Rumah dan Pengkhianatan Jorge Jesus

Benfica kembali merasakan angin surga di pengujung musim 2014/2015 Liga Primer Portugal. Kesebelasan berjuluk "Si Elang" (The Eagles) tersebut berhasil menjuarai liga untuk yang kedua kalinya berturut-turut.
Pancapaian itu bisa dibilang cukup prestisius karena sudah sangat lama mereka tidak jadi juara liga secara beruntun. Terakhir mereka melakukan itu pada 31 tahun silam, tepatnya pada musim 1982/1983 dan 1983/1984.
Gelar juara beruntun itu dirayakan di pusat Kota Lisbon dan sempat diwarnai bentrokan antara suporter dengan pihak kepolisian, baik di dalam maupun luar Stadion Estadio da Luz. Semua elemen di tubuh Benfica berpesta dengan melakukan parade di atas bus.
Tidak bisa tidak, Benfica memang layak berterimakasih kepada Jorge Jesus. Dialah orang yang paling bertanggung jawab terhadap kinerja tim di lapangan hijau sepanjang lima tahun terakhir. Ia sudah menjadi pelatih kepala Benfica sejak 2009.
Jesus sendiri ikut berpesta gila-gilaan dalam parade kemenangan itu. Ia terlihat sangat antusias mengangkat trofi, melakukannya berkali-kali di atas bus. Kebanyakan orang menganggap hal itu sebagai ekspresi kegembiraan yang masih bisa dipahami. Sampai kemudian akhirnya dia memberi pengumuman: perayaan gelar-gelar itu merupakan momen penghabisannya bersama Benfica.
Ya, Jorge Jesus memutuskan pergi dari Benfica. Pelatih berusia 60 tahun tersebut tidak mau memperpanjang kontrak melatih Luisao dkk., karena pihak manajemen Benfica telanjur mengatakan rencananya melakukan pemotongan gaji, termasuk gaji Jorge Jesus.
Jesus merasa tidak dihargai oleh Benfica yang situasi internalnya kadang memang agak rumit. Ia merasa dirinya berhak mendapatkan penghargaan, alih-alih malah pemotongan gaji, karena ia telah berhasil membuat Benfica mendapatkan begitu banyak uang dari penjualan aset dan pemain bintang yang ia didik dan ia kembangkan dengan tangannya sendiri.
Jesus memang sosok yang kontroversial dan penuh sensasi selama menukangi Benfica. Dirinya pernah perang komentar dengan Tim Sherwood yang kala itu masih memimpin Tottenham Hotspur ketika keduanya bertemu di Europa League 2013/2014. Jesus pernah berbicara bahwa Sherwood tidak lebih baik dari pendahulunya, Andres Villas-Boas, yang notabene merupakan teman baiknya sebagai sesama bangsa Portugal.Dirinya juga pernah mengatakan kepada FourFourTwo bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang tahu lebih banyak tentang sepakbola dari dirinya sendiri. Sebuah sikap jemawa yang tidak bisa tidak mungkin akan mengingatkan anda kepada orang Portugal yang lain, Jose Mourinho.
Kendati kadang bermulut pedas, Jesus tetap sosok yang dicintai publik Benfica. Dalam beberapa pertandingan ia sangat biasa mengenakan syal kebanggaan Benfica dan jika sudah demikian ia tidak akan pernah melepaskannya selama pertandingan masih berlangsung.
Jesus juga merupakan salah satu peramu taktik yang mampu mematahkan dominasi Porto di Liga Primer Portugal, bukan hanya dalam soal berebut juara, tapi juga dalam aspek menghasilkan pemain-pemain berkualitas.
Pria kelahiran 24 Juli 1954 itu merevolusi Benfica selama enam tahun dengan memenangi tiga gelar liga dan 10 piala di seluruh ajang yang diikutinya di Portugal. Hanya saja, yang ironis adalah kekalahan Benfica di final Liga Europa 2012/2013 dan 2013/2014.
Jesus merupakan pelatih yang menerapkan permainan menyerang. Media Portugal menganggap bahwa permainan pragmatisnya sungguh romantis. Kendati bermain menyerang ia tetap mampu memaksimalkan peran gelandang bertahan yang kuat dalam skema permainan 4-2-3-1 atau 4-1-3-2.
Di bawah tempaannya, berkali-kali ia menghasilkan pemain berkualitas sehingga bisa dijual ke berbagai kesebelasan top Eropa. Salah satu pemain paling berkesan baginya, yang berhasil ia kembangkan, adalah Fabio Coentrao. Awalnya pemain ini dikenal punya masalah dalam soal sikap dan kedisiplinan. Tapi di bawah asuhan Jesus, ia menjadi salah satu full-back kiri terbaik yang pernah dimiliki Benfica, sebelum dijual ke Real Madrid dengan harga 30 juta euro pada 2011.
Begitu juga dengan pemain tengah, Axel Witsel, yang menjadi gelandang menjanjikan sehingga mampu dijual ke Zenit St Petersburg seharga 40 juta euro. Nama-nama tersebut belum termasuk Angel di Maria (Manchester United), David Luiz (Paris Saint-Germain), Javi Garcia (Zenit St Petersburg), Nemanja Matic (Chelsea) dan Enzo Perez (Valencia). Terakhir Jesus berhasil menampilkan talenta baru seperti Joao Cancelo yang dijual ke Valencia dan Bernardo Silva ke AS Monaco.
