Gelandang-Gelandang Luar Biasa di Musim 2014/2015

Tugas utama gelandang adalah memasok umpan kepada para penyerang. Sejalan dengan perkembangan sepakbola, tugas itu bertambah: sebagai perebut bola, penjaga lawan yang disiplin, hingga mencetak gol.
Di musim lalu (2014/2015), nama-nama gelandang top di tim papan atas tentu lebih menyita perhatian. Dari James Rodriguez atau Toni Kroos di Real Madrid, Ivan Rakitic di Barcelona hingga Claudio Marchisio, Paul Pogba dan Arturo Vidal di Juventus atau Cesc Fabregas di Chelsea.
Padahal, gelandang-gelandang dengan kinerja luar biasa di musim lalu tidak sedikit yang berasal dari klub yang tidak meraih gelar juara, bahkan ada yang berasal dari tim semenjana yang mungkin belum pernah didengar pembaca sebelumnya.
Berikut beberapa nama gelandang yang bermain di Eropa dengan kinerja memukau sepanjang musim 2014/2015.
DIMITRI PAYET
Dia baru saja mengikat kontrak dengan West Ham United, setelah memperkuat Olympique Marseille dalam dua musim terakhir. Selama membela Marseille, Payer menjadi gelandang serang komplit idaman para pelatih.
Sejatinya pemain asal Prancis tersebut berposisi sebagai gelandang serang tengah, namun pergerakannya di lapangan bisa melebihi peran bakunya itu. Payet bisa menggandakan perannya dengan melebar ke sisi lapanggan, dan menjelma menjadi pengumpan silang yahud. Dia memang punya kelebihan melepaskan umpan-umpan silang yang bahkan lebih dominan ketimbang para pemain sayap yang diturunkan pelatih Marcelo Bielsa dalam skema 4-2-3-1.
Umpan silang yang ia buat dalam setiap pertandingannya selalu lebih banyak dari yang dibuat gelandang sayap Marseille. Andre Ayew melepaskan umpan silang 0,2 per laga, Florian Thauvin 1 umpan silang per laga, sedangkan Payet mampu melepaskan umpan silang 2,4 per laga.
Padahal melepaskan umpan silang bukanlah tugas utama seorang gelandang serang tengah. Namun Bielsa memang merancang skema yang memungkinkan Payet menyisir seluruh area sepertiga akhir lawannya. Tidak jarang Payet bertukar posisi dengan Thauvin maupun Ayew pada peran tiga gelandang serang yang diandalkan Bielsa dalam meramu serangan. Akan tetapi porsi lebih diberikan kepada Payet sebagai tumpuan serangan.
Di musim lalu ia berhasil menyumbangkan 17 assist, yang terbanyak di Ligue 1 musim 2014/2015. Ia pun mencetak tujuh gol untuk membawa Les Phoceens ke peringkat empat klasemen akhir Ligue 1, serta merupakan pemasok umpan kunci terbanyak di lima liga top Eropa yakni Prancis, Italia, Inggris, Jerman dan Spanyol, dengan mencatatkan 117 keypassses selama satu musim.
ALLAN MARQUEZ
Udinese memang tidak pernah berhenti memproduksi pemain berkualitas, salah satunya pada pos gelandang bertahan. Dari musim ke musim Udinese selalu mengorbitkan gelandang bertahan yang kuat dan sanggup bekerja keras dengan spartan. Dari mulai Giuliano Giannichedda, Sulley Muntari hingga Gokan Inler.
Tapi pada akhirnya pemain-pemain orbitan itu menjadi lahan uang bagi Udinese untuk menyegarkan neraca keuangan mereka. Inler dilego ke Napoli dengan harga 12,6 juta poundsterling. Padahal harga dia ketika direkrut Udinese dari FC Zurich cuma 700 ribu pounds.
Tapi kepergian Inler memunculkan pemain baru yang bahkan lebih kuat daripada dirinya. Udinese kini mengandalkan Allan Marques sebagai gelandang bertahan.
