Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Pandit

    Kenapa Semua Orang Menyukai Transfer?

    - detikSport
    Gonzalo Arroyo Moreno/Getty Images Gonzalo Arroyo Moreno/Getty Images
    Jakarta -

    Tidak ada keraguan bahwa setiap awal musim jendela transfer jadi bagian paling menarik dari seluruh berita tentang sepakbola. Awal tahun 2015 ini, setelah Tahun Baru, ketika liga-liga di Eropa sedang membuka kembali jendela transfernya, sementara di Indonesia juga sedang dalam persiapan musim baru, seolah menjadi kombinasi yang pas dan top markotop.

    Apakah Anda tertarik membaca berita transfer? Berita transfer liga di Eropa atau berita “transfer” di Liga Indonesia? Jika Anda bilang “tidak tertarik”, Anda adalah salah satu manusia langka di planet bumi ini.

    Mungkin itu wajar. Dalam liga, di manapun liganya, di mana keserakahan seolah menjadi kebajikan, maka tebal dompet adalah faktor yang paling relevan untuk menentukan klub tertentu akan mengakhiri kompetisi di peringkat berapa.

    Untuk mengawalinya, ambil saja salah satu contoh mencolok di Liga Prancis di suatu musim panas di tahun 2011. Paris Saint Germain yang bukan merupakan klub bertradisi juara, yang seumur-umur baru dua kali meraih gelar juara League 1, tiba-tiba kedatangan raja minyak dari Qatar. Uang sejumlah 87 juta euro digelontorkan untuk membeli pemain.

    Lihat di mana posisi mereka sekarang? Dua musim berturut-turut, pada 2013 dan 2014, mereka jadi kampiun.

    Di Prancis, mereka adalah juara dua musim berturut-turut. Di dunia, jumlah fans mereka dilaporkan naik tiga kali lipat sejak 2011. Di Indonesia, sekarang kita sudah melihat banyak seragam PSG (baik orisinal ataupun KW) dijual di lapak-lapak dan dipakai banyak orang yang, jika kita tanya siapa pemain PSG di tahun 2000, mungkin mereka tidak bisa menyebut satu saja.

    Kemudian nanti tibalah hari tenggat waktu atau deadline transfer yang tampak menjadi puncak dari semua drama ini.

    Ya, mau tidak mau, patut diakui bahwa hampir seluruh liga sepakbola di dunia telah menjadi tempat dimana solusi untuk semua masalah adalah membeli lebih banyak pemain (bagus).

    Semua orang memang suka rumor transfer, menemukan diri mereka terpaku pada layar komputer, laptop, telepon genggam, gadget mereka, koran, televisi, dan lain-lain, berusaha mendapatkan berita terbaru, meskipun hanya sebuah gosip tidak jelas.Pada waktu-waktu khusus dan khusyuk, terutama tadi, yaitu di deadline transfer, twitter sudah biasa untuk kebanjiran refresh dengan harapan klub yang mereka bela mendatangkan pemain baru.

    Tanyalah pada setiap penggemar Manchester United bagaimana mereka menghabiskan hari-hari mereka setelah deadline transfer di awal musim ini. Mereka mungkin akan memberitahu Anda bahwa mereka menghabiskan hari dengan rasa marah, gelisah, malu, kecewa, atau malah ada yang bahagia, sementara mereka berharap bisa mendatangkan bek baru, klub malah mendatangkan Falcao.

    Penjabaran Keuntungan Transfer

    Sebuah contoh lain ketika MU mengalahkan Liverpool 3-0 musim ini, tidak satu pun pemain baru mereka di musim panas yang bermain dari awal pertandingan. Mereka mengalahkan Liverpool dengan skuat yang sama yang dulu dipimpin David Moyes dan terbukti hancur lebur. Louis van Gaal berujar, “Ini bukanlah soal pemain baru, tapi ini adalah soal organisasi.”

    Bisa dibilang Van Gaal benar, mungkin bursa transfer adalah penipuan terbesar di mana hampir semua pihak di sepakbola terlibat. Mungkin saja, sih, sebagian besar pemain tidak benar-benar berbeda satu sama lainnya. Termasuk di Indonesia saat ini yang masih ramai membicarakan “transfer” pemain.

