Arema FC di ambang pembubaran akibat penolakan dimana-mana dan demonstrasi Aremania. Dulunya klub ini lahir dari dualisme kompetisi ISL dan LPI.
Dualisme kompetisi terjadi pada 2011 saat pengusaha Arifin Panigoro mendirikan Liga Primer Indonesia (LPI). Beberapa klub memilih bergabung ke LPI, sebagian lainnya tetap bermain di Indonesia Super League (ISL).
Ada juga klub yang ikut terkendala masalah dualisme, misalnya Arema FC dan Arema Indonesia-yang dulunya bernama Arema Malang. Arema Indonesia memutuskan untuk ikut LPI sebagaimana keinginan petinggi Yayasan Arema Indonesia yakni Lucky Ayub Zaenal.
Baca juga: Arema FC Pertimbangkan Bubar! |
Tapi ada kubu dari Arema Indonesia yang tak setuju dengan keputusan Ketua Yayasan Arema. Mantan Sekretaris Yayasan Arema yakni Rendra Kresna kemudian membentuk klub yang bermain di ISL dengan memakai nama Arema Cronus.
Saat dualisme berakhir, PSSI mengabulkan semua permohonan klub-klub terhukum yang pernah membelot ke LPI. Tapi syaratnya harus memulai kompetisi dari bawah yakni Liga Nusantara (kini menjadi Liga 3).
Kondisi itu membuat ada dua Arema yang sama-sama berada di bawah naungan PSSI. Arema Cronus kini menjadi Arema FC yang eksis bermain di kompetisi level atas, mulai dari ISL, Indonesia Soccer Championship (ISC) A 2016 hingga kini di era Liga 1.
Sementara Arema Indonesia terus tertahan di kompetisi level bawah (amatir). Kehadiran dua Arema ini membuat Aremania dilanda masalah dilematis soal klub mana yang harus mereka dukung.
Jauh sebelumnya, mereka juga harus memilih Arema mana yang mereka dukung saat dualisme kompetisi LPI dan ISL. Awalnya mereka mendukung Arema Indonesia yang bermain di LPI.
Tapi Aremania kemudian beralih mendukung Arema Cronus yang saat itu mendatangkan pemain-pemain bintang dari Arema Indonesia seperti Kurnia Meiga, Ahmad Alfarizi, Dendi Santoso, hingga M. Ridhuan.