Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Pandit

    Sepakbola Jepang (Bagian 1)

    Perjalanan Panjang Jepang Membangun Fondasi Sepakbola Profesional

    - detikSport
    Getty Images/Hiroki Watanabe Getty Images/Hiroki Watanabe
    Jakarta - Sepakbola bukanlah olahraga yang paling populer di Jepang. Masyarakat di Negeri Sakura ini lebih menggemari olahraga lain seperti Baseball dan Sumo yang sudah lebih dahulu menarik perhatian mereka.<br /><br />Namun, siap sangka sebenarnya sepakbola sudah masuk ke Jepang sejak 1873, atau dua tahun setelah bisbol diperkenalkan. Ketika itu, komandan angkatan laut Inggris yang ditugaskan ke Jepang, Archibald L. Douglas, memperkenalkan sepakbola kepada masyarakat Tokyo.<br /><br />Sepakbola akhirnya berkembang di Tokyo hingga akhirnya pada 1878, Jepang mendirikan <em>The National Institute of Gymnastics</em> yang sudah memasukkan kurikulum sepakbola.<br /><br />Pada 1888, koran pelabuhan Kobe, <em>Kobe Minato Shimbun,</em> mencatat diselenggarakannya pertandingan sepakbola pertama di Jepang. Pertandingan ini mempertemukan antara klub yang diisi oleh masyarakat lokal Jepang dan tim yang berisi oleh para pendatang. Tim yang diisi para pendatang ini mayoritas diisi oleh tentara asal Inggris yang sedang bertugas di Tokyo. Hebatnya, tim lokal secara tidak terduga berhasil memenangkan pertandingan ini.<br /><br />Sejak saat itu, sepakbola kian berkembang di Jepang. Beberapa sekolah mulai memiliki klub sepakbolanya sendiri. Meski belum banyak kompetisi sepakbola, tapi bisa dikatakan institusi pendidikan (sekolah maupun universitas) menjadi sarana dalam penyebarluasan sepakbola ke seluruh Jepang.<br /><br />Pada 1921, Asosiasi Sepakbola Jepang, JFA, didirikan. Berdirinya JFA, bahkan lebih dulu dari dimulainya kompetisi profesional bisbol pertama di Jepang yang baru ada pada 1935. Hal ini menunjukan bahwa Jepang memang sudah mulai mengenal sepakbola ketika itu. Dibentuknya induk olahraga resmi menunjukan bahwa Jepang ingin membawa sepakbola ke jenjang profesional. JFA pun kemudian bergabung dengan FIFA pada 1929.<br /><br />Sejak itu, sepakbola di Jepang semakin berkembang. Tidak hanya bermain dalam lingkup nasional, sepakbola Jepang sudah mulai merambah ke dunia internasional. Salah satu prestasi yang paling diingat adalah saat mereka berhasil mengalahkan Swedia dengan skor 3-2 dalam pertandingan Olimpiade 1936 di Berlin. Masyarakat Jepang menyebut prestasi ini dengan &ldquo;Miracle of Berlin&rdquo; karena tidak ada yang menyangka Jepang akan meraih kemenangan ketika itu.<br /><br />Aktivitas sepakbola di Jepang mesti terhenti sejenak saat Perang Dunia II. JFA keluar dari keanggotaan FIFA sehingga tidak ada aktivitas sepakbola yang dijalankan oleh tim nasional Jepang. Hal ini kemudian berbuntut pada meredupnya popularitas sepakbola di kalangan masyarakat Jepang.<br /><br />Sebaliknya, bisbol yang sudah melekat lebih kuat di lingkungan masyarakat Jepang, justru menjadi olahraga yang semakin populer usai Perang Dunia II. Hampir seluruh anak-anak di Jepang memainkan bisbol. Tidak banyak anak-anak yang memainkan sepakbola, bahkan cenderung mulai ditinggalkan.<br /><br />Namun, ada satu prefektur di Jepang yang di kota tersebut anak-anak justru lebih banyak memainkan sepakbola. Prefektur ini adalah prefektur Shizuoka yang terletak di bagian barat daya Tokyo. Dari prefektur inilah sepakbola Jepang berusaha bangkit kembali.<br /><br /><strong>Berada di Bawah Bayang-Bayang Korea Selatan</strong><br /><br />Mereka memulai dengan kembali menjadi anggota FIFA pada 1950. Institusi pendidikan lagi-lagi dijadikan wahana untuk menyebarkan sepakbola ke masyarakat Jepang. Kompetisi sepakbola resmi akhirnya digelar pada 1962 dengan nama "<em>Japan Soccer League</em>".<br /><br />Hasil dari dijalankannya kompetisi sepakbola tersebut yakni medali perunggu Olimpiade Meksiko City 1968. Namun, medali perunggu tersebut menjadi satu-satunya prestasi yang bisa dibanggakan Jepang pada era ini. Selebihnya, prestasi tim nasional mereka tidak bisa dibilang baik. Bahkan, untuk level Asia pun mereka masih berada di bawah bayang-bayang Korea Selatan.