan ke tengah dengan dribel atau tembakan langsung. Tapi mereka mencoba untuk terus membuat bola bergerak, membuka pertahanan lawan secara lateral, dan menciptakan ruang untuk para penyerang (Harry Kane dan wide attacker lainnya) untuk melakukan lari vertikal di antara pertahanan lawan.

    Hasilnya adalah 42 dari 56 gol Spurs dihasilkan dari posisi penyerang dan wide attacker.

    Penyerang tengah yang tidak di selalu di tengah

    Satu kunci lainnya dari permainan Spurs adalah Harry Kane yang sudah mencetak 21 gol dari 31 pertandingan (tidak pernah absen). Ia adalah pemain yang paling banyak melakukan tembakan di Liga Primer dengan 4,1 tembakan per pertandingan.

    Kane bisa dibilang bukan merupakan penyerang murni. Begitu juga dengan kedua wide attacker mereka, biasanya di antara Eriksen, Alli, Son Heung-min, Erik Lamela, atau Nacer Chadli. Kane sendiri lebih sering melakukan pergerakan melebar untuk menerima bola atau melakukan operan satu-dua dengan cepat dengan bek sayap maupun wide attacker. Sewaktu Poch di Southampton, Rickie Lambert dan Jay Rodriguez sering memerankan peran serupa.


    [Gambar 4. Grafik operan yang diterima Harry Kane saat Spurs menang 3-0 atas AFC Bournemouth (20 Maret 2016). Sumber: FourFourTwo Stats Zone]

    Dari seluruh penyerang yang dikembangkan oleh Poch, mulai dari Lambert sampai Kane, mereka mayoritas menerima bola jika tidak di posisi sayap, ya, di dalam kotak penalti (lihat gambar 4). Ia tidak pernah memiliki penyerang tradisional dengan arketipe si nomor sembilan.

    Jangan heran jika nantinya Son dan Clinton N'Jie akan melakukan hal yang sama ketika mereka berdua sudah "nyetel". Mereka berdua adalah penyerang versatile (serba bisa) yang bisa bermain sebagai penyerang maupun pemain sayap.

    Inilah kenapa Saido Berahino sangat sering digosipkan ke Spurs baik dalam jendela transfer musim panas, musim dingin, dan bahkan musim panas lagi nantinya. Berahino adalah tipikal penyerang seperti ini, penyerang yang pas untuk Poch, bahkan lebih "nyetel", di atas kertas, daripada Kane.



    Kesimpulan

    Bisa dibilang Poch adalah pelatih terbaik di Liga Primer saat ini. Bukan hanya baik untuk Spurs, tetapi juga timnas Inggris.

    Spurs sudah menjadi kesebelasan termuda di Liga Primer. Setelah lama berada di bawah radar, musim ini adalah musim di mana Spurs sangat menghibur dan meyakinkan. Mereka bisa saja menjadi juara jika Leicester City tidak bermain sekonsisten musim ini.

    Spurs adalah anti-tesis dari Leicester City yang memainkan counter attack. Gol mereka dari counter attack hanya satu buah saja, sementara 34 (61%) berasal dari permainan terbuka, sisanya 16 eksekusi bola mati dan 5 penalti.

    Tidak seperti Leicester yang berpotensi "one-hit-wonder" (hanya bagus di musim ini saja), Spurs sedang dalam perjalanannya menuju kesebelasan papan atas Liga Primer, dengan catatan pelatih mereka tetap Pochettino dan pemain-pemain mereka tidak "dipreteli" kesebelasan lain musim depan.



    Bagi Tottenham Hotspur, finis di atas Arsenal bisa jadi merupakan "suratan takdir" alih-alih "ekspektasi buta" mulai musim ini.


    =====

    * Penulis biasa menulis soal sport science untuk situs @panditfootball, beredar di dunia maya dengan akun @dexglenniza

    (a2s/krs)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game