Pemain asal Brasil tersebut merupakan gelandang terbanyak yang melakukan tekel bersih di Serie A 2014/2015. Marques berhasil melakukan tekel bersih sebanyak 133 kali dari 34 laga dengan rataan kesuksesan 48 persen. Setiap laganya ia membuat 4,6 tekel bersih. Marques juga yang membuat Paul Pogba tidak berkutik ketika melawan Juventus pada 1 Februari lalu.
Selain gemar melakukan tekel ia memiliki skill menggiring bola yang baik untuk mulai membangun serangan, setelah berhasil mematahkan penguasaan bola lawan dengan tekelnya. Keberhasilan menggiring bolanya mencapai rataan 58 persen. Angka yang tidak bisa diremehkan untuk seorang gelandang bertahan.
Sebanyak lima assist yang dia torehkan di musim lalu membuktikan bahwa Marques seorang gelandang bertahan yang juga bisa berfungsi juga sebagai pembangun serangan Udinese. Umumnya, assist-assist itu dibuat setelah berhasil mematahkan serangan lawan.
Melejitnya pemain 24 tahun tersebut bersama Udinese membuat dirinya menjadi incaran banyak kesebelasan besar Eropa. Di tanah Italia sendiri ia terus didekati Napoli dan Juventus, walau di media beredar kabar ia akan segera merapat dengan Internazionale Milan. Chelsea juga dikabarkan berminat kepadanya.
Berdasar asas beli-jual ala Udinese, yang membuat kesebelasan itu sanggup bertahan di ganasnya industri sepakbola, mungkin tinggal menunggu waktu menjawab ke mana Marques bakal berlabuh.
CESC FABREGAS
Pilihan Cesc Faberegas untuk kembali ke Liga Inggris bersama Chelsea ternyata merupakan keputusan tepat. Di Chelsea ia mendapatkan segalanya, termasuk kebahagiaan baru di dalam lapangan, setelah di Barcelona harus mengalami perubahan-perubahan posisi di lapangan. Ia juga tak perlu lagi menanti kapan menjadi starter sebagaimana di Nou Camp.
Bersama The Blues ia selalu diturunkan Jose Mourinho untuk melakoni posisi aslinya sebagai pemain tengah, bukan menjadi penyerang palsu (false nine), sebagaimana yang sering ia lakoni di Barcelona.
"Terkadang pada tiga atau empat tahun terakhir, baik di tim nasional dan Barcelona, saya bermain sebagai no.9. Saya melakukannya untuk tim dan menikmatinya. Tapi di sini [Chelsea], saya bermain di mana saya sangat menyukai sepakbola yang saya mainkan," ujarnya.
Kemampuan terbaiknya dalam mengolah bola dan membuat umpan-umpan pendek dan terobosan menjadi kunci taktik Mourinho musim ini. Fabregas mengatur permainan timnya dalam berbagai tempo, tergantung situasi pertandingan. Pada formasi 4-2-3-1 ala Mourinho, yang praktis menjadi pakem utama Chelsea, Fabregas pun menjadi tandem sempurna bagi Nemanja Matic dalam peran sebagai poros ganda.
Hasilnya ia menjadi raja assist Premier League 2014/2015. Jumlah 18 assist yang dibuatnya mengalahkan torehan 11 yang dikemas Santi Cazorla (Arsenal) dan 10 milik Gylfi Sigurdson (Swansea).
Wajar memang jika raja assist Liga Inggris ada di kaki Fabregas. Dalam urusan operan sukses di Liga Inggris pun ia yang paling banyak melakukannya. Dari 34 laga ia berhasil melepaskan 2.884 operan sukses dengan akurasi 85 persen, mengalahkan Yaya Toure (Manchester City) dengan 2.353 operan sukses.
N'GOLO KANTE
Nama N'golo Kante pasti terdengar asing. Wajar saja, ia "cuma" bermain untuk Caen di Liga Prancis, yang di musim lalu berstatus sebagai tim promosi di Ligue 1. Tapi namanya mulai melejit setelah memastikan diri sebagai raja Eropa dalam urusan mencuri bola dari lawan. Rasio tekel bersih Kante menjadi yang tertinggi di Eropa sepanjang musim 2014/2015 selesai.
