Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Pandit

    Lagu-lagu Kekalahan Pahit

    Randy Aprialdi - detikSport
    Getty Images Getty Images
    Jakarta - <p>Kekalahan macam apa yang Anda inginkan terjadi kepada kesebelasan kesayangan? Tentu saja tidak ada! Siapa juga yang mau menelan kekalahan. Sayangnya, kekalahan adalah hal yang niscaya terjadi, cepat atau lambat, sekuat apa pun dan sehebat apa pun sebuah kesebelasan. Seperti halnya kematian, kekalahan adalah sesuatu yang tak bisa dielakkan.<br /><br />Kemenangan dalam sepakbola bukan melulu soal keindahan. Penampilan cantik kerapkali dikandaskan permainan yang membosankan. Namun apakah itu salah? Tidak sepenuhnya karena kemenangan tetaplah kemenangan. Saat Anda mencetak gol lebih banyak dari lawan, maka itu adalah kemenangan. Sesederhana itu.<br /><br />Sederhana, memang. Tapi tetap saja kekalahan kadang sulit diterima. Apalagi jika terjadi di partai final, atau kalah karena kesalahan wasit yang teledor, atau kalah di menit terakhir atau kekalahan-kekalahan lainnya.<br /><br />Tapi sesedih apa pun kekalahan, hidup toh harus tetap berjalan terus. Show must go on. Sesulit apa pun bangkit, <em>toh</em> akhirnya kita harus menghadapi hari-hari esok.<br /><br />Salah satu upaya untuk menghibur kekalahan, juga berbagai hal menyedihkan lainnya, adalah dengan mendengarkan lantunan lagu. Lewat telinga, kita menegarkan diri. Lewat "<em>No Woman No Cry</em>"-nya Bob Marley kita melarikan diri. Meski sedih, tapi tak perlu lama-lama memendam.<br /><br />Kami menyarikan lima lagu yang agaknya pas dan tepat untuk setiap kekalahan dalam sepakbola. Lupakan kekalahan, putar musik, lalu lihat adakah perubahan?<br /><br /><strong>John Legend - All of Me</strong><br /><br />Tidak bisa dipungkiri jika&nbsp;menjadi pendukung sepakbola "sejati" tidaklah murah. Segenap upaya dilakukan semaksimal mungkin untuk mendukung kesebelasan, mulai dari membeli aksesori, kostum, hingga tiket pertandingan setiap pekannya.<br /><br />Barangkali tidak sedikit dari Anda yang sengaja bolos sekolah maupun "cabut" dari perkuliahan hanya agar tidak terlambat sampai di stadion. Anda mungkin juga pernah berbohong pada atasan untuk bisa pulang lebih cepat. Semua dilakukan demi kesebelasan yang Anda cintai.<br /><br />Namun, semua yang Anda lakukan terasa sia-sia belaka. Para pemain bermain tanpa semangat; lini pertahanan begitu rapuh dan mudah ditembus kesebelasan lawan. Lalu, Anda pun pulang dengan kekalahan. Usai laga, apapun dan bagaimana pun hasilnya mesti bisa diterima.<br /><br />Terdapat penggalan yang menguatkan dalam All of Me-nya John Legend: &nbsp;<em>"I'm so dizzy, don't know what hit me, but I'll be alright"</em>. Ya, semua haruslah baik-baik saja, apapun yang terjadi selama 90 menit di atas lapangan. Kendati berat semua pengorbanan atas rasa kecintaan pada kesempurnaan tidak sepenuhnya bisa dibalas dengan sepadan kecuali lewat kemenangan.<br /><br />Memang bukan hanya cinta yang memerlukan pengorbanan, toh kepada sepakbola pun sama. Semua yang dilakukan demi bisa bernyanyi bersama-sama diekspolarasikan dari bentuk dukungan yang maksimal.<br /><br />"<em>Cause all of me, loves all of you</em>".&nbsp;Tapi kalah atau menang jangan sampai berhenti menyanyi untuk sebuah kesebelasan. Ya, apapun dilakukan untuk sang kesebelasan tercinta, "<em>I can't stop singing, it's ringin, in my head for you</em>".