    Pertanyaan pamungkasnya adalah: “Kenapa semua orang menyukai transfer?”

    Pertama dan yang paling utama, yaitu untuk pemain. Pemain dapat menggunakan alasan ini secara terus-menerus untuk menegosiasikan kesepakatan yang lebih baik, biasanya soal gaji. Jika tidak, mereka bisa saja melakukan manuver dari klub mereka.

    Kenapa? Banyak alasan tentunya. Alasan yang paling klise, yang tidak banyak diakui tentunya, adalah masalah uang (gaji). Alasan lainnya bisa jadi karena mereka tidak cocok dengan pelatih, waktu bemain mereka yang sedikit, cuaca di kota tersebut tidak bersahabat, rindu kampung halaman, dan lain-lain.



    Kemudian kita beralih ke agen. Agen cinta transfer. Karena itulah cara mereka menghasilkan sebagian besar pendapatan mereka.

    Obsesi seorang agen dengan transfer adalah jika mereka bisa mendapatkan klien mereka, yaitu pemain, untuk terjual dengan nilai yang tinggi. Maka mereka akan mendapatkan persenan. “Jika kita bisa menambahkan dua atau tiga pemain, klub kita pasti bisa lebih baik,” adalah bisikan godaan setan dari para agen kepada manajer dan pelatih klub.

    Lalu berikutnya bagi para pemandu bakat (scout), direktur sepakbola, dan orang-orang misterius yang duduk di komite transfer, jendela transfer adalah surga. Ini terjadi karena transfer dan perpindahan pemain merupakan bagian dari jobdesk mereka.

    Transfer juga sangat bagus untuk media, tentu saja, karena memberikan kita sesuatu untuk dibicarakan. Seperti yang sudah disampaikan di awal artikel ini, transfer adalah pilar utama dari “sinetron” sepakbola modern.

    Siapa konsumen atau penonton “sinetron” sepakbola? Jawabannya tentu adalah fans. Siapa itu fans? Ya, saya, Anda, dia (tunjuk saja sembarang orang di sekitar Anda), kita semua adalah fans. Kita adalah konsumen “sinetron”!

    Fans menyukai transfer karena transfer adalah cerita yang segar, karena transfer menawarkan harapan bahwa semuanya akan baik-baik saja pada akhirnya nanti.

    Jadi, siapa yang membenci transfer? Pemilik klub, deh, bagaimana? Mereka tidak mau tentunya uang mereka habis untuk mendatangkan dan menggaji pemain dengan sembarangan. Tapi ternyata dugaan tersebut salah.

    Transfer adalah “cinta terlarang” bagi pemilik klub. Transfer adalah cara untuk menghasilkan pendapatan dan menjadi aktivitas pemasaran utama mereka. Real Madrid misalnya, mereka tampak terobsesi dengan rekor transfer dunia karena mereka selalu ingin menjadi klub yang memiliki pemain paling mahal di dunia.

    Mari Kembangkan Akademi Saja Kalau Begitu

    Setelah kita membaca pembahasan di atas, tentunya pertanyaan lainnya bermunculan. Apa yang akan terjadi jika klub mengadopsi kebijakan untuk melepaskan diri dari ketergantungan transfer?

    Ambil saja pengandaian, misalnya jika klub (atau bahkan pihak liga) membatasi diri mereka untuk hanya mengontrak tiga atau empat pemain saja setiap musimnya, maka pastinya mereka akan lebih fokus untuk mengembangkan akademi mereka.

    Idealnya, jika klub bisa melakukan ini, maka klub akan memiliki utang yang rendah, atau bahkan tidak memiliki utang sama sekali. Keuangan mereka menjadi sehat, pemain-pemain mereka adalah didikan mereka sendiri yang tentunya mencintai klub, dan skuat pun akan harmonis.

    Namun, itu kondisi ideal. Sekarang mari tengok Southampton. Akademi Southampton adalah akademi yang sangat produktif yang paling kelihatan akhir-akhir ini. Jika ada satu atau dua klub seperti Southampton, mereka mungkin akan survive pada satu musim. Tapi lihat musim selanjutnya. Bagaimana skuat mereka sekarang?

    Luke Shaw sudah pindah ke United, Calum Chambers ke Arsenal, bahkan tiga pemain pilar mereka pindah ke Liverpool, yaitu Rickie Lambert, Adam Lallana, dan Dejan Lovren.

