Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Pandit

    Piala FA sebagai Mimpi dan Harapan

    Randy Aprialdi S - detikSport
    (Tony Marshall - The FA/The FA via Getty Images) (Tony Marshall - The FA/The FA via Getty Images)
    Jakarta - Piala FA (selain Piala Liga Inggris) sering diacuhkan penggemar Liga Primer Inggris. Kompetisi tersebut banyak mempertemukan kesebelasan-kesebelasan medioker, bahkan kesebelasan dari divisi bawah yang jarang sekali nongol di layar kaca. Padahal kemunculan kesebelasan-kesebelasan kecil dan medioker itu yang sering membuat Piala FA menjadi lebih menarik. <br /><br />Tentu saja, nilai sejarah Piala FA jadi nilai tambah tersendiri. Kompetisi ini merupakan ajang sepakbola tertua di Inggris. Dimulai sejak 1871/1872 yang diikuti 17 kesebelasan dalam sistem gugur, Piala FA masih terus bertahan hingga sekarang, melewati tahun demi tahun, dekade demi dekade, dan sudah bertahan di tiga abad yang berbeda: abad 19, 20 dan 21. <br /><br />Sepanjang abad demi abad itu, Piala FA juga merawat keterbukaannya kepada kesebelasan-kesebelasan di luar divisi teratas. Faktor itulah yang menjadi alasan Piala FA, yang diikuti 736 kesebelasan, tak bisa dikesampingkan begitu saja. Pasalnya dari keterbukaan semua divisi tersebut terjadi beberapa fenomena menarik yang jarang terjadi di Liga Primer Inggris.<br /><br /><strong>Dana Segar Bagi Kesebelasan Medioker</strong><br /><br />Piala FA merupakan berkah bagi kesebelasan-kesebelasan divisi Championship hingga kesebelasan terendah di bawah sistem Liga Inggris. Alasannya karena kesebelasan kecil dan medioker manapun berkesempatan bertemu dengan kesebelasan top Liga Primer Inggris.<br /><br />Banyak faktor-faktor yang bisa menjadi daya tarik finansial selain soal hiburan bagi kesebelasan-kesebelasan kecil di Inggris. Penjualan tiket pertandingan melawan kesebelasan besar saja dipastikan bakal ludes terjual.<br /><br />Salah satu contohnya dialami tuan rumah Cambridge United ketika menjamu Manchester United pada 24 Januari lalu. Para pendukung Cambridge rela antri jauh-jauh hari demi membeli tiket. Walaupun tiket sudah habis mereka tetap berharap mendapatkan tiket tambahan dari pihak penyelenggara. Akibat sangat banyak peminat membuat tiket tambahan diproduksi sehingga bisa dibeli para pendukung Cambridge, kendati tiket tambahan itu mengharuskan mereka berdiri sepanjang laga. <br /><br />Tidak hanya dari urusan tiket, hak siar pun memberikan keuntungan bagi kesebelasan kecil yang bertemu raksasa. Dari laga melawan United, dikabarkan Cambridge mendapatkan dana sebesar 114 ribu poundsterling dari hak siar BBC One. Jumlah uang yang sama juga diberikan kepada pertandingan antara Liverpool melawan Bolton Wanderers pada ronde keempat Piala FA tersebut.<br /><br />Apalagi jika kesebelasan medioker dan kecil itu mampu mencapai fase empat besar Piala FA di stadion Wembley. Dipastikan uang minimal 90 ribu poundsterling dari hak siar sudah berada di dalam saku. Maka jumlah uang tersebutlah yang sudah pasti akan dikantongi Aston Villa pada laga final Piala FA yang akan bergulir pada Sabtu (30/5) malam ini. <br /><br />Lain di televisi lain juga di area sekitaran stadion. Pertandingan yang mempertemukan dua kesebelasan berbeda divisi itu sering dimanfaatkan toko-toko assesoris klub bersangkutan. Beberapa propaganda dibuat dalam berbagai produk yang berkaitan dengan pertandingan yang akan digelar. Dari tiket stadion hingga scraft yang menyimbolkan kedua kesebelasan yang saling berhadapan. Scraft dengan setengah bagian Cambridge dan sisanya United pun ramai dijual di Stadion Abbey, kandang Cambridge.