Review La Liga 2014-2015
Treble Winner untuk Barca dan Keruntuhan 22 Kemenangan Beruntun Madrid

Kita sudah tahu hasilnya. Barcelona melengkapi dua trofi mereka di ajang Liga dan Copa dengan mengalahkan Juventus di partai final Liga Champions.
Barcelona dengan demikian meraih treble winner. Dan kali ini menjadi treble winner untuk yang kedua kalinya sepanjang sejarah Barcelona. Jangan lupa, trio lini serang mereka, Lionel Messi-Luis Suarez-Neymar, menjadi trio tersubur sepanjang sejarah Liga Spanyol dengan 122 gol di segala ajang.
Jika Catalunya berpesta, tidak dengan ibukota Spanyol, Madrid. Kesebelasan Atletico Madrid yang berstatus juara bertahan La Liga, serta Real Madrid yang berstatus jawara Eropa, kini harus mengakhiri musim dengan kepala tertunduk.
Atletico Madrid? Kehilangan konsistensi setelah perginya beberapa pemain pilar seperti Diego Costa, Thibaut Cortouis, David Villa, Felipe Luis dan lainnya.
Real Madrid bukannya tak menjadi favorit. Malahan, tim besutan Ancelotti tersebut sempat mengenyam kemenangan selama 22 kali berturut-turut di penghujung 2014 sebelum akhirnya tersungkur di Mestalla, kandang Valencia. Rentetan cedera di awal tahun 2015 juga menjadi pemicu kemunduran Real Madrid seiring kurang harmonisnya ruang ganti mereka pasca kekalahan di Derby Madrileno.
Singkat kata, akhir 2014 Barcelona masih mengalami fase transisi yang tidak mudah di masa kepemimpinan anyar Luis Enrique dan Real Madrid sanggup memanfaatkan itu dengan penuh kedigdayaan. Namun setelah masuk 2015, Real Madrid melempem dan Barcelona bersama Trio MSN makin menggila.
Berikut beberapa catatan penting dari La Liga musim 2014/2015.
Datangnya Sang Fenomena David Moyes dan Fernando Torres
David Moyes, yang diolok-olok banyak orang selama dan setelah menangani Manchester United, akhirnya memutuskan menerima pinangan Real Sociedad untuk menjadi pelatih tim asal Basque tersebut. Tentu, kemenangan fenomenalnya adalah saat menaklukkan Barcelona dengan skor 1-0 di San Sebastian, markas La Real.
Pasca pertandingan tersebut, ia menjadi headline media massa Spanyol. Kemenangannya tersebut juga memantik api kericuhan di kubu internal Barcelona. Hubungan Luis Enrique dengan Lionel Messi pun sempat memanas. Sampai akhirnya, presiden Barcelona, Josep Maria Bartomeu, memutuskan untuk memecat sang direktur olahraga, Andoni Zubizarreta.
Bartomeu meredakan kekacauan tersebut dengan mengumumkan percepatan pemilihan presiden Barcelona yang seyogyanya tahun 2016 menjadi pertengahan tahun 2015 ini.
Seperti David Moyes, bomber yang meredup, Fernando Torres, akhirnya hijrah ke Spanyol, atau tepatnya pulang ke Atletico Madrid. Setelah mengalami waktu-waktu yang kurang menyenangkan bersama AC Milan selama setengah musim, juga cerita kemandulan selama bergabung Chelsea, Torres ingin membuktikan dirinya masih dicintai publik Vicente Calderon.
Dan pembukaan kehadiran Torres di rumah lamanya itu digelar dengan cara spektakuler: mencetak gol di laga Derby Madrid yang membantu Atletico menahan imbang Real Madrid. Sungguh pembukaan yang lumayan bagi Fernando Torres yang beberepa tahun terakhir menjadi bahan olok-olok karena badai kemandulan yang tak kunjung usai selepas meninggalkan Liverpool.

Kelakuan Absurd Tomas Roncero, Jurnalis Harian AS
Cerita aneh di persepakbolaan Spanyol datang dari ibukota, Madrid. Jelang leg kedua babak 16 besar Copa Del Rey, seorang jurnalis kenamaan harian AS, Tomas Roncero, dan beberapa temannya mencoba memanggil arwah dari mantan penyerang Real Madrid, Juanito.
Dengan bermodalkan papan dan alat bantu lainnya, mereka melakukan ritual Ouija (semacam ritual pemanggilan jelangkung jika di Indonesia), dan mencoba bertanya tentang prediksi skor leg kedua antara Real Madrid vs Atletico Madrid.
