"Dan setelah pertandingan pun saya menjalaninya secara normal saja. Saya bersama Agus Murod kembali ke Semarang (seusai laga)," ucapnya.
"Dan baru mendapat kabar pagi setelah kami sampai di Semarang. Kami semua nggak percaya saat itu," kenangnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kematian Eri menjadi kabar duka yang mengejutkan Persebaya dan insan sepakbola nasional. Maklum, namanya memang kerap menghiasi Timnas Indonesia era 90-an akhir.
Semusim sebelumnya, Eri juga jadi bagian penting Persebaya yang melaju ke final Ligina 1998/99. Ia turut bermain melawan PSIS Semarang di Stadion Klabat, Manado, 9 April 1999.
Eri gagal juara bersama Persebaya. PSIS yang menjadi pemenangnya berkat gol semata wayang dari Tugiyo.
Itu bukan pengalaman pertama Eri bermain di final Ligina. Bersama Petrokimia Putra, Eri juga bermain di final 1994/95.
Semua itu adalah seolah menjadi bukti bahwa Eri bukan pemain biasa. Sosoknya bisa membuat suatu klub tampil kompetitif.
Persebaya pun melakukan gestur penghormatan mendalam kepadanya. Nomor 19 miliknya dipensiunkan oleh Bajul Ijo. Mes Persebaya juga diberi nama Wisma Eri Irianto.
(cas/krs)