<br /><br /><strong>Peluang Bertemunya Para Suporter Rival</strong><br /><br />Millwall United bertemu dengan Wigan Athletic di Wembley Stadium di semifinal Piala FA pada 13 April 2013 silam. Memang kubu Millwall tidak punya intensitas permusuhan kepada Wigan, sebagaimana yang terjadi kepada West Ham United.<br /><br />Akan tetapi demi eksistensi suporter Millwall di tribun sepakbola Inggris, mereka tetap saja berulah. Terjadi bentrokan kedua suporter dan berlangsung hampir 10 menit. Sebanyak 11 orang ditangkap kepolisan dan pihak FA membentuk tim penyelidik kerusuhan tersebut.<br /><br /><img src="https://akcdn.detik.net.id/albums/football/millwall-wigan-getty.jpg" alt="" width="460" height="306" /><br /><br />Di sisi lain FA Cup kerap dijadikan momentum kekerasan, terutama bagi kesebelasan Championship ke bawah. Bukan tanpa alasan, sebab inilah ajang yang memberi kesempatan kepada mereka untuk menunjukan eksistensi mereka di salah satu kompetisi besar di Inggris.<br /><br />Niat untuk berulah sudah muncul sejak pengundian Piala FA disiarkan melalui berbagai media elektronik. Ketika berlangsung, biasanya masing-masing suporter akan berkumpul di suatu tempat sambil menyaksikan saluran komunikasi yang menyiarkan undian. Masing-masing menanantikan siapa lawan yang akan dihadapi mereka. <br /><br />Mereka kemudian akan bersorak girang ketika bertemu dengan kesebelasan rival. Apalagi jika kedua kubu sudah sangat lama tidak bertemu karena perbedaan divisi. Sungguh dirindukan momentum dimana mereka akan saling berhadapan dengan cacian dan pukulan.<br /><br />Jangan lupa masih banyak suporter garis keras yang terus berkecimpung di luar divisi tertinggi liga Inggris. Birmingham Zulus (Birmingham), The Muckers (Blackpool), Leeds Service Crew (Leeds United), Millwal Bushwackers (Millwall), 6.57 Crew (Portsmouth) dan Subway Army (Wolverhampton Wanderers), dan perusuh lainnya sangat &ldquo;rindu&rdquo; bertemu lawannya yang tahun demi tahun menikmati kemewahan Liga Primer Inggris. <br /><br />Apalagi kesebelasan-kesebelasan Liga Primer Inggris juga memiliki basis suporter garis keras yang cukup berbahaya. Salah satunya Aston Villa Hardcore yang tempo hari melakukan invasi lapangan kala menghadapi West Bromwich Albion, pada babak delapan besar di Villa Park lalu, Minggu (8/3/2015).<br /><br />Sekali lagi, kendati pertemuan itu bukanlah laga dengan rivalitas panjang, tetap saja potensi kericuhan tetap tinggi. Bayangkan saja apa yang terjadi jika Aston Villa bertemu dengan Birmingham, rival sekotanya, yang jarang lagi bertemu karena perbedaan divisi. <br /><br />Jejak rekam Villa Hardcore tampaknya akan semakin bertambah mengingat pada laga final Piala FA malam ini mereka akan berhadapan dengan Arsenal, di Wembley Stadium, Sabtu (30/5). Mereka niscaya akan dibicarakan banyak orang jika memperlihatkan prilaku yang &ldquo;luar biasa&rdquo; di laga puncak yang disaksikan banyak orang itu. <br /><br />Ini final Piala FA, bung!<br /><br /><strong>Kesempatan Kesebelasan Medioker untuk Berprestasi</strong><br /><br />Masih sangat menyakitkan bagi Chelsea harus tersingkir di pertemuan keempat Piala FA. Sebetulnya The Blues masih bisa legowo jika yang mengalahkan mereka salah satu kesebelasan big seven di Liga Primer Inggris. <br /><br />Akan tetapi mereka dipermalukan di kandang sendiri oleh Bradford City yang berkiprah di League One. Kala itu Chelsea sudah percaya diri karena sedang unggul dua gol. Kemudian Bradford mampu membalikan kedudukan dan memaksa John Terry dkk., takluk 2-4 di Stamford Bridge.<br /><br /><img src="https://akcdn.detik.net.id/albums/football/chlesea-bradford.jpg" alt="" width="460" height="309" /><br /><br />Pertandingan tersebut menjadi ilustrasi betapa Piala FA bukanlah ajang sembarangan. Kesebelasan-kesebelasan kecil di Inggris tentu ingin membuktikan diri jika level divisi tidak selalu otomatis membedakan satu sama lain. Pada akhirnya, sepakbola adalah siapa yang mencetak gol lebih banyak, bukan siapa dan di divisi berapa mereka bermain. Divisi bolah lebih tinggi, tapi nanti dulu: buktikanlah di lapangan.