Laga Filipina vs Indonesia di Piala AFF 2022 menjadi akhir karier Stephan Schrock di pentas internasional. Seusai laga ini ia gantung sepatu.
Dari catatan Soccerway, ia menjalani 45 caps bersama Filipina di berbagai ajang resmi. Laga debutnya terjadi pada 29 Juni 2011 saat Filipina jumpa Sri Lanka di Kualifikasi Piala Dunia 2014 Zona Asia.
Schroecky, sapaannya, lahir dari ayah Jerman dengan ibu Filipina. Makanya ia lahir, tumbuh, dan tinggal di Jerman pada masa mudanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lahir di Schweinfurt, Jerman, pada 21 Agustus 1986, Schrock mengawali kariernya dengan memperkuat sejumlah klub Jerman. Mulai dari Greuther Furth (2004-2012), 1899 Hoffenheim (2012-2013), hingga Eintracht Frankfurt (2013-2014).
Melihat kiprahnya di Jerman, ia menjadi salah satu pemain Filipina dengan karier paling bagus di Eropa. Bahkan ia pernah memperkuat berbagai Timnas Jerman kelompok usia, mulai dari U-18, U-19, dan U-20.
Meski begitu, ia tak berpikir panjang ketika Federasi Sepakbola Filipina (PFF) mengajaknya untuk memperkuat The Azkals di akhir era 2000-an. Saat itu PFF memang sedang getol-getolnya mencari pemain keturunan untuk memperkuat Filipina.
Tentu yang paling dikenal adalah Younghusband bersaudara yakni Phil Younghusband dan James Younghusband. Ada juga Neil Etheridge, kiper yang sempat bermain di Liga Primer Inggris bersama Cardiff City.
PFF sukses meyakinkan sejumlah pemain keturunan dari Eropa untuk memperkuat Filipina. Hal itu layak diapresiasi mengingat sepakbola bukan olahraga populer di Filipina, sebagaimana penyematan 'The Azkals' dalam julukan tim ini.
"The Azkals dalam bahasa lokal itu adalah, 'street dog atau anjing jalanan'. Tak ada yang peduli dengan sepakbola di Filipina, karena semua orang lebih menyukai basket. Tapi itu adalah akar kami, tak peduli orang lain memanggil kami 'anjing'," kata komentator sepakbola Filipina Ivan Gayares saat berbincang dengan detikSport dan dua orang jurnalis Indonesia lainnya, Minggu (1/1/2023).
Schrock menjadi bagian dari proyek PFF mendatangkan pemain keturunan. Ia mewarnai era-era kebangkitan sepakbola sepakbola Filipina, terutama di level timnas, yang pernah di antarnya lolos ke Piala Asia 2019.
Penggemar Liverpool punya istilah 'Miracle of Istanbul' yang mengacu atas keberhasilan The Reds menjadi kampiun Liga Champions pada 2005. Maka publik sepakbola Filipina juga punya istilah 'Miracle of Hanoi', atas kesuksesan The Azkals bermain bagus dan tak terkalahkan sepanjang fase grup Piala AFF 2010 di Hanoi, Vietnam.
Miracle of Hanoi merupakan sebuah awal dari periode yang disebut-sebut media lokal sebagai Renaissance sepakbola Filipina. Sejak 2010, Filipina tiga kali lolos ke semifinal Piala AFF. Pada 2016 tertahan di fase grup, dan kembali ke semifinal pada 2018.
Di tengah-tengah masa kebangkitan The Azkals, Schrock pun memilih melanjutkan kariernya ke Filipina dengan bergabung ke Ceres (Ceres Negros, sekarang United City) pada 2016. Sejak saat itu ia mengabdi untuk sepakbola Filipina, baik di level klub dan timnas.
Tentu menjadi pertanyaan, pemain dengan prospek karier bagus di Jerman, mau menerima pinangan PFF untuk bermain buat Filipina, negara yang sering jadi bulan-bulanan di level Asia Tenggara. Timnas Indonesia bahkan pernah mengalahkan mereka 13-1 di Piala Tiger 2002 (nama lama Piala AFF).