Ceritanya, sang arwah menjawabnya dengan skor 3-0 untuk kemenangan Real Madrid. Jika hasil itu benar, maka Madrid akan lolos ke putaran selanjutnya dengan aggregat 3-2. Saking percaya dirinya, hal tersebut diabadikan dalam bentuk video dan mempublikasikannya di halaman depan harian AS.
Namun, Torres merusak ramalan absurd tersebut. Skor 2-2 berakhir di Santiago Bernabeu dan Atletico Madrid lolos ke putaran selanjutnya. Sungguh, masih ada saja yang percaya mistik di tengah sepakbola yang semakin canggih ini. Dan percaya saja tak cukup rupanya, karena mereka mengunggahnya di media sepopuler AS.
Terbunuhnya Jimmy Romero di Manzanares
Kekerasan antar pendukung kembali pecah di Spanyol. Jelang pertandingan antara Atletico Madrid menjamu Deportivo La Coruna terjadi kekerasan yang memakan korban jiwa.
Korban yang naas itu bernama Jimmy Romero, salah satu pendukung Deportivo La Coruna, yang dibunuh sekelompok oknum yang diduga dari kelompok Frente Atletico.
Kelompok pendukung garis keras Atletico Madrid ini ternyata memang mempunyai catatan hitam dalam dunia tribun sepakbola. Terakhir kali pembunuhan oleh kelompok tersebut ketika mereka menghabisi nyawa Aitor Zabaleta, seorang pendukung Real Sociedad, 17 tahun yang lalu.
Pihak Atletico Madrid yang diwakili oleh Miguel-Angel Gil Marin dikabarkan telah mencabut tiket musiman dari anggota kelompok garis keras tersebut.
Kisah Kemanusiaan Rayo Vallecano
Meski Rayo Vallecano hanyalah kesebelasan “liliput” dari pinggiran kota Madrid, namun mereka mempunyai jiwa dan hati yang besar. Hal ini tercermin dengan kepedulian mereka terhadap janda tua yang diusir dari tempat tinggalnya yang masih di seputaran kawasan Vallecas, markas Rayo Vallecano.
Penyegelan tempat tinggal sang nenek, Carmen Martinez Ayudo, sebetulnya dampak dari banyaknya hutang yang melilit anaknya. Para pemain dan pelatih Rayo Vallecano yang mendengar hal tersebut langsung mendatangi sang nenek dan mencarikannya tempat tinggal baru.
Bukan hanya mencarikan saja, akan tetapi mereka juga membayarkan biaya sewanya dan kerap kali melakukan kunjungan rutin.

Kemunculan Pemain-pemain Underrated
Liga Spanyol tak pernah kehabisan talentanya. Kalimat tersebut masih bisa diperdebatkan, namun sebetulnya memang begitulah adanya. Kemunculan pemain-pemain dengan nama yang kurang familiar namun memiliki kemampuan ciamik memang selalu mengundang kesebelasan top Eropa untuk mendapatkan jasanya.
Musim ini, La Liga berhasil memunculkan nama-nama seperti Nolito (Celta), Jonathas (Elche), Alberto Bueno (Rayo), Juanmi (Malaga), Jose Gaya, Otamendi (Valencia) sampai nama Luciano Vietto (Villareal).
Beberapa nama tersebut bahkan masih berusia muda. Khusus Otamendi, ia merupakan bek terbaik Liga Spanyol musim ini. Penampilannya yang tanpa kompromi berhasil menyisihkan nama-nama besar seperti Gerard Pique, Sergio Ramos dan Diego Godin.
Masalah Penundaan Liga Spanyol
Beberapa pekan jelang Liga Spanyol berakhir, Federasi Sepakbola Spanyol, RFEF (Real Federacion Espana de Futbol) sempat mewacanakan untuk menunda semua pertandingan sepakbola yang mereka naungi terhitung mulai 16 Mei 2015. Kisruh antara RFEF dan Pemerintah Spanyol ini dipicu oleh pembagian hak siar pertandingan kesebelasan di Liga Spanyol.
Namun, LFP sebagai badan penyelenggaraan Liga Spanyol, mengajukan keberatannya atas penundan tersebut karena akan berdampak besar kepada jadwal dan siaran yang sudah tersusun rapi.
Keberatan itu makin serius karena polemik tersebut muncul menjelang akhir musim. Puncaknya, LFP menggugat kepada pengadilan dan pihak pengadilan menerima gugatan LFP.
Liga tak jadi ditunda dan jadwal berlangsung normal seperti biasa.
Lagi-lagi Sevilla, lagi-lagi Sevilla!