Pemain berkebangsaan Prancis tersebut mengemas 145 tekel bersih dari 37 pertandingan. Catatan itu jauh mengalahkan Maxime Gonalons, gelandang Lyon, dengan 125 kali melakukan tekel bersih.
Dengan status sebagai pemegang raihan tekel bersih terbanyak, wajar jika Kante juga relatif sangat sedikit melakukan pelanggaran. Rata-rata ia hanya membuat 1,6 per laga. Angka itu membuatnya tidak masuk 30 pemain Prancis yang paling getol melakukan pelanggaran. Sangat bersih untuk ukuran seorang gelandang bertahan yang bertugas merebut bola dan selalu menjadi starter.
Kemampuan tekelnya pun diimbangi dengan aksi intersepsinya yang juga baik. Kante melakukan 106 intersep dengan rataan 2,9 intersep per laga. Kontribusi-kontribusinya itu tentu bukan sesuatu yang sepele mengingat Caen akhirnya bisa finis di peringkat 13 setelah sempat merasakan duduk di dasar klasemen pada awal musim.
Tapi eksistensi Caen boleh jadi sedang terancam seiring ketertarikan kesebelasan-kesebelasan yang meminatinya. Bakat pemain 24 tahun ini mulai diminati Marseille, Arsenal, Aston Villa, Crystal Palace, Leicester City dan Newcastle United pun intens mendekati Kante.
Pemain berdarah Mali ini masih memiliki kontrak dengan Caen sampai 2018 dengan harga pasar diperkirakan sekitar 3 juta poundsterling. Tidak terlalu mahal. Itu sebabnya banyak mata yang sedang mengincarnya.
KEVIN DE BRUYNE
Jika ditanya siapa gelandang serang paling menonjol musim 2014/2015, jawabannya adalah Kevin De Bruyne.
De Bruyne merupakan pemain pesakitan yang dibuang Mourinho ke Wolfsburg karena tidak mendapatkan tempat di Chelsea. Di klub Inggris itu sejak 2012 sangat jarang ia nikmati karena De Bruyne lebih sering dipinjamkan ke tim lain seperti Genk dan Werder Bremen, sebelum dijual ke Wolfsburg dengan harga 8 juta poundsterling.
Padahal De Bruyne sudah mulai menunjukkan kemampuannya selama memperkuat Belgia di Piala Dunia 2014. Dirinya dinobatkan sebagai pemain terbaik dalam pertandingan menghadapi Aljazair.
Setelah resmi berseragam Wolfsburg, barulah ia menunjukan taring yang sesungguhnya sebagai seorang gelandang bermutu. De Bruyne menjelma menjadi aktor utama kebangkitan "Si Serigala" (The Wolves), julukan Wolfsburg. Kreativitas serangan berada di kaki pemain 24 tahun tersebut dan Wolfsburg sangat bergantung kepada umpan-umpannya.
De Bruyne merupakan pemain dengan umpan kunci terbanyak Bundesliga. Ia membuat 91 keypasses sepanjang musim lalu. Di Eropa, ia cuma kalah dari Payet yang membuat 117 umpan kunci.
Kendati soal umpan kunci masih kalah dari Payet, namun ia unggul segala-galanya dalam urusan memberikan assist. Ia membuat 20 assist dan menjadi yang terbanyak di Eropa, mengalahkan Fabregas dan Messi dengan 18 assist atau Payet dengan 17 assist.
Selain itu, ia juga mahir menempati berbagai posisi di depan. Posisi aslinya adalah gelandang serang tengah, tapi bisa dimainkan sebagai gelandang serang kiri, maupun kanan. Itu bisa leluasa dilakukan karena memang ia memiliki kemampuan yang cukup untuk mengirimkan umpan silang. Rata-rata umpan silang yang dibuatnya mencapai 1,6 per laga.
Maka bukan tanpa alasan lagi jika Manchester City begitu kepincut ingin memboyongnya kembali ke Liga Inggris. Tapi upaya memboyong pemain dengan harga pasar sekitar 24,5 juta poundsterling tersebut agak sulit karena Wolfsburg menegaskan bakal mati-matian memepertahankannya.
====
* Penulis anggota redaksi @PanditFootball dengan akun twitter: @randyntenk