Kompetisi Junior dan Tim Cadangan di Beberapa Negara

Setiap liga memang punya kekhasan dan aturan mainnya sendiri-sendiri. Dalam urusan peringkat (juara), misalnya, Liga Inggris memberlakukan patokan raihan nilai dan selisih gol memasukkan-kemasukan. Sementara di Liga Italia, jika ada klub-klub yang bernilai sama maka klub-klub itu harus melakukan partai playoff untuk menentukan peringkatnya. Selisih gol tidak berlaku.
Bagaimana dengan Liga Spanyol? Nilai yang sama meskipun selisih gol berbeda, tidak berpengaruh. Jadi? Ya, semua ditentukan berdasarkan hasil head-to-head di antara dua klub yang bersaing.
Begitupun sistem promosi dan degradasi, setiap klub di berbagai liga ditentukan berdasarkan peringkat dengan syarat-syarat tadi. Namun, ini keunikan di Liga Spanyol. Setiap klub yang berada di level kompetisi setelah Primera Division, belum tentu promosi ke divisi di atasnya meskipun klub yang bersangkutan merupakan juara divisi.
Menelisik Format di Spanyol
Seperti diketahui, kompetisi sepakbola di Liga Spanyol yang dinaungi RFEF -- Federasi Sepakbola Spanyol-- memiliki empat divisi, yaitu Divisi Primera sebagai kompetisi level tertinggi yang diikuti Divisi Segunda A, Divisi Segunda B, dan Divisi III. Sebagaimana aturan pada umumnya, beberapa klub yang sudah ditentukan berhak promosi ke divisi di atasnya. Sebaliknya, beberapa klub yang menempati jajaran terbawah harus merelakan dirinya dikenai degradasi ke divisi di bawahnya.

Jadi, selain tim utama, tercatat nama-nama tim cadangan(biasanya berlabel "B") yang diikutsertakan seperti Almeria B, Athletic Bilbao B, Atletico Madrid B, Barcelona B, Celta de Vigo B, Deportivo La Coruna B, Getafe B, Mallorca B, Osasuna B, Rayo Vallecano B, Real Betis B, Real Madrid Castilla B, Real Sociedad B, Sevilla B, Sporting Gijon B, dan Villareal B.
Sesuai kebijakan RFEF, tim-tim cadangan itu diikutsertakan dalam divisi-divisi di Liga Spanyol, asalkan satu klub "bersaudara" tidak boleh berada dalam satu divisi yang sama. Jika klub itu berada di jajaran peringkat atas yang berakibat pada tiket promosi, maka klub itu pun berhak tampil di divisi teratasnya. Namun demikian, ada aturan lain, yaitu jika klub seniornya masih berada di divisi atasnya maka tim cadangan itu batal demi hukum untuk tampil di divisi tersebut. Hal itu beralasan karena tidak boleh ada satu klub yang sama yang berada di divisi yang sama.
Dalam riwayatnya, Liga Spanyol pernah beberapa kali mengalami momen macam itu.
Pada muim 1983/1984, Real Madrid B yang saat itu bernama Castilla berhasil menjuarai Divisi Segunda A. Menurut "aturan utama", Castilla yang saat itu bermaterikan Emilio Butragueno dan Manuel Sanchis berhak promosi ke Divisi Primera 1984/1985. Namun, sesuai "aturan tambahan", tim cadangan Real Madrid itu batal demi hukum untuk promosi karena tim utama Real Madrid masih berada di Divisi Primera.
Pada masa itu Castilla merupakan tim yang sedang berpenampilan mengesankan dalam persepakbolaan Spanyol. Sebelumnya Castilla sempat berprestasi dalam Copa del Rey 1980. Bahkan pada saat itu, Castilla harus berhadapan dengan seniornya, Real Madrid. Toh hasilnya Real Madrid-lah yang menggilas Castilla 6-1 sehingga berhak atas Copa del Rey. Itulah pencapaian tertinggi tim cadangan di Liga Spanyol.
Kejayaan Castilla sebagai tim cadangan Real Madrid bukan tanpa "suksesi". Kelak, beberapa pemain bintang Castilla "naik pangkat" ke tim seniornya. Bahkan, Los Blancos (Tim Putih) pun merajai Liga Spanyol ketika menjuarai Primera Division lima kali berturut-turut (1986-1990) untuk mengulangi kejayaannya di era 1960-an (1961-1965).
Dari pengalaman di Copa del Rey itu, tergambar juga bahwa dua tim dari rahim yang sama, seperti Real Madrid vs Real Madrid B, masih mungkin untuk bertemu di ajang turnamen macam itu. Tapi mustahil mereka bertemu dalam sebuah pertandingan liga, karena aturan memang melarang dua tim dari kubu yang sama bermain di divisi yang sama juga.
Perbandingan dengan Liga Inggris
Sistem di Liga Spanyol ini memang memungkinkan tim cadangan sebuah klub bertanding di liga yang sama asalkan berada di divisi berbeda.
Bandingkan dengan Liga Inggris yang tidak mengizinkan tim cadangan sebuah klub ikut bertanding di kompetisi yang sama walau pun berada di divisi berbeda. Di Inggris, pengelola liga tidak mengharamkan sebuah klub memiliki tim cadangan. Tim-tim cadangan itu bahkan bertanding satu sama lain secara rutin dengan jadwal yang teratur.
Tapi mereka bertanding dalam kompetisi yang terpisah yaitu kompetisi khusus untuk tim-tim cadangan [Premier Reserve League]. Jika tim utamanya terdegradasi, tim cadangannya juga ikut terdegradasi.