<br /><br />Hal ini tentu bukan merupakan hal yang diinginkan oleh Jepang. Menjadi nomor satu di Asia, bahkan dunia, adalah ambisi negara yang menyebut dirinya "Cahaya Asia" ini. Kalah dari negara tetangga adalah satu hal yang dianggap memalukan bagi Jepang.<br /><br />Karena itu pada 1980-an mulai dirancang perencanaan untuk membangun sistem pengembangan sepakbola. Salah satunya adalah perancangan kompetisi profesional yang berkualitas sehingga mampu menciptakan pemain-pemain berbakat.<br /><br /><strong>Kampanye Lewat Kartun dan Institusi Pendidikan</strong><br /><br /><img src="https://akcdn.detik.net.id/albums/pialaasiatimnasu19/1AJapan.jpg" alt="" width="450" height="335" /><br /><br />Tentu saja semua itu tidak bisa dilakukan secara instan. Dibutuhkan perencanaan yang matang untuk bisa menghasilkan kompetisi yang sesuai harapan. Yang bisa dilakukan Jepang ketika itu adalah melakukan kampanye-kampanye yang mampu meningkatkan daya tarik masyarakat terhadap sepakbola. Pembuatan film kartun Kapten Tsubasa pada 1980-an adalah salah satu usaha Jepang untuk mempopulerkan sepakbola di kalangan anak-anak.<br /><br />Hal lain yang mereka bangun pada masa ini adalah penguatan pada level akar rumput. Jepang memiliki anggapan bahwa sebelum membangun kompetisi level profesional, mereka harus memiliki pembinaan yang kuat terlebih dahulu. Karena bagaimanapun juga, kompetisi profesional membutuhkan pemain-pemain hasil pembinaan.<br /><br />Institusi pendidikan masih menjadi andalan utama Jepang untuk melakukan pembinaan akar rumput. Memang sangat sulit bagi mensyarakat Jepang untuk meninggalkan sekolah dan mengejar karir. Sekolah tetap merupakan keharusan meski mereka ingin berkarir sebagai atlet. Karena itulah JFA tidak melepaskan pembinaan dari sekolah. Kompetisi antar sekolah mereka bangun dengan sangat baik sehingga anak-anak mendapatkan ajang berkompetisi sejak dini.<br /><br />Adanya kompetisi antar sekolah ini membuat sekolah-sekolah juga akhirnya memiliki klub sepakbola yang kuat. Klub-klub sepakbola yang terdapat di hampir seluruh sekolah di Jepang, memiliki jadwal latihan yang tidak berbeda dengan latihan yang dijalani oleh tim usia muda klub profesional. Beberapa klub sepakbola sekolah bahkan didampingi oleh pelatih dengan kualitas yang sangat baik.<br /><br />Maka tidak sedikit pemain-pemain tim nasional Jepang saat ini yang lahir dari kompetisi sekolah. Beberapa nama besar yang kita kenal saat ini seperti Honda, Hasebe, Nakamura, dan beberapa pemain lainnya lahir dari kompetisi antar sekolah. Pemain yang kini membela Inter Milan, Yuto Nagatomo, bahkan baru memulai karirnya di klub profesional setelah mendapat gelar sarjana.<br /><br />Hal ini membuat kompetisi sepakbola antar SMA pun memiliki gengsinya tersendiri. Kejuaraan yang diberi nama &ldquo;All High School Tournament&rdquo; ini selalu mampu menghadirkan daya tarik bagi anak-anak sekolah yang ingin mendukung teman-temannya bertanding maupun para orang tua yang tidak mau melewatkan aksi anaknya.<br /><br />Partai final di daerah masing-masing bahkan mampu menghadirkan lebih dari 20 ribu penonton. Tidak jarang pertandingan antar sekolah ini harus menggunakan stadion level internasional seperti Saitama Stadium agar mampu menampung jumlah penonton yang ingin menyaksikan pertandingan.<br /><br />Lewat fondasi dan sistem pembinaan yang kuat, Jepang akhirnya mulai meluncurkan kompetisi profesionalnya pada 1993. Kompetisi yang diberi nama "J-League" ini terus bergulir sebagai kompetisi level tertinggi Jepang hingga saat ini. Tentu saja, sistem yang dibangun pada J-League pun tidak lepas dari sistem pembinaan yang sudah dibangun Jepang pada tahun-tahun sebelumnya.<br /><br /><img src="https://akcdn.detik.net.id/albums/pialaasiatimnasu19/2AJapan.jpg" alt="" width="450" height="345" /><br /><br />====<br /><br />*penulis biasa menulis untuk situs @panditfootball, beredar di dunia maya dengan akun @aabimanyuu<br /><br /><br /><br /> (Rossi Finza Noor/Kris Fathoni W)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game