Anomali Gemellagio Inter dan Lazio

Nama itu merupakan bahasa Italia yang artinya hubungan kerja sama atau biasanya disebut kembaran. Istilah tersebut ada di antara Boys San (Ultras Inter) dan Irriducibili Lazio (Ultras Lazio). Keduanya merupakan Gemellagio yang sudah terbangun sejak pertengahan 1980-an.
Sebetulnya di kalangan suporter garis keras, pertemanan Boys San dengan Irriducibili agak dipertanyakan. Pasalnya, Lazio merupakan klub berbasis dari Italia bagian tengah. Seyogyanya, klub dari Italia tengah cenderung membenci kawasan Utara, Inter adalah salah satunya. Tapi keakraban justru diperlihatkan antara keduanya. Bahkan Irridicubili beberapa kali sempat lebih mendukung Inter ketimbang Lazio. Walau sedang dalam situasi terancam degradasi sekalipun.
Dampak Kekacauan Politik di Italia
Hal paling buruk yang paling dikenal dari sejarah ultras di Italia adalah kekerasan antara kelompok, terutama pada era 1960-an dan 1980-an. Rentan waktu tersebut merupakan zaman kekacauan sosial politik dan terorisme nasional di Italia. Tidak pelak aroma-aroma itu pun tumpah kepada pertandingan sepakbola. Olahraga tersebut terus dipolitisasi dan berdampak pada masalah-masalah mendasar antara ultras.
Namun, dari rentan waktu itulah terbentuk obligasi-obligasi sesama klub sepakbola untuk mengatasi persaingan-persaingan yang kejam. Beberapa klub membuat aliansi untuk melawan persaingan. Gemellagio pun dijalin antara beberapa pendukung kesebelasan degnan ideologi politik yang sama, atau karena faktor-faktor lainnnya.
Memang, hubungan antara ultras, mayoritas diciptakan dari keyakinan politik yang sama, sesuai dengan ceritanya masing-masing. Tapi, hal Inilah yang keunikan dari kultur suporter sepakbola Italia.
Pertemanan Boys San Inter dengan Irriducibili Lazio menjadi salah satu yang menonjol. Kedua Ultras tersebut sama-sama menganut ideologi sayap kanan, yakni fasisme, sebuah gerakan radikal nasionalis otoriter politik. Dalam ranah suporter sepakbola, fasisme itu menolak keragaman. Hal paling sepele yang sering terjadi di dunia tersebut adalah persoalan warna kulit dan kebangsaan. Baik Irriducibili maupun Boys San, keduanya sering menampilkan logo-logo sayap kanan ekstrim seperti bendera swastika atau white power (kekuatan kulit putih).
Hal itu menjadi pondasi utama kedamaian mereka. Hal itu juga membuat Boys San dan Irriducibili merasa memiliki ideologi dan visi serta misi yang serupa. Fasisme antara keduanya pun semakin kental dengan melibatkan organisasi gerakan-gerakan fasisme di Italia seperti The Black Heart dan kelompok lainnya.

