Gelandang PSM Makassar, Wiljan Pluim, bicara pengalamannya bermain di Indonesia kepada media Belanda. Banyak pengalaman yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Misalnya perjalanan away ke markas Perseru Serui, Stadion Marora. Sudah menjadi rahasia umum klub dan pemain-pemain klub di Indonesia tak menyukai laga away melawan Perseru.
Kondisi geografis Stadion Marora yang terbilang cukup terpencil. Apalagi stadion ini terletak di Kepulauan Yapen, yang terpisah dari daratan Pulau Papua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mencapai ke sana butuh berpindah-pindah kendaraan transportasi. Bahkan dulu tak ada pesawat kecil khusus yang terbang ke Yapen sehingga harus ditempuh dengan perjalanan laut dengan kapal kecil.
Pluim bersyukur sudah tak ada lagi Perseru yang kini telah berpindah homebase dan mengganti namanya menjadi Badak Lampung FC. Setidaknya ia tak harus menjalani tradisi away ke Serui lagi.
"Saya sudah naik pesawat sebanyak ratusan kali di sini (Indonesia). Saya tak khawatir sama sekali, kecuali saat ke Papua (maksudnya Serui)," kata Pluim dalam wawancara khususnya dengan Voetbal International.
"Ketika kami ke sana dengan pesawat, kami harus melanjutkan dengan pesawat lagi yang mirip bus namun dengan baling-baling," ujarnya menambahkan.
"Saya bukan orang yang percaya agama, namun ketika ke sana saya banyak berdoa sebelum pesawat lepas landas. Karena hal itu, saya tak kasihan ketika tim Papua itu terdegradasi (maksudnya pindah homebase)," katanya lagi.
Meski begitu, Pluim tak pernah menyesal dengan pengalamannya bepergian ke Papua. Menurutnya Papua adalah salah satu tempat dengan lingkungan paling asri yang pernah ia kunjungi.
"Kami main di tengah-tengah hutan. Rekan setim bilang di sana orang-orang pakai koteka, tapi saya tak pernah melihatnya. Kalau monyet memang banyak, alamnya sangat luar biasa," ceritanya.
Baca juga: Wiljan Pluim Jadi Kunci Kemenangan Telak PSM |