    Meskipun Liverpool sendiri berada di bawah Southampton sekarang ini, tetapi mungkin hal di atas menunjukkan apa yang terjadi jika sebuah klub sukses melakukan pembinaan akademi mereka: tim kaya akan datang dan membeli bakat terbaik klub dan klub terpaksa untuk membeli dan menambal lubang dalam skuat yang rusak. Siklus klub pun akan berubah lagi.

    Memusingkan memang. Tetapi Ronald Koeman sudah melakukannya dengan baik sejauh ini. Namun tetap saja, Koeman pasti melakukannya dengan penuh kepusingan. Fans The Saints pun pasti sempat khawatir dan depresi di awal musim.

    Itulah cerminan terbaik tentang bagaimana tidak adanya kondisi ideal di sepakbola. Meskipun itu bisa saja terjadi jika pihak liga yang mengaturnya, misalnya, bahwa setiap klub (bukan hanya satu klub saja) hanya boleh membeli tiga atau empat pemain saja setiap musim sambil terus mengembangkan akademi mereka.

    Ideal ataupun tidak, tanya saja kepada FC Barcelona dan Ajax Amsterdam.

    Transfer di Sepakbola Tidak akan Ada Habisnya

    Ada dua transfer yang umum yang kita ketahui di sepakbola, terutama di Eropa, yaitu transfer musim panas dan transfer musim dingin. Untuk yang sedang terjadi saat ini, yaitu transfer musim dingin, adalah transfer yang dinilai “nanggung” karena hanya berlangsung selama satu bulan.



    Gary Neville pernah berkata bahwa transfer musim dingin (di Eropa) adalah “solusi jangka pendek untuk masalah jangka panjang”. Hal ini bisa jadi benar, bisa jadi tidak benar, tetapi kebanyakan adalah benar.

    Sebuah contoh utama dari hal ini adalah Andy Carroll pada tahun 2011. Ia pindah ke Liverpool dari Newcastle United dengan mahar 35 juta poundsterling. Wow! Striker berkuncir kuda ini kemudian dijual ke West Ham United dengan kerugian uang transfer mencapai minimal 20 juta poundsterling.

    Hal ini terjadi lantaran (katanya) Fernando Torres pindah ke Chelsea menjelang hari deadline transfer yang membuka pintu bagi Carroll untuk bergabung ke The Reds. Maaf untuk menghakiminya, tapi ini adalah bisnis yang buruk bagi jangka panjang Liverpool.

    Torres sendiri pindah ke Chelsea dengan uang transfer mencapai 50 juta poundsterling. Di mana ia sekarang? Yang jelas bukan di Chelsea.

    Tapi cukup sudah berbicara kejelekan transfer musim dingin, mari kita beralih ke hal yang positif. Pada musim dingin tahun 2006, Manchester United mengontrak Nemanja Vidic dan Patrice Evra pada transfer musim dingin.

    Delapan tahun berlalu dengan banyak trofi, kemudian kedua pemain tersebut menjadi kapten dan wakil kapten klub, mereka berdua bahkan menjadi penghuni utama di empat bek MU.

    Memang, untuk beberapa kesempatan, jendela transfer musim dingin adalah kesempatan untuk menyelamatkan setengah musim awal yang buruk. Tapi dengan tekanan yang semakin besar, transfer bisa saja menjadi bumerang yang merugikan.

    Transfer mungkin sudah menjadi sebuah pabrik yang mengambil uang dan juga pemain atas nama investasi. Transfer dan perpindahan pemain adalah hal yang mendasar bagi struktur sepakbola dunia. Akan sulit melihat sepakbola tanpa transfer. Untuk Indonesia juga, meskipun banyak masalah keuangan, tetap saja banyak terjadi “perpindahan pemain” (alih-alih menyebutnya sebagai “transfer”).

    Jadi, selamat Tahun Baru, selamat menikmati jendela transfer musim dingin liga Eropa, selamat menikmati perpindahan pemain menjelang Liga Indonesia bergulir lagi. Hari deadline masih panjang, kok.


    ===

    * Akun twitter penulis: @dexglenniza dari @panditfootball

    (a2s/din)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game