Pada musim 2012/2013, Premier Reserve League [PRL] diganti menjadi Profesional Development League [PDL] yang terbagi ke dalam 2 kelompok umur yaitu U-21 dan U-18. Dalam format baru ini, sebuah tim yang ikut PDL tidak bergantung pada nasib tim utamanya.
Di era PRL, sebuah tim cadangan akan ikut terdegrdasai jika tim seniornya juga terdegradasi. Di era PDL, Aston Villa U-21 bisa tetap berada di League-1 kendati tim utama Aston Villa-nya sendiri terdegrdasai dari EPL.
Setiap tim diizinkan dalam PDL diizinkan untuk memainkan 4 pemain yang usianya sudah melewati batas -- satu dijatahkan khusus untuk kiper. Biasanya, pemain-pemain utama yang baru pulih dari cedera atau pemain yang baru dikontrak dimainkan bersama tim U-21, baik untuk proses pemulihan kondisi maupun untuk tahapan adaptasi dengan sepakbola Inggris.
Serupa Tapi Tak Sama dengan Indonesia
Dalam hal-hal tertentu, sistem kompetisi yang diterapkan di Liga Spanyol tidak jauh berbeda dengan persepakbolaan Indonesia. Namun, sistem-sistem tersebut justru terjadi dalam level lain sepakbola kita.
Perihal ada lebih dari satu tim di kompetisi misalnya "cuma" terjadi di kompetisi intern perserikatan pada masa lalu. Itu pun berbeda dengan Spanyol yang menampilkan pemain senior di tim utama dan pemain junior di tim cadangan.
Di kompetisi intern VIJ (cikal bakal Persija Jakarta) era 1940-an, PS Setia dan PS Malay Club pernah mengikuti Kelas I, II, dan III. Bahkan selain di Kelas I dan II, PS Ster 3 dan PS Ster 4 pernah berkompetisi di divisi yang sama, yaitu Kelas III.
Begitu pun di kompetisi intern Persib Bandung era 1930-an, 9 dari 11 klub intern anggota Persib terdaftar dalam tiga kelas, yaitu I, II, dan III. Bahkan mulai 1961 ketika keikutsertaan itu ditiadakan, PS IPI 1 dan PS IPI 2 berada di divisi yang sama, yaitu Kelas I. Penghapusan sistem seperti itu dimaksudkan agar kompetisi berlangsung secara kompetitif. Artinya, tidak ada satu tim "saudara" yang mendominasi.
Sementara itu, berbicara tentang tim cadangan, ISL U-21 pun sebetulnya dimaksudkan untuk itu. Ketika tim utama merasa kekurangan pemain senior (karena cedera atau kesepakatan kontrak tidak tercapai?) maka para pemain junior itulah yang diharapkan bisa mendukung tim utamanya. Akhirnya, kompetisi pun masih bisa tetap berjalan karena tim utamanya tidak mengundurkan diri di tengah kompetisi.
===
* Akun twitter penulis: @novanherfiyana dari @panditfootball
(a2s/din)