Menghargai Penjaga Gawang dengan Sepatutnya

"Ganti keinginanmu. Jangan mau jadi penjaga gawang". Kira-kira seperti itulah jawaban Buffon saat ditanyai tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh orang yang ingin menjadi penjaga gawang.
Lewat jawabannya Buffon agaknya ingin menyampaikan kalau tidak banyak kesenangan yang bisa diperoleh oleh seorang penjaga gawang. Ia bukanlah sosok yang menarik di atas lapangan. Terdengar seperti lelucon memang, tapi setelah kalimat tadi ia menambahkan, "Saya tidak sedang bercanda".
Jonathan Wilson dalam buku dan beberapa esainya menjelaskan kalau penjaga gawang itu ibarat orang asing di atas lapangan. Ia dibedakan mulai dari seragam sampai aturan bersepakbola. Jika rekan-rekannya dilarang keras menggunakan tangan, ia diharuskan untuk menggunakan tangan. Jika teman-temannya bertugas untuk mencetak gol, ia dipaksa untuk mencegah terjadinya gol. Dan bagi kebanyakan orang, mencetak gol jauh lebih menarik daripada menepis gol.
Ada satu pernyataan menarik yang dikatakan Buffon tentang profesinya sebagai penjaga gawang. Ia bilang; "Pada akhirnya sebagai penjaga gawang, kamu harus menjadi orang yang cenderung masokis".
Jika diperhatikan dalam bahasa Inggris, "kemasukan gol" sering diterjemahkan sebagai "conceded". Kata "conceded" memiliki beberapa arti, tergantung seperti apa kalimatnya. Ia bisa berarti mengakui hal yang tadinya disanggah atau ditentang, mengakui keunggulan pihak lawan ataupun merelakan sesuatu yang tadinya diperjuangkan. Walaupun ada beberapa perbedaan semua definisi tersebut mengarah pada suatu hal: menyerah. Jika tadinya ia memperjuangkan, mengusahakan suatu hal; pada akhirnya ia harus berhenti dan mengakui kalau ia kalah; setidaknya untuk satu-dua menit saat gol itu tercipta.
Bagi seorang penjaga gawang kemasukan gol atau kebobolan berarti menyerah pada kehebatan pemain lawan –terutama yang mencetak gol. Buffon juga menambahkan kalau satu-satunya hal yang pasti dalam kehidupan seorang penjaga gawang adalah kemasukan gol. Lantas, jika kemasukan gol atau kebobolan atau apapun istilahnya adalah kesedihan tersendiri buat penjaga gawang maka menjadi penjaga gawang adalah orang yang berdekat-dekatan dengan kesedihan.Makanya, Buffon bilang kalau bersikap masokis adalah hal yang dibutuhkan oleh seorang penjaga gawang. Tentu bukan masokis secara harfiah, tetapi lebih kepada mengakrabi kesedihan. Apalagi sebagai penjaga gawang, ia tak bisa menebus kesalahannya dengan berlari ke ujung lapangan dan mencetak gol. Ia berbeda dengan rekan-rekan setimnya yang punya kesempatan buat melakukan apa yang paling digemari dalam sepakbola.
Seorang penjaga gawang tidak hanya tersingkirkan saat ia berada di atas lapangan. Di luar lapangan pun demikian. Tengoklah kembali siapa-siapa saja yang menerima penghargaan individu sepakbola. Hanya sedikit penjaga gawang yang menerimanya. Begitu pula dalam pembicaraan dan pembahasan yang dilakukan para pundit. Ada berapa orang yang membahas secara detail performa seorang penjaga gawang. Kalaupun dibahas, biasanya pembahasan akan bernada menyayangkan mengapa penjaga gawang tersebut tidak menjadi lebih berani dan berlari ke luar kotak penalti.
Untuk setiap pernyataan seperti ini, biasanya Buffon selalu menjawabnya dengan pertanyaan; "Apakah kamu tahu luas kotak tempat biasanya kami (penjaga gawang) berdiri?". Ia bilang, setiap orang yang ditanyainya tidak tahu kalau luas kotak itu 99 meter persegi. Luasnya hampir sama dengan luas apartemen dengan 1 kamar tidur. Dan berapa detikkah waktu yang dimiliki oleh seorang penjaga gawang? Kebanyakan orang – menurut Buffon - bukan cuma tak tahu apa-apa tentang penjaga gawang, tapi tak punya keinginan untuk mencari tahu.
Namun, ada yang berbeda dengan bursa transfer musim panas 2015/2016 ini. Jika sebelumnya tak ada perbincangan hangat menyoal kepindahan penjaga gawang; kali ini beberapa orang penjaga gawang dianggap memiliki nama besar sehingga rumor dan keputusan kepindahannya layak diangkat sebagai kepala berita di hampir semua media.
