Pria 49 tahun itu pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia pada 1994 untuk bergabung dengan tim yang bermarkas di Gresik, Petrokimia Putra. Jacksen tiba di Kota Pudak itu tepat saat musim perdana Liga Indonesia, sebagai penyatuan Perserikatan dan Galatama, digulirkan.
Jacksen yang kala itu berusia 26 tahun memang tengah mencari peruntungan baru. Di umur tersebut, dia merasa sudah terlalu tua untuk bisa menembus level elite di sepakbola Brasil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tengah perjalanan, sang agen membuka destinasi yang sebenarnya. Seperti mendapatkan bingkisan Natal dalam kaus kaki menjelang Natal, Jacksen pun mau tak mau harus menerima kejutan.
"Sebetulnya saya tidak memilih Indonesia. Saya dibohongi agen. Dia bilang saya dan beberapa rekan saya akan main di Liga Malaysia. Dia baru menjelaskannya saat pesawat sampai di Swiss. Kejadian pada 23 Desember 1994, sebelum malam Natal. Saya sebetulnya punya satu tiket pulang ke Brasil," ujar Jacksen dalam wawancara One on One dengan detikSport.
Jacksen dan beberapa temannya kecewa karena dibohongi. Masing-masing pun membuat keputusan cepat sebelum hal buruk lainnya terjadi. Dua rekan Jacksen segera mengubah jadwal kembali ke Brasil saat pesawat transit di Swiss.
Tapi, apes bagi Jacksen. Dia kesulitan untuk mengubah jadwal. Bisa jadi karena arus penumpang menjelang Natal memang tengah tinggi.
"Karena Natal dan tahun baru, penerbangan penuh dan saya tidak bisa pulang. Akhirnya, saya coba bermain di Indonesia dan ternyata sangat cocok. Dua orang pulang ke Brasil, saya dan enam teman lainnya memilih lanjut," dia menjelaskan.
'Kecelakaan' itu berbuah manis untuk Jacksen. Dua musim pertama dicatatkan Jacksen menjadi runner-up Liga Indonesia, bersama Petrokimia Putra kemudian PSM Makassar.
Baca Juga: Jacksen F. Tiago: Sepakbola dan Ketidakberdayaannya
Barulah di musim ketiga, Jacksen merasakan mengangkat trofi juara. Dia menjadi juara Liga Indonesia bersama Persebaya Surabaya pada musim 1996/1997 dan merebut gelar top skor.
Jacksen juga menuai sukses saat berkarier sebagai pelatih di Indonesia. Dia berhasil membawa Persebaya juara liga pada 2004. Keberhasilan besar didapat bersama Persipura Jayapura dengan juara liga pada 2008/2009, 2010/2011, dan 2012/2013. Serta masing-masing satu gelar Indonesian Community Shield dan Inter Island Cup.
Berkat keberhasilannya, Jacksen ditunjuk sebagai pelatih tim nasional Indonesia pada 2013, namun tak berjalan lama. Di tahun 2014 dia keluar dari Indonesia untuk melatih Penang FA selama dua tahun.
Pada awal Desember 2016, Jacksen kembali ke Indonesia untuk melatih Barito Putera sampai 2019. Keputusan itu diambil tak lepas dari kerinduannya dengan sepakbola Indonesia dan faktor istri yang dia temukan semasa berkarier di Surabaya.
Baca Juga: Eksklusif! One on One Jacksen F. Thiago di detikSport
"Yang buat saya betah di Indonesia adalah orang itu yang berbaju oranye (Nadirah, istri). Terjebak di situ," kata Jacksen lantas tertawa sembari menunjuk sang istri yang ternyata sedang mengamati perbincangan kami di Stadion 17 Mei, Banjarmasin.
"Sebetulnya, yang buat saya betah itu suasana kehangatan, respek, dan saya bersyukur dapat keluarga di sini. Sekarang sedang menunggu anak kedua. Istri sedang mengandung anak kedua," dia menambahkan.
"Atmosfer sepakbola di sini sangat atraktif. Jauh berbeda dengan beberapa negara sepakbola. Saya melihat kehadiran suporter dan atmosfer di lapangan jadi salah satu daya tarik terbesar sepakbola di Indonesia," dia menambahkan.
"Sepakbola di Malaysia sebetulnya jauh lebih baik, tapi di sana tidak ada atmosfer seperti di Indonesia. Pertandingan di sana serasa seperti laga persahabatan," ujarnya.
(ran/fem)