Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Pandit

    Pertarungan Klasik PSSI-Tim Jawara Eropa (bag. 1)

    Pertarungan Kucing Eropa dan Tikus Asia

    - detikSport
    Stade de Reims (Getty Images) Stade de Reims (Getty Images)
    Jakarta - Indonesia adalah pangsa pasar pengisi pundi-pundi klub Eropa. Ini tentu bukan teori ekonomi yang baru oleh Arsenal, Liverpool, maupun Chelsea yang akan menginjakkan kaki di Indonesia. Atau oleh Inter Milan, Valencia, Borussia Dotrmund, Bayern Munich yang telah mampir. Atau juga Manchester United yang gagal datang.

    Hipotesis itu adalah teori usang yang sudah berlaku mulai dari hampir setengah abad lalu, saat republik ini baru berumur jagung dan PSSI kembali dibentuk di awal dekade 1950-an. Kala itu, tak terhitung banyaknya klub-klub luar negeri yang singgah ke Indonesia. Motifnya jelas hanya satu: ekonomi.

    Boleh dibilang,dari sekian banyak klub-klub luar yang datang, dari tim gurem semacam Aryan Gymkhana India bermain yang tanpa alas kaki, hingga Locomotive Moskow dengan superioritas penjaga gawang Valentin Bubukin-nya, kisah kedatangan Stade De Reims-lah yang paling menarik diceritakan.

    Mengapa? Saat datang ke Indonesia, Stade De Reims bukanlah tim abal-abal. Didominasi punggawa Les Bleus, serta menjuarai Liga Prancis musim 1954/1955, jadi bukti penegas kejayaan mereka. Hal itulah penyebab Stade De Reims didapuk mewakili Prancis dalam kompetisi UEFA European Cup (atau dikenal dengan Piala Champions) yang baru digelar pertama kalinya. Ya, tim ini memang tenar di zamannya.

    De Reims-lah penerus Napoleon mengdigdayai benua Eropa lewat sebuah klub sepak bola. Sejarah mencatat, bahwa mereka jadi salah satu finalis pertama kompetisi yang kini dikenal dengan nama Liga Champions itu. Di Parc des Princes, Paris, 13 Juni 1956, De Reims menantang Real Madrid sang juara Spanyol di partai puncak. Meski sempat unggul 2-0 saat pertandingan baru berjalan 10 menit, sang Legenda El Royal, Alfredo di Stefano, lalu membuat Madrid membalikkan keadaan dan mengalahkan De reims dengan skor tipis 4-3.

    Sebulan sebelum laga final ini digelar, siapa yang sangka jika De Reims pernah hendak datang ke Indonesia. Suatu negeri antah berantah yang amat jauh jaraknya. Niat awalnya hanya hendak menyemarakan ulang tahun ke-10 Chung Hua, klub lokal Jakarta yang jadi sebuah bukti kekuatan etnis tionghoa pernah berjaya di sepakbola Indonesia. Klub asal Prancis itu ingin datang ke Indonesia pada awal bulan Juni, sesaat sebelum laga final digelar.

    Namun tawaran itu ditolak oleh PSSI dengan alasan yang cukup logis: timnas sedang fokus menghadapi Kepulauan Formosa di ajang kualifikasi Olimpiade. Kedatangan finalis Champions Eropa itu dianggap haram untuk menganggu persiapan.

    Sepakbola bukan hanya soal ekonomi. Ada masanya nasionalisme ditempatkan lebih penting dari ekonomi. Ini kontras bertolak belakang dengan saat ini yang rela mengorbankan keberlangsungan liga demi invasi klub asing mengeruk dolar dari sini.

    Kisah Kucing dan Tikus di Awal Kedatangan ke Indonesia

    Walau sempat ditolak, tidak menyurutkan semangat De Reims untuk menepati janjinya. Maka empat hari usai kekalahan itu, De Reims terbang ke Indonesia. Kunjungan mereka cukup lama karena akan singgah di beberapa kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan dan Padang. Setelah dari Indonesia mereka melanjutkan tour asia terbang menuju Vietnam dan Srilanka.