Empat kali lolos babak semifinal. Empat kali pula mereka keluar sebagai kampiun Liga Europa. Kesebelasan kebanggan Andalusia tersebut berhasil menyabet gelar keempatnya di Warsawa setelah menaklukkan FC Dnipro. Lebih spesial lagi, mereka melakukannya setelah tahun lalu menjadi juara di ajang yang sama.
Meski ditinggal beberapa pemain pilarnya, pelatih Sevilla, Unai Emery, seakan tak pernah kehabisan akal untuk mengorbitkan pemain-pemain baru lainnya. Dengan kemenangannya atas FC Dnipro di partai final Liga Europa, Sevilla berhak untuk bermain di Liga Champions musim depan tanpa harus berjuang lewat babak play-off.
Penampilan Sevilla di Liga Spanyol, yang hanya menempati posisi lima, berarti memuluskan Valencia yang ada di posisi empat klasmen untuk bertarung di Liga Champions melalui fase play-off. Jika saja Valencia berhasil di babak play-off, maka Liga Spanyol secara resmi mengirimkan lima wakilnya ke babak penyisihan grup Liga Champons.
Satu negara mengirimkan lima wakilnya ini akan menjadi peristiwa pertama sepanjang sejarah Liga Champions Eropa. Sebuah pencapaian yang prestisius bagi La Liga.

Drama Akhir Musim a la Liga Spanyol
Sebelum pertandingan pekan terakhir Liga Spanyol (pekan 38), Deportivo La Coruna, Granada, Almeria dan Eibar sejatinya memiliki peluang yang sama untuk menjauhi degradasi.
Dengan menghitung jadwal dan lawan main, Eibar sangat difavoritkan lolos degradasi. Sementara Deportivo menghadapi kendala sangat serius karena harus bersua Barcelona, sementara Granada juga tidak kalah sulit karena mesti Atletico Madrid dan Almeria yang menjamu Valencia. Eibar sendiri hanya melawan Cordoba yang sudah lebih dulu dipastikan degradasi ke kompetisi Segunda.
Pertandingan dimulai serentak. Malam itu Deportivo dan Granada bangkit, mereka menahan imbang Barcelona dan Atletico Madrid melalui performa yang terbilang spartan. Almeria pun bukannya tanpa perlawanan, mereka yang awalnya sukses membenamkan Valencia di awal laga, akhirnya harus tersisih dengan skor 2-3 karena kegigihan Valencia untuk mempertahankan satu jatah play-off Liga Champions musim depan. Apa boleh buat, kegigihan dan keberhasilan mencetak dua gol ke gawang Valencia tak cukup menyelamatkan Almeria. Musim depan mereka terpaksa turun kelas ke divisi Segunda.
Persaingan sengit bukan hanya terjadi di papan bawah saja. Perebutan satu tempat di zona kualifikasi Liga Champions pun sangatlah sengit karena selisih satu poin yang membedakan Valencia dan Sevilla di posisi 4 dan 5 klasemen.
Sevilla harus menghadapi Malaga di laga terakhir dan mereka memberi teror kepada Valencia dengan mencetak gol cepat. Inilah yang memaksa Valencia --yang saat itu tertinggal-- harus menginjak pedal sedalam-dalamnya untuk memastikan tiket play-off ke Liga Champions. Tugas yang tidak mudah karena Valencia harus menghadapi Almeria yang sedang mencoba menyelamatkan diri dari degradasi. Kendati sempat dua kali tertinggal lebih dulu, Valencia akhirnya meraih tiga poin atas Almeria, dan memastikan tiket play-off Liga Champions musim depan.
Tapi beruntung Sevilla berhasil meraih gelar juara Liga UEFA. Itu memastikan mereka tak perlu melakoni play-off Liga Champions. Gelar juara itu memberi Sevilla tiket langsung ke pentas tertinggi sepakbola Eropa tersebut.
Nasib Eibar, Almeria, dan Cordoba yang divonis degradasi ternyata menghadirkan (lagi-lagi) kisah ajaib bagi Eibar. Mereka yang sudah terperosok ke Segunda akibat Deportivo yang mencuri hasil imbang di Camp Nou akhirnya diselamatkan oleh terlilitnya kesebelasan Elche oleh hutang. Eibar diperkirakaan akan mengisi tempat Elche di musim depan, walau keputusan akhir belum diambil oleh otoritas sepakbola Spanyol.
Sungguh bukan akhir yang baik bagi segenap skuat Elche padahal mereka finish di posisi 13 musim ini. 13 sebagi angka sial? Hmm, coba saja tanyakan pada Elche.
====
*ditulis oleh @bmzakky. Penulis juga biasa menulis berbagai artikel untuk situs @panditfootball.
(roz/a2s)