<br /><br /><img src="https://akcdn.detik.net.id/albums/postmatchchelnewc/1ALagu.jpg" alt="" width="450" height="299" /><br /><br /><iframe src="https://www.youtube.com/embed/ftGQLvUwzjY" frameborder="0" width="450" height="253"></iframe><br /><br /><strong>Adele - Chasing Pavements</strong><br /><br />Jangan terlalu berharap lebih. Itu yang terjadi jika rasio persen peluang untuk melangkah itu sangat kecil walau setidaknya dari yang terkecil diharapkan bisa berubah menjadi besar. Salah satu contoh perumpamaan tersebut ada dalam benak para pendukung Bayern Munich ketika bertemu dengan Barcelona pada semifinal Liga Champions musim ini.<br /><br />Pada leg pertama&nbsp;<em>The Bavarians</em>,&nbsp;julukan Bayern, diberondong tiga gol tanpa balas di Stadion Camp Nou. Hasil yang membuat batin para pendukung Bayern terpukul bukan main. Pasalnya mereka harus&nbsp;mengulang harapan yang sama&nbsp;ketika delapan besar melawan Porto.<br /><br />Pada leg pertama Bayern takluk 1-3 di kandang Porto Stadion do Dragao. Kemudian di Allianz Arena, Bayern mampu membalikan keadaan dengan kemenagnan 6-1, saat kepala para pendukung&nbsp;The Bavarians&nbsp;hampir terpenggal namun terasa hidup kembali atas keajaiban itu.<br /><br />Harapan Bayern mendapatkan keajaiban yang sama muncul kembali usai dikalahkan Barca 0-3 pada leg pertama semifinal Liga Champions 2014/2015. Mencari cara untuk mendapatkan keajaiban yang sama ketika melawan kesebelasan yang terhitung lebih tangguh ketimbang Porto. "<em>Ah</em>, lagi-lagi",&nbsp;mungkin itu yang ada dalam benak para pendukung&nbsp;The Bavarians.&nbsp;"<em>I've made up my mind, don't need to think it over</em>,"&nbsp;penggalan lirik lagu Adele berjudul <em>Chasing Pavements.</em><br /><br />Ya, single<em> Chasing Pavements </em>dirasa cocok dengan suporter yang dilematis ketika mendapatkan peluang kecil kesebelasannya terutama dalam fase knock-out dari format turnamen.<br /><br />Mencari cara yang harus dilakukan ketika peluang kesebelasan tertutup atas kekalahan yang besar sehingga butuh kemenangan lebih besar agar bisa melangkah ke fase selanjutnya. Dukungan seperti apa yang akan kamu pilih atau justru pasrah dengan keadaan yang membuat memilih jalur lain. Diam atau lebih baik masa bodoh dengan pertandingan.&nbsp;<em>"Should I give up or should I just keep chasin' pavements?"</em><br /><br />Atau justru apa yang kamu lakukan dalam sebuah dukungan yang mati-matian dalam kesempatan kecil justru malah membuang-buang waktumu,&nbsp;<em>"Or would it be a waste even if I knew my place? should I leave it there?"</em> Ketika pada akhirnya&nbsp;keajaiban tidak datang dua kali seperti Bayern&nbsp;yang tidak bisa mengulangi momentum delapan besar karena dikandaskan Barca di semifinal Liga Champions musim ini. Mungkin Josep "Pep" Guardiola untuk selanjutnya harus tahu apa yang mesti dilakukan antara keajaiban dan statistik logika.<br /><br /><img src="https://akcdn.detik.net.id/albums/postmatchchelnewc/2ALagu.jpg" alt="" width="450" height="253" /><br /><br /><iframe src="https://www.youtube.com/embed/08DjMT-qR9g" frameborder="0" width="450" height="253"></iframe><br /><br /><strong>Coldplay - Fix You</strong><br /><br />Dalam lagu Coldplay berjudul <em>Fix You</em> mengatakan jika kau sudah melakukan yang terbaik tapi kesuksesan tidak mampu didapatkan. Ketika kau mendapatkan hal paling diinginkan namun rupanya itu bukanlah yang kau butuhkan. Tapi itulah proses dalam hidup jika kau tidak mencobanya maka tidak pernah tau bagaimana rasanya.