Wajahnya yang 'bule' juga menimbulkan prasangka, banyak orang mengira ia adalah pemain naturalisasi. Tak sedikit juga yang melabeli Filipina sebagai tim naturalisasi.
Salah satunya Bima Sakti, pelatih interim Timnas Indonesia di Piala AFF 2018. Pernyataan Bima Sakti saat itu soal cap naturalisasi ke Filipina membuat Schrock marah.
"Ibu saya Filipina, ayah saya Jerman. Jadi saya punya keduanya (kewarganegaraan Filipina dan Jerman) seperti kebanyakan pemain Filipina lainnya di tim. Saya tak tahu kenapa orang mengira kami naturalisasi," ujar Schrock saat ditemui pada April 2019.
Usut punya usut, Schrock punya kenangan buruk dengan Jerman. Ayahnya disebut ringan tangan, sehingga ibunya harus keluar dari rumah dan membesarkan Schrock.
Hal itu pula yang mungkin menjadi alasan Schrock begitu loyal dengan Filipina. Pengalaman dan ilmu yang ia dapatkan di Jerman, ia dedikasikan untuk perkembangan sepakbola Filipina, tempat yang membuatnya lebih nyaman.
"Di Jerman, keluarga Schrock terdiri dari ayah, ibu, dan saudara perempuan. Ayahnya adalah seorang boxer, terkadang melakukan kekerasan ke ibunya. Sehingga mereka melarikan diri, ibunya miskin, untuk membelikan sepatu sepakbola saja sulit," ucap Ivan Gayares yang pernah tinggal 6 bulan di Bandung sehingga bisa sedikit berbicara Bahasa Indonesia.
"Dengan hidup bersama ibunya, Schrock dibesarkan sebagai seorang Filipino (mengacu ke suku bangsa, cara pandang hidup, hingga Bahasa Filipina). Mengonsumsi makanan Filipino, diajarkan Bahasa Filipino. Di pikirannya, 'saya adalah Filipino, bukan Jerman'," tuturnya.
Dijelaskan Ivan Gayares yang pernah menjadi Head of Marketing Ceres Negros, tak banyak uang yang didapatkan Schrock selama memperkuat Filipina di level internasional. Tapi bagi Schrock itu adalah pengabdian, uang hanya masalah nomor sekian.
Setelah enam tahun memperkuat Ceres yang kini bernama United City, Schrock kini pindah ke Azkals Development Team (ADT). Klub ini dibentuk PFF sebagai wadah pemain-pemain muda Filipina untuk berkompetisi di Philippines Football League (PFL, Liga Filipina).
Sebab kebanyakan pemain lokal Filipina tak punya wadah kompetisi. Mereka lebih banyak berkompetisi di level kampus-kampus.
Mayoritas skuad Filipina di Piala AFF 2022 kali ini berasal dari ADT. Meski sudah hampir berkepala empat, Schrock disertakan ADT untuk menjadi contoh buat pemain-pemain muda di klub ini.
"Dia adalah tipe pemain yang dihormati, dia akan datang ke wajah anda jika tidak serius dalam berlatih. Dia selalu memberikan lebih dari 100 persen setiap kali berlatih," ucap Ivan Gayares soal peran penting Schrock di tim muda ADT.
Kini Schrock bisa fokus mengabdi di ADT demi sepakbola FIlipina lewat kontribusinya di level klub. Ia tak perlu terlibat lagi di pentas internasional bersama Filipina, pemain-pemain muda dari ADT yang akan melanjutkan kiprahnya.
Sayang laga pamungkasnya berakhir kurang manis. Filipina kalah 1-2 dari Timnas Indonesia di Stadion Rizal Memorial, Manila, Senin (2/1).
Meski begitu, satu assist-nya ke Sebastian Rasmussen sudah cukup menjadi alasan bagi AFF untuk menganugerahkan gelar MVP dalam laga itu ke Schrock. Sebuat tribut besar dari AFF buat Schroecky di penampilan terakhirnya, atas kontribusinya buat sepakbola Asia Tenggara, terutama di Filipina.