    Senin, 18 Juni 1956, pukul setengah lima sore, pesawat yang dinanti mendarat jua di bandara Kemayoran. Tim datang komplit 20 orang.
    Kabar membahagiakan datang bagi PSSI. Bintang lapangan, Raymond Kopa, dibawa ke Jakarta padahal meski ia sudah resmi dikontrak oleh oleh Real Madrid. Kala itu, gorengan bolanya membuat Kopa didaulat sebagai pemain termahal di dunia, saat transfernya mencapai hingga 520 ribu dolar.

    20 Juni 1956, Lapangan Ikada jadi saksi pertarungan kucing melawan tikus [meminjam istilah koran Java Bode]. Salah satu tim terkuat di Eropa mendigdayai tim ibukota Persija Jakarta dengan skor yang teramat telak, 11-1.

    Tikus sebenarnya lebih dahulu mempermainkan kucing, saat di menit-10 Hamdani cetak gol memanfaatkan umpan Djamiat Dahlar. 1-0 untuk keunggulan Persija. Namun kucing yang kemudian bermain serius lalu menutup babak pertama dengan skor 6-1. Sekitar 20.000 pasang mata yang hadir tak percaya babak kedua tikus sama sekali tak diberi pegang bola. Skor akhir 11-1 jadi penutup hiburan yang tak sia-sia diterima penonton.

    Mohammad Hatta Jadi Saksi Keberingasan Finalis Champions

    Sabtu, 23 Juni 1956, Lapangan Ikada kini tak sendirian. Wakil Presiden Mohammad Hatta dan istrinya turut serta jadi saksi pertarungan. Pertarungan disini pun terjadi dua kali, yaitu pertarungan dalam konteks sepak bola yang kemudian berubah jadi pertarungan baku hantam dan tawuran massal.

    Awal mulanya adalah De Reims yang kala itu ditantang seluruh pesepakbola terbaik se-nusantara [timnas PSSI]. Bukan lagi di level klub. Bahkan untuk membesut tim ini, Sukarno sampai mendatangkan pelatih Antun Toni Pogacnik dari Yugoslavia.

    Laga baru berjalan 19 Menit, Raymond Kopa sudah memberi assist kepada Jean Templin yang lalu tanpa ampun membobol gawang Maulwi Saelan. Sepuluh menit kemudian, Templin mengulangi hal yang serupa dan mencetak gol keduanya. Pada menit ke-35, Leon Glowacki menambah keunggulan 3-0 untuk De Reims.

    Pada menit-43 insiden itupun terjadi. "Si Kuda Terbang" Aang Witarsa mendapat passing manis dari belakang, dan dengan sekali kecotan kiper De Reims Jacquet pun tertipu. Selisih skor menipis jadi 3-1.

    Kendati berupa laga ujicoba, tensi dan arogansi kedua tim sama-sama begitu tinggi. Gol Witarsa yang berbau kontroversi ini membuat pemain De Reims ngambek. Mereka beranggapan gol Witarsa offside.

    Siapa sangka tanpa diduga-duga, kiper nomer satu timnas Prancis, Rene Jacquet, berlari berpuluh-puluh meter dari gawangnya mengejar serta menghampiri wasit Sarim. Jemari tangan Jacquet yang cukup menggegam satu bola kini dilayangkan kepada wasit. Alhasil laga di lapangan berubah jari pertarungan jalanan.

    Kucing dan tikus pun saling kejar-kejaran. Penonton yang terbawa heboh pun malah ikut turun menyerbu ke lapang. Pihak yang kelabakan tentunya tentara dan polisi. Akibatnya beberapa menit pertandingan sempat terhenti.

    Setelah kondusif pertandingan kembali dilanjutkan dengan wasit Sarim yang berbesar hati kembali memimpin jalannya pertandingan. Dua gol Raymond Kopa menjadi penutup laga yang berkesudahan 5-1 untuk De Reims. Tentu ini disambut oleh headline heboh di koran-koran keesokan harinya.

    (bersambung)

    ======

    *akun Twitter penulis: @aqfiazfan dari @panditfootball


    (roz/krs)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game