<br /><br />Seperti apa yang akan terjadi jika kita rela pergi meninggalkan tempat tinggal untuk pergi jauh menuju tempat kesebelasan kesayangan yang akan bertanding. Tentu jarak Jakarta ke Surabaya bukanlah perjalanan yang singkat. Berapa besar risiko yang didapatkan ketika kamu rela&nbsp;menjalani ribuan mil&nbsp;untuk mengikuti kesebelasan kesayanganmu bertanding di kandang lawan? Tentu bukan perjudian kecil untuk melewatinya.<br /><br />Tapi justru usaha dukungan dengan pengorbanan semaksimal mungkin dari kita tidak sebanding dengan yang diharapkan. Kesebalasan kita kalah. Bahkan para pemain yang selalu dielu-elukan tidak memberikan rasa hormat ke arah tribun yang kita injak sebagai ungkapan terima kasih atas dukungan yang diberikan setelah melewati perjalanan sangat jauh.<br /><br />Para pahlawan di lapangan selama 90 menit itu justru terburu-buru ke ruang ganti karena kekalahan. Rasa kecewa bercampur dengan sakit hati seraya mengikuti langakahmu pulang. Namun dengan lapang dada harus ada yang diperbaiki kepada rasa yang kecewa. Sedih namun harus tetap tegar.<br /><br />Chris Martin vokalis Coldplay dalam lagu <em>Fix You</em> sedikit menegarkan<em>&nbsp;"Lights will guide to home and ignite your bones. And I will try to fix you"</em>.&nbsp;Ya, karena masih ada keluarga dan kerabat yang menunggumu di rumah dari perjalanan ratusan kilo meter. Biarkan mereka memperbaiki hatimu yang sudah rusak nanti. Menghadirkan semua mimpi yang sudah dihias dengan wangi pertandingan yang masih melekat seraya mengikuti langkah pulang ke&nbsp;rumah.<br /><br /><img src="https://akcdn.detik.net.id/albums/postmatchchelnewc/3ALagu.jpg" alt="" width="450" height="300" /><br /><br /><iframe src="https://www.youtube.com/embed/k4V3Mo61fJM" frameborder="0" width="450" height="253"></iframe><br /><br /><strong>Oasis - The Masterplan</strong><br /><br />Sepakbola tidak melulu bicara soal statistik. Terkadang kerja keras dan harapan dari 90 menit menghasilkan skor yang menyakitkan. Coba lihat perjuangan Argentina pada final Piala Dunia 2014 Brasil. Begitu ambisiusnya Lionel Messi dkk mengulang kesuksesan era Diego Maradona menjadi juara Piala Dunia, sebuah trofi yang&nbsp;belum mampu dipersembahkan Messi&nbsp;untuk negaranya hingga sekarang.<br /><br />Harapan Argentina menjadi juara Piala Dunia ketiga kalinya harus sirna lantaran gol Mario Gotze di menit-menit akhir tambahan waktu. Pada dasarnya kebobolan di <em>injury time</em>, pertambahan babak ketika situasi dalam keadaan seimbang sungguh menyakitkan.<br /><br />Seakan itu tidak adil bagi kesebelasan kita. Padahal di sisi lain kita berharap jika masih ada kesempatan lain dalam bentuk waktu tambahan yang bisa didapatkan untuk menyamakan kedudukan kembali. Tapi peraturan tetaplah peraturan. Sulit untuk membantah aturan dalam permainan sepakbola kecuali tangan tuhan Maradona ke gawang Inggris pada perempat final Piala Dunia 1986.<br /><br />Kekalahan akibat gol pada&nbsp;injury time&nbsp;menghasilkan ragam bahasa yang ingin diungkapkan. Apapun yang ingin dilakukan silahkan ekspresikan dengan bebas. Tapi keadaan tersebut sulit untuk dirubah dalam peraturan sepakbola. Oasis dalam lagu berjudul <em>The Masterplan</em> mengatakan jika&nbsp;"<em>We're all part of the masterplan".</em> Ya, karena sepakbola tidak lepas dari aturan. Bagaimanapun hasilnya merupakan bagian yang harus diterima.<br /><br />Pada intinya bagaimana peran terbaik yang diberikan. Entah itu salah atau benar. Dalam The Masterplan pun dikatakan yakni&nbsp;<em>"say it loud and sing it proud today".</em>&nbsp;Lakukan dengan kebanggaan apa yang kau dukung hari ini.