Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Tactics

    Jelang Liga Inggris 2016/2017

    Spurs Berpotensi Terlempar dari Zona Eropa

    Dex Glenniza - detikSport
    Foto: Action Images via Reuters / Adam Holt Foto: Action Images via Reuters / Adam Holt
    Jakarta - Tanya kepada pendukung Tottenham Hotspur tentang penampilan Spurs musim lalu, apakah mereka puas atau kecewa? Umumnya mereka sangat puas, tapi pada akhirnya kecewa. Seperti suratan takdir, Spursy sekali.

    Spurs menduduki peringkat ketiga di klasemen akhir Liga Primer Inggris. Ini adalah finis terbaik mereka sepanjang sejarah Liga Primer. Seharusnya mereka bangga.

    Namun, mereka kembali harus berada di bawah rival terbesar mereka, Arsenal. Sebenarnya bukan finis di bawah Arsenal yang membuat para pendukung Spurs kesal, melainkan cara mereka tergeser dari posisi runner-up liga di laga-laga terakhir.

    Sepanjang musim lalu, The Lilywhites memulai liga dengan lambat. Tapi selang beberapa bulan, mereka berhasil memenangi 20 pertandingan dan hanya kalah 3 kali saja.

    Penampilan mereka musim lalu secara umum menunjukkan penampilan laiknya sebuah kesebelasan juara. Ya, untuk pertama kalinya, musim lalu Spurs menjadi kandidat juara liga. Jika bukan karena Leicester City, mungkin Spurs sudah menjadi kandidat paling kuat untuk juara di saat banyak kesebelasan langganan papan atas sedang "sakit flu".

    Banyak hal menarik yang membuat Spurs bisa tampil gemilang musim lalu. Kita bisa menyebut mulai dari kejeniusan taktik Mauricio Pochettino, Harry Kane yang berhasil memenangkan gelar sepatu emas (pencetak gol terbanyak), Bamidele Alli yang tampil apik, Hugo Lloris yang cekatan di bawah mistar gawang, Toby Alderweireld yang konsisten di lini belakang, Christian Eriksen yang memanjakan rekan-rekannya dengan umpan-umpannya, dan banyak alasan lainnya.

    Spurs adalah satu-satunya kesebelasan yang mampu memberikan perlawanan sengit kepada Leicester (karena sejujurnya Arsenal tidak, meskipun The Gunners pada akhirnya bertengger di posisi kedua) sampai pada empat pertandingan terakhir di liga.

    Di empat pertandingan terakhir, Spurs seperti kehilangan arah. Mereka bermain imbang dengan West Bromwich Albion dan Chelsea (yang memastikan gelar juara Leicester) di mana Alli dan Moussa Dembele mendapatkan larangan bermain, bahkan Dembele masih harus absen dalam empat pertandingan pertama musim 2016/17. Tanpa Alli dan Dembele, Spurs kalah dari Southampton dan kemudian dibantai Newcastle United yang sudah terdegradasi.

    Dari kisah di atas, kita bisa sama-sama mengambil pelajaran bahwa Spurs merupakan kesebelasan yang menjanjikan, baik dari segi taktikal maupun rata-rata usia pemain yang masih muda.

    [Baca juga: Ini Cara Pochettino Merevolusi Sepakbola Inggris Melalui Tottenham Hotspur]

    Sementara masalah yang kelihatan dari perjalanan mereka musim lalu adalah mereka tidak memiliki kedalaman skuat yang memenuhi spesifikasi untuk memainkan taktik Mauricio Pochettino dan juga sekaligus Pochettino yang tidak memiliki rencana cadangan yang sesempurna rencana utamanya. Pastinya, saat ini Pochettino sudah sadar akan beberapa hal di atas.

    Counterpressing yang Akan Disempurnakan

    Berdasarkan aktivitas transfer Spurs di musim panas ini, Pochettino terlihat tidak akan mengurangi apalagi meninggalkan kecenderungannya untuk memainkan pressing dengan intensitas tinggi. Kunci permainan terstruktur Spurs melalui taktiknya ini dikenal dengan istilah counterpressing. Untuk memahami counterpressing, bisa dilihat kembali pada artikel berikut ini.

    Namun dengan kedatangan Victor Wanyama dan Vincent Janssen, beberapa struktur dalam gaya permainan counterpressing-nya diperkirakan akan berubah, meskipun pada dasarnya tetap memiliki konsep yang sama.

    Musim lalu kedua full-back Spurs adalah pemain yang paling kelihatan bekerja keras. Baik Kyle Walker di kanan maupun Danny Rose di kiri adalah kedua pemain yang menyediakan permainan yang lebih melebar dalam menyerang.

    Full-back menjadi sorotan karena Spurs tidak mengandalkan winger yang konvensional (bahkan Aaron Lennon dan Andros Townsend dijual oleh Poch dengan tidak berat hati), sehingga pemain tengah dan pemain depan Spurs bisa lebih fokus untuk bermain lebih menyempit alih-alih ada yang melebar.

    Hal ini didukung dengan gelandang-gelandang mereka yang hampir pasti selalu memainkan Eric Dier, Dembele, Alli, dan Eriksen.

