UEFA tak mau European Super League melenyapkan Liga Champions. Oleh karenanya, sumber dana baru siap dicari demi mengamankan kompetisi itu.
Publik sepakbola dunia dikagetkan dengan keputusan 12 klub besar Eropa yang dipimpin Presiden Real Madrid Florentino Perez dan Presiden Juventus Andrea Agnelli, yang membentuk European Super League.
European Super League menjanjikan keuntungan yang lebih besar ketimbang yang didapat di Liga Champions saat ini. Para pesertanya bahkan sudah dijamin uang keikutsertaan sebesar 300 juta paun atau hampir Rp 6 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jumlah itu bisa bertambah lagi andaikan klub tersebut bisa melaju sampai final dan jadi juara. Total sekitar 700-800 juta paun akan didapat oleh klub juara, yang mana nominal ini sangat menggiurkan di tengah pandemi virus corona.
Tapi, European Super League sepertinya bakal layu sebelum berkembang, berpotensi gagal, setelah resistensi fan, pemain, manajer, dan federasi yang menilai kompetisi itu hanya untuk tim-tim kaya.
Maka dari itu proyek European Super League ditangguhkan dulu dan akan melakukan penyesuaian. Nah, momentum ini lantas dimanfaatkan UEFA untuk benar-benar mematikan kompetisi super itu selama-lamanya.
Dikutip Bloomberg, UEFA saat ini tengah menjajaki kerjasama dengan perusahaan investasi asal London, Centricus Asset Management, untuk pendanaan kompetisi Liga Champions dan Liga Europa, serta ajang-ajang lainnya.
Kabarnya nilai kerjasama nanti akan lebih besar dari European Super League, yakni melewati 6 miliar euro. Jumlahnya memang sangat besar karena UEFA tidak mau lagi diganggu oleh European Super League dan kompetisi sejenisnya yang mungkin saja muncul ke depannya.
Nantinya, pendanaan itu akan membuat uang yang diterima klub-klub yang tampil di Liga Champions dan Liga Europa lebih besar lagi, terutama soal hadiah untuk sang juara serta pembagian kue iklan.
Meski demikian, perwakilan Centricus Asset Management enggan berkomentar soal isu tersebut.