Boys San dan Irriducibiili mengakuisisi rasisme dan xenophobia karena Italia menerima banyak imigran pada era 1980-an. Salah satunya dengan skuat sepakbola yang terbuka kepada pemain asal Brasil dan Benua Afrika. Maka saat itu pun Le Aquile (Elang), julukan Lazio, tidak berani memaksimalkan pemain kulit hitam. Sementara itu, Boys San terus bergejolak karena Inter lebih terbuka kepada pemain asing, termasuk pemain kulit hitam.
Pada dasarnya mereka tidak hanya ingin membuat pernyataan politik. Tapi keduanya juga ingin bertindak secara lebih. Maka tidak jarang polisi sering menyita puluhan spanduk rasis dan anti semit ketika Inter atau Lazio bertanding.
Selain, dua klub tersebut sama-sama mengalami perpecahan dengan rival satu kotanya. Inter berpisah dengan AC Milan karena lebih terbuka kepada pemain asing. Sementara itu Le Aquile menolak merger dengan klub-klub lain untuk menjadi AS Roma.
Atas perpecahan dengan rival sekotanya itu keduanya merasakan nasib yang sama membuat persatuan keduanya semakin utuh. Final Piala UEFA (kini Liga Europa) 1998 di Paris pun semakin menguatkan hubungan Boys San dengan Irriducibili. Mereka berdua mendapat gelar suporter paling fairplay atas sikap saling respek di sana. Hal itu juga sekaligus membuat hubungan Boys San dengan Irriducibili semakin kuat.
Saling Lempar Rasa Hormat
Irriducibili pernah membentangkan spanduk bertulis "Kami bangga dan memberi penghormatan kepada kembaran kami di Milan dari Utara". Ya, Utara pun menjadi tempat mereka berada. Baik Boys San, maupun Irriducibili, sama-sama menghuni Curva Nord (Tribun Utara) di masing-masing stadion kandang mereka sendiri.
Para Boys San selalu berseru "Di Kota Roma hanya ada Lazio!". Sementara Irriducibilli pun membalas "Forza Inter Ale!". Saling sahut menyahut pujian itu sering terjadi ketika kedua kesebelasan bertemu.
Saling respek juga ditunjukan ketika Gabriele Sandri, anggota Irriducibili, meninggal. Dirinya tewas karena terkena peluru nyasar oknum kepolisian, ketika terjadinya kerusuhan dengan Ultras Juventus pada 2007 silam.
Boys San pun menekan panitia pertandingan. Mereka menginginkan partai Inter melawan Lazio di San Siro pada 14 November 2007 diundur sebagai bentuk penghormatan. Alhasil, pertandingan baru dilehat pada 5 Desember 2007.
Ketika pertandingan digelar, mengheningkan cipta dilakukan sebelum kick off. Selama laga tersebut, Boys San tidak mengibarkan bendera, banner atau menyalakan bom asap dan red flare (suar). Hanya spanduk raksasa bertulis "Gabriele Sandri, kau akan selalu berada di hati kami" yang mereka tonjolkan dari Curva Nord.
Irriducibili Selalu Mendukung Inter Milan Raih Scudetto
Secara prestasi, I Nerazzurri, julukan Inter, memang di atas Lazio. Tapi hal itu tidak dipedulikan Irriducibili. Justru Irriducibilli sering mendukung Inter, terutama soal perburuan gelar. Tidak peduli apapun risikonya, meski Lazio harus kalah.
Alberto Zaccheroni, mantan Pelatih Lazio, pernah menjadi korban. Inter dengan Juventus tengah bersaing meraih scudetto Serie A 2001/2002. Pada pertandingan terakhir musim tersebut, Inter harus mengalahkan Lazio agar berhasil scudetto. Jika Inter kalah, tentu Juventus yang lebih berhak mendapatkan gelar scudetto.
Maka Irriducibili justru lebih mendukung Inter pada pertandingan tersebut. Mereka meminta para pemain Lazio mengalah. Tapi Zaccheroni justru memimpin skuatnya saat itu menang dengan skor 4-2. Alhasil Irriducibili melakukan aksi demonstrasi kepada manajemen Le Aquile. Zaccheroni pun dipanggil ke meja direksi. Dirinya pun memutuskan mengundurkan diri dari kursi kepelatihan.

Aksi boikot dukungan itu juga terjadi ketika penentuan scudetto Serie-A 2009/2010. Saat itu terjadi persaingan gelar juara antara Inter dengan Roma, sebagai musuh bebuyutan Lazio. Saat itu kondisi Lazio sedang tidak kondusif. Mereka berada di ambang degradasi.
Lazio pun harus memainkan partai penting menghadapi Nerazzurri di Stadion Olimpico. Kali ini sikap mereka kepada kesebelasannya lebih ironis. Irriducibili lebih memilih mendukung Inter daripada kesebelasannya sendiri dengan lebih ekstrem. Aksi teror lebih gencar diserangkan kepada para pemain Lazio.
Mereka mengancam bakal melakukan invasi lapangan, jika Le Aquile berhasil unggul sampai menit ke-80. Kiper Lazio saat itu, Fernando Musrela, dituntut agar mudah kebobolan. Mauro Zarate diancam diusir dari Lazio jika mencetak gol ke gawang Inter saat itu. Di sisi lain, Irriducibili justru memberikan dukungan kencang ketika Inter menguasai bola dan berteriak "Awas! Biarkan mereka lewat!".
Akhirnya Inter berhasil mencetak gol lewat sundulan Walter Samuel. Kemudian disusul gol Thiago Motta. Sehingga spanduk bertulis "Scudetto telah berakhir, Roma!" pun dibentangkan para Irriducibili. Pasalnya, kemenangan Inter itu mengandaskan Roma dalam perburuan scudetto. Irriducibili tidak rela jika musuh abadinya itu melakukan pesta juara di Ibu Kota Italia.
Jose Mourinho pun dibuat heran dengan aksi Irriducibili. "Aku baru melihat hal seperti ini," cetusnya. Skuat Lazio sendiri terlihat kecewa atas ulah suporternya. Presiden Roma saat itu, Rosella Sensi, pun mengecam tindakan Irriducibilin. Namun tetap saja mereka mereka menyerang mental para pemain Lazio sendiri.
====
*penulis juga menulis untuk situs @panditfootball, beredar di dunia maya dengan akun @RandyNteng.
(roz/roz)