    Baik Eriksen maupun Erik Lamela (atau Son Ming-Heun) bermain sebagai inverted winger yang mempersilakan Rose dan Walker untuk melakukan overlap. Keseimbangan ini akan terus bisa kita lihat di musim ini, di mana lini tengah dan depan Spurs berpotensi dibanjiri oleh pemain-pemain mereka.

    [Prediksi taktik utama Tottenham Hotspur sambil menunjukkan kedalaman skuat]

    Kemudian ketika mereka diserang, apalagi diserang balik, peran Dier sangat terlihat yang memainkan posisi di depan kedua bek tengah. Ia akan senantiasa turun untuk membentuk skema tiga bek temporer sambil menunggu kedua full-back turun.

    Peran Dier ini juga membebaskan Alli dan Eriksen untuk mendukung Kane di depan. Ini lah kenapa kurang melebarnya permainan Spurs bukan menjadi masalah ketika mereka bisa memainkan transisi permainan yang cepat, tapi malah menjadi kekuatan utama mereka: bertahan ke menyerang, menyerang bertahan, dan dua fase di antara keduanya.

    Mencari Alternatif Taktik Utama

    Pochettino tidak bisa terus mengandalkan counterpressing yang melelahkan, apalagi Spurs harus berlaga di Liga Champions. Selain kedalaman skuat, taktik alternatif juga harus disiapkan.

    Bermain di Eropa akan membuat Poch beradaptasi lebih, terutama jika mereka menghadapi kesebelasan yang lebih kuat, seperti saat pramusim (kalah 2-1 dari Juventus, kalah 1-0 dari Atlético Madrid, dan menang 6-1 melawan FC Internazionale Milano).

    Inilah kenapa Poch mendatangkan Wanyama dari Southampton. Selain karena Dembele yang harus absen dalam empat pertandingan liga, ini juga menandakan akhir dari karier Nabil Bentaleb, Ryan Mason, dan Thomas Carroll.

    Misalnya ketika kesulitan, alih-alih memainkan satu gelandang bertahan (Dier saja) untuk melindungi back four, Poch bisa memainkan double pivot dengan Dier dan Wanyama (atau Dembele). 4-2-3-1 yang lebih tradisional akan membuat Eriksen atau Alli bermain di belakang penyerang alih-alih keduanya bermain sebagai wide attacker.

    Kita bisa membayangkannya dengan melihat kembali pada Gambar 1, tapi posisi Dembele diturunkan menjadi sejajar dengan Dier, sementara Alli lebih ke tengah.

    [Prediksi taktik alternatif Tottenham Hotspur dengan menggunakan skema tiga bek]

    Selain memainkan double pivot, Poch juga bisa memainkan tiga bek yang pernah ia lakukan musim lalu saat menghadapi duet penyerang maut Watford, Troy Deeney dan Odion Ighalo.

    Kehadiran Jannsen, top skorer Eredivisie Belanda, bisa membuatnya menjadi pelapis yang pas bagi Kane sambil juga beberapa kali dimainkan bersamaan, seperti saat melawan Inter di babak kedua di pra-musim.

    Dalam konferensi persnya Kamis lalu (11/08/2016), Pochettino menyatakan bahwa ia mungkin akan mendatangkan dua pemain lagi. Tentunya ini akan menambah alternatif bagi Poch untuk memainkan taktik selain taktik utamanya.

    Pada Akhirnya Semua Tergantung Arsenal

    Kunci filosofi Spurs musim lalu terletak pada fase transisi permainan. Ini artinya gap dalam bertahan dan menyerang serta dua fase di antaranya akan menjadi hal yang paling menarik. Filosofi ini tidak akan banyak berubah meskipun ia memakai taktik yang berbeda (sebagai alternatif).

    Prinsipnya masih sama, yaitu fokus pada permainan tanpa bola. Ini juga yang menjadi kunci bagi Leicester untuk juara musim lalu. Artinya, Spurs harus beradaptasi terutama saat mereka menghadapi kesebelasan yang lebih kuat.

    Sebelum menghadapi tuan rumah Everton pada akhir pekan ini (13/08/2016), Spurs sebenarnya masih "kurang panas", mengingat mereka baru memainkan tiga pertandingan resmi di pra-musim (kalah dua kali dan menang sekali).

    [Getty Images Sport/Ian MacNicol]

    Satu hal pasti yang bisa kami prediksi, filosofi Pochettino ini akan lebih berkembang lagi di musim ini. Namun, bermain di Eropa dan semakin kuatnya rival-rival mereka di Liga Primer akan membuat Spurs kesulitan. Dan percaya saja, entah ada kutukan apa, rasanya mereka akan finis di bawah Arsenal lagi musim ini.

    Jadi, pada akhirnya semuanya tergantung Arsenal. Terlempar dari zona Eropa di akhir musim ini, contohnya finis di posisi kelima, akan kembali membuat Spurs menjadi Spurs: Menjanjikan, penampilan menarik, tapi mengecewakan pada akhirnya.

    =====

    * Penulis biasa menulis soal sport science untuk situs @panditfootball, beredar di dunia maya dengan akun @dexglenniza


    (krs/krs)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game