<br /><br /><img src="https://akcdn.detik.net.id/albums/postmatchchelnewc/4ALagu.jpg" alt="" width="450" height="286" /><br /><br /><iframe src="https://www.youtube.com/embed/dPPi2D6GK7A" frameborder="0" width="450" height="253"></iframe><br /><br /><strong>Keane - Everybody's Changing</strong><br /><br />Terkadang para suporter tidak mengerti bagaimana rasanya menajadi pemain sepakbola. Mencari cara mendapatkan kemenangan dalam sebuah permainan olahraga demi harga diri ribuan para pendukungnya. Tapi itu wajar karena memang itu yang dibutuhkan para pendukung sepakbol: gengsi.<br />Lagu grup band Keane dengan judul <em>Everybody's Changing </em>memasuki beberapa situasi yang terjadi di rumput hijau. Terutama ketika dihadapkan dengan&nbsp;situasi adu penalti. Tidak sedikit pemain sepakbola yang ingin menghindari fase adu penalti.<br /><br /><em>"Trying to make a move just stay in the game"</em>&nbsp;kemenangan harus didapatkan namun perlu melewati adu penalti yang bisa merubah segala-galanya. Manusiawi rasanya jika pesepakbola tetaplah manusia. Sebagai manapun dielu-elukan kepada pemain tetap saja bisa terlihat bencana di dalam mata mereka ketika menghadapi situasi yang sulit.<br /><br />Namun lagi-lagi para suporter tidak mau tahu,&nbsp;<em>"Says everybody changing an I don't know why"</em>. Penampilan 90 menit dengan adu penalti bisa saja berubah. Tapi kegagalan eksekusi penalti bagi suporter adalah aib. Layaknya&nbsp;John Terry yang terpeleset&nbsp;ketika menjadi algojo penalti terakhir sekaligus penentu duel melawan Manchester United pada final Liga Champions 2007/2008.<br /><br />Rasa-rasanya para suporter perlu menghayati kekalahan lewat adu penalti dari bagian<em> Everybody's Changing </em>yang ini&nbsp;<em>"So little time, try to understand that I'm"</em>.&nbsp;Pasalnya walau bagaimana pun juga pesepakbola adalah manusia yang tidak luput dari kesalahan. Bahkan permainan 90 menit yang cantik berbeda dengan pemisahan takdir adu penalti sekalipun.<br /><br /><img src="https://akcdn.detik.net.id/albums/postmatchchelnewc/5ALagu.jpg" alt="" width="450" height="300" /><br /><br /><iframe src="https://www.youtube.com/embed/Zx4Hjq6KwO0" frameborder="0" width="450" height="253"></iframe><br /><br /><strong>Anda Bisa Memilih Lagu Sendiri</strong><br /><br />Tentu saja lagu-lagu di atas adalah pilihan subyektif saya. Belum tentu cocok dengan selera musik anda. Atau, jangan-jangan, kesedihan karena kekalahan yang kita alami ternyata berbeda derajatnya. Ada yang sangat teramat sedih (sering kita mendengar tingkah konyol karena tak bisa menerima kekalahan, bahkan hingga bunuh diri), ada yang sedihnya biasa saja, ada juga yang sedihnya begitu dalam tapi bisa dengan cepat bangkit.<br /><br />Bukankah kesedihan tak bisa dibandingkan? Tiap kesedihan punya kadarnya sendiri-sendiri, punya tekstur dan nuansanya masing-masing. Sangat mungkin pilihan lagu di atas memang tidak tepat untuk anda. Dan itu jelas sangat bisa dimengerti. Jadi, silakan anda memilih lagu yang dirasa lebih cocok dan lebih tepat. Lalu simaklah dengan intim. Siapa tahu anda bisa dengan cepat tersenyum kembali. Jika masih belum tersenyum juga, mungkin lagunya memang tidak cocok. Atau, jangan-jangan, anda memang tipe suporter/fans yang begitu melankolik dan sentimental.<br /><br />Jika memang yang terakhir itu keadaannya, ada baiknya anda bersua dengan teman yang pernah mengalami patah hati hingga tak bisa makan berhari-hari...<br /><br />====<br /><br />*penulis biasa meramu kata untuk situs @panditfootball, beredar di dunia maya dengan akun @RandyNteng<br /><br />*Foto-foto: Getty Images<br /><br /><br /><br /><br /></p> (roz/krs)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game