Kendati kehilangan banyak pemain andalan di setiap musimnya, toh Jesus tetap mampu mengangkat performa Benfica. Jesus tak pernah kehilangan tenaga untuk membangun performa yang kuat bahkan walau pemain-pemain kuncinya pergi sekali pun.
Era Baru Sporting
Spekulasi awal menyebutkan Jesus meninggalkan Luisao dkk., demi menyongsong masa depan yang lebih bergengsi di Liga Inggris. Banyak orang meyakini kemungkinan Jesus meraih kesuksesan di tanah Britania bisa melebihi Villas-Boas. Biar bagaimana pun, Jesus bukan orang kemarin sore, sudah kenyang asam garam, berbeda dengan Villas-Boas yang datang ke Inggris dalam usia yang masih sangat muda.
Bahkan namanya pernah disebut-sebut sebagai salah satu nominasi pengganti Manajer Manchester City, Manuel Pellegrini. Nama Jesus disebut-sebut sebagai suksesor Pellegrini bersama Juergen Klopp. Tapi pilihan berkata lain. Justru ia malah memilih melatih rival dari Benfica, Sporting Lisbon. Mengejutkan!
Saat kabar ketidaksepakatan antara Jesus dengan manajemen Benfica dalam soal nilai kontrak dan gaji, di situlah Sporting melangkah masuk. Mereka didukung Antonio Sobrinho, pemegang saham Sporting yang kaya raya --yang menyodorkan Jesus kontrak tiga tahun senilai 18 juta euro dengan gaji 6 juta euro per musim. Angka yang sangat prestisius untuk ukuran sepakbola Portugal.
Tersiar kabar bahwa Sporting sudah membuntuti Jesus sejak Marco Silva masih melatih kesebelasan berjuluk "Singa" (Lions) tersebut. Kala itu Silva sedang memiliki hubungan yang buruk dengan Bruno de Carvalho, Presiden Sporting. Bahkan Carvalho sampai membuat laporan sebanyak 400 halaman mengenai berbagai pelanggaran yang dilakukan Silva, termasuk urusan pemasukan dari penjualan jersey. Kendati Marco Silva baru saja mempersembahkan gelar Taca de Portugal alias Piala Portugal, ia tetap saja dipecat.
Maka Silva pun berganti wajah menjadi Jesus. "Selamat datang di rumah, Jorge Jesus!" itulah sebuah selamat datang kepada Jesus ketika menandatangani kontrak bersama Sporting.
Eh, Kenapa harus rumah? Karena memang Jesus tidak asing dengan Sporting.
Saat masih menjadi pemain, ia memperkuat Sporting dari 1971 sampai 1976. Kembalinya ke Sporting pun tidak lepas dari janjinya untuk meneruskan jejak sang ayah, Virgolino Jesus, yang juga sempat menjadi pemain Sporting pada era 1940-an
Sementara itu kinerja Jesus bersama Sporting diperkirakan akan dipermudah dengan bertahannya pemain andalan seperti Rui Patricio, William Carvalho, Andre Carrillo, Joao Mario dan Islam Slimani. Nama-nama penting itu, jika berhasil dipertahankan, akan menjadi modal kuat bagi Jesus untuk membangun kekuatan kesebelasan.
Selanjutnya, tugas Jesus hanya tinggal meyakinkan Luis Nani agar mau dipermanenkan di Sporting. Nani memang vital dalam performa Sporting musim lalu dan itu hanya bisa terjadi berkat “kebaikan hati” Manchester United yang sudi meminjamkan Nani. Jesus harus berusaha keras membujuk Nani agar mau menjadi bagian Sporting Lisbon secara permanen.
Selain itu, pria kelahiran Amadora Portugal itu juga memiliki kesempatan memoles pemain muda Sporting yang lumayan berpotensi seperti Joao Mario dan Tobias Figuerido. Mengingat sebelumnya Sporting juga pernah menghasilkan bakat-bakat cemerlang seperti Cristiano Ronaldo (Real Madrid) dan Marcos Rojo (Manchester United), niscaya Jesus akan mendapatkan tantangan yang berarti untuk melakukan apa yang sudah ia lakukan dengan baik di Benfica: menjadikan pemain-pemain muda menjadi pemain top dan mahal.
Kendati diembel-embeli “pulang ke rumah”, tetap saja kepindahan Jorge Jesus ke Sporting memicu kontroversi. Sebab memang tidak ada yang pernah menduga sebelumnya Jesus akan meninggalkan Benfica untuk bergabung dengan rival sekota. Kalau hijrah ke Inggris atau Spanyol atau Jerman masih bisa dipahami, tapi ke Sporting?
Jarak antara markas Benfica dan Sporting hanya sekitar 1 kilometer saja. Ya, keduanya adalah rival sekota, sama-sama penghuni dan bagian dari Kota Lisbon. Bisa terbayangkan akan seperti apa atmosfir yang akan dirasakan oleh Jorge Jesus jika saatnya memimpin Sporting melawat ke kandang Benfica.
"Benfica dan Sporting adalah salah satu klub terbesar di Portugal, tidak hanya Porto. Jadi, ya, ini adalah awal dari perang," ujar Penyiar Radio Lisbon, Nuno Luz, mengomentari perpindahan Jorge Jesus dari Benfica ke Sporting.
=====
* Akun twitter penulis: @randynteng dari @panditfootball
** Foto-foto: AFP