Pada bursa transfer kali ini, beberapa kesebelasan dengan nama besar – walaupun tak semua prestasinya besar-besar amat – benar-benar mempertimbangkan keputusan menyoal penjaga gawang. Katakanlah pertimbangan Madrid untuk menjadikan De Gea sebagai pengganti Casillas. Apalagi, dikabarkan angkanya akan menjadikan De Gea sebagai penjaga gawang termahal di dunia; menggeser posisi yang sejak tahun 2001 masih dimiliki oleh Buffon.
Terlepas dari segala kontroversi tentang kepindahan De Gea yang tentu saja dikait-kaitkan dengan hengkangnya Casillas; namun memasukkan rencana perombakan skuat penjaga gawang ke dalam aktivitas bursa transfer klub setidaknya menunjukkan adanya peningkatan kesadaran akan pentingnya keberadaan seorang penjaga gawang. Apalagi kalau angka fantastis yang santer terdengar seiring dengan rumor kepindahan De Gea itu benar-benar terwujud.
Sebagaimana bisnis lainnya, aktivitas transfer pemain pun mngenal istilah harga pasar (market value). Secara sederhana, harga pasar dapat diartikan sebagai perkiraan nilai jual pemain di pasaran. Yang namanya mekanisme penciptaan harga, ia tidak bisa terjadi tanpa keterlibatan pihak penjual (supply) dan pembeli (demand). Sedangkan dalam penentuan nilai pasar pemain, ia mempertimbangkan hal-hal seperti performa sebelumnya, posisi klub, kewarganegaraan, kompetisi ataupun kebugaran (silakan menyebutkan indikator-indikator lainnya).Sebagai perbandingan, dengan menggunakan data per 1 Juli 2015, nilai pasar Messi bisa mencapai angka 85,20 juta poundsterling dan Gareth Bale dan Ronaldo sebesar 56,80 juta poundsterling atau Aguero pada angka 42,60 juta poundsterling. Jauh lebih tinggi dibandingkan nilai pasar De Gea yang diperkirakan sekitar 20,40 juta poundsterling ataupun Manuel Neuer yang nilainya diperkirakan hanya mencapai angka 31,95 juta poundsterling. Begitu pula dengan Buffon yang jika mengacu pada nilai pasar per 1 Juli 2015, angkanya hanya mencapai (kisaran) 1,42 juta poundsterling. Wajar mengingkat saat ini Buffon sudah berusia 37 tahun. Walaupun demikian, rekor nilai transfer tertinggi buat penjaga gawang masih berada di tangannya sekitar 33 juta poundsterling.
Karena nilai pasar adalah perkiraan tentang kepantasan harga pemain, maka artinya sampai saat ini nilai transfer penjaga gawang belum ada yang melewati rekor Buffon. Namun, mengingat bahwa pesepakbola adalah sumber daya manusia yang diakui sebagai aset, nilai pasarnya sekarang harus dikurangi dengan amortisasi. Itulah yang menyebabkan nilai Buffon sekarang jika diperkirakan mengalami penurunan sekitar 30-an juta poundsterling.
Entah apa yang pertama kali menjadi penyebabnya, yang jelas, jika dirata-ratakan jumlah nilai pasar penjaga gawang selalu jauh lebih rendah dibandingkan dengan nilai pemain di posisi lainnya. Entah mengapa tugas mencegah terciptanya tidak bisa dinilai sepadan dengan tugas mencetak gol. Padahal, yang membikin sebuah kesebelasan dinyatakan kalah dalam suatu pertandingan adalah gol. Jika seorang penjaga gawang bisa menepis gol, maka kesebelasannya tidak akan kalah – setidaknya seri. Lantas, yang menjadi pertanyaan – jika hebat atau tidaknya seorang penjaga gawang mempengaruhi hasil kompetisi kesebelasan, mengapa nilai mereka yang bermain di posisi ini tetap terbilang rendah? Semacam pembenaran atas mitos yang menyebutkan kalau penjaga gawang adalah pos yang bisa dihemat klub selama bursa transfer.
Masuknya nama-nama penjaga gawang ke dalam daftar pesepakbola yang paling diperebutkan, meningkatnya perhatian beberapa klub kepada skuat penjaga gawang memang tidak serta-merta bisa meningkatkan nilai mereka di pasaran. Namun setidaknya, mengutip omongan Jonathan Wilson, setelah 103 tahun dipaksa untuk mengenakan seragam yang berbeda, akhirnya nilai mereka yang sesungguhnya mulai diakui oleh orang-orang yang sebenarnya sangat bergantung kepada keberadaan mereka di bawah mistar gawang. Dan siapa tahu, setelah ini, para penerus Buffon tidak perlu lagi bersikap sebagai seorang masokis.
=====
* Akun twitter penulis: @marinisaragih dari @panditfootball