<br /><br />Pada Piala FA musim lalu juga terjadi beberapa kejutan. Kesebelasan medioker seperti Hull City berhasil melaju ke final walau harus dikalahkan Arsenal di partai puncak. Kesebelasan berjuluk Latics ini bisa melangkah ke final dengan cara yang lebih fenomenal. Tidak hanya mampu menembus partai final, akan tetapi saat itu Wigan berhasil mengalahkan Manchester City dengan skor tipis 1-0. Sehingga Latics mampu menggondol Piala FA 2012/2013 ke Kota Wigan.<br /><br />Melihat yang sudah terukir Piala FA sebelum-sebelumnya, maka bukan hal mustahil Aston Villa, yang sempat terpuruk di Liga Primer Inggris, bisa menggondol juara Piala FA. Di tangan manajer barunya, Tim Sherwood, mereka masih cukup memungkinkan mengalahkan Arsenal pada laga final Piala FA 2014/2015. Sebelumnya, Liverpool yang cukup percaya diri melaju ke final, bisa mereka kalahkan di semi final &ndash; kekalahan yang membuat semangat Liverpool menurun drastis dan berdampak pada buruknya pernampilan mereka di laga-laga terakhir Liga Primer Inggris.<br /><br /><strong>Pemain-Pemain Kecil yang Menjadi Menonjol</strong><br /><br />Piala FA memang menjadi pembuktian kesebelasan-kesebelasan semenjana, tidak terkecuali pemain-pemainnya. Beberapa pesepakbola dari kesebelasan kecil bisa tampil memukau. Motivasi mereka tentu berlipat. Selain ingin membawa kesebelasannya lebih berprestasi, para pemain itu akan bermain dengan semua kemampuan yang dimilikinya agar dilirik kesebelasan-kesebelasan papan atas.<br /><br />Belakangan ini sempat tersiar kabar bahwa Liverpool mengincar Adam Bogdan, kiper Bolton Wanderers. Kedua kesebelasan tersebut sebelumnya bertemu pada pertemuan di babak ke-empat Piala FA. Keberhasilannya menjaga gawang dari kebobolan di Stadion Stadion Anfield membuat Brendan Rodgers kepincut. Apalagi ketika dua kesebelasan itu bertemu pada 25 Januari, kiper Liverpool (Simon Mignolet) sedang disorot karena memperlihatkan grafik penampilan yang menurun.<br /><br />Tidak hanya soal kemampuan pemain, The Reds juga bertemu dengan pemain yang cukup unik dari segi postur badan. Saat itu Steven Gerrard dkk bertanding melawan AFC Wimbeldon pada ronde ke-3 Piala FA. Rupanya di Wimbeldon ada pemain dengan badan raksasa yaitu Adebayo Akinfenwa yang berbobot 102 kilogram. Semakin menarik ketika Adebayo Akinfenwa berhasil membobol gawang Liverpool dan berhasil bertukar seragam dengan Gerrard. Gol yang dilesatkannya seperti sebuah mimpi yang menjadi nyata bagi pemain &ldquo;berat&rdquo; berusia 32 tahun tersebut. <br /><br /><img src="https://akcdn.detik.net.id/albums/football/akinfenwa-getty.jpg" alt="" width="460" height="307" /><br /><br />Jangan lupa juga, masih dengan menyebut Liverpool, seorang belia juga mencuat karena Piala FA. Liverpool terhenti di semifinal berkat kemilau pemain muda, Jack Grealish, gelandang serang Aston Villa. Pemain 19 tahun tersebut mampu memperdayai Emre Can, Martin Skrtel dan Jordan Henderson berkali-kali sampai ia membuat asist dan turut berperan atas terjadinya gol Fabian Delph. Atas aksi ciamiknya tersebut, Grealish mulai dibicarakan orang dan sempat jadi rebutan timnas yunior Irlandia dan Inggris.<br /><br />Maka sukar untuk menampik jika Piala FA merupakan salah satu ajang yang mewujudkan mimpi kesebelasan, pelatih, pemain, dan suporter dari kesebelasan-kesebelasan kecil. Inilah ajang yang memungkinkan siapa pun menganyam mimpi dan harapannya. <br /><br />===<br /><br />*Akun Twitter penulis: @Randynteng dari @panditfootball<br />** Foto-foto: Getty Images<br /><br /> (nds/nds)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game