Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Pandit

    Soal Revolusi Sepakbola, Belajarlah pada Islandia!

    Ardy Nurhadi Shufi - detikSport
    Getty Images Getty Images
    Jakarta -

    Republik Ceko dan Belanda dijagokan akan memimpin klasemen Grup A babak kualifikasi Piala Eropa 2016. Kekuatan Turki pun mungkin akan menjadi salah satu batu sandungan dan memberikan kejutan. Tapi siapa yang menyangka jika saat ini justru Islandia yang memuncaki grup ini?

    Hasil dari tujuh pertandingan yang dijalani, Islandia meraih enam kemenangan dan menelan hanya satu kekalahan. Satu-satunya kekalahan yang diderita negara yang memiliki luas hanya sekitar 100 ribu kilometer persegi ini saat menghadapi Ceko dengan skor 2-1.

    Yang terbaru, Kamis (3/9/2015) malam, Islandia berhasil menumbangkan Belanda dengan skor 0-1 (di Amsterdam!). Kemenangan tersebut melengkapi kemenangan Islandia atas Belanda pada pertemuan pertama dengan skor 2-0.

    Sebelum kemenangan atas Belanda, Islandia berada di peringkat 23 FIFA berada di atas negara-negara Skandinavia lain yang lebih identik dengan negara sepakbola seperti Norwegia, Swedia, Finlandia, atau Denmark. Juga, mereka nyaris melangkah ke Piala Dunia untuk pertama kalinya sebelum dikalahkan Kroasia pada babak play-off Piala Dunia 2014.

    Ini tentunya menjadi prestasi yang cukup luar biasa bagi Islandia. Karena sebelumnya negara ini biasanya hanya menjadi kesebelasan penghibur dalam setiap turnamen. Bahkan selama April hingga Juni 2012, mereka terlempar jauh ke peringkat 131 FIFA. Namun dalam dua tahun, mereka berhasil naik seratus peringkat.

    Jadi apa yang dilakukan Islandia dalam satu dekade terakhir hingga bisa meraih prestasi ini?



    Meningkatkan Infrastruktur

    Jika menengok skuat Islandia yang berlaga pada di kualifikasi Euro 2016, hanya ada dua pemain yang bermain di Pepsidield Karla, kompetisi teratas liga Islandia. Mayoritas pemain timnas Islandia yang saat ini dipanggil pelatih Lars Lagerback, tersebar di klub liga-liga Eropa seperti Inggris, Norwegia, Italia, Rusia, Spanyol, dan Belgia.

    Liga Islandia memang bukan tempat yang tepat untuk karier seorang pemain lokal. Liga inia hanya bergulir selama empat bulan, dimulai pada bulan Juni dan berakhir bulan September. Ini dikarenakan cuaca Islandia yang telampau ekstrim untuk berolahraga ketika musim dingin.



    Saat musim dingin, rata-rata temperatur di sana mencapai 0 hingga -10 celcius. Namun suhu bisa mencapai -25 hingga -30 celcius pada bulan Desember. Suhu terendah Islandia sendiri tercatat pernah mencapai hingga -39 celcius.

    Dahulu, cuaca ekstrim ini menjadi masalah besar karena menghambat para pemain Islandia untuk berkembang. Pada musim dingin, para pemain akan libur atau sebatas meningkatkan kebugaran lewat latihan gym. Para pemain muda pun mengalami peningkatan kualitas yang lambat karena minim berlatih teknik selama musim dingin.

    Namun akhirnya Federasi Sepakbola Islandia (KSI) menemukan solusi tepat untuk mengatasi permasalahan ini. Pada 2002, sebuah lapangan sepakbola indoor dibangun dan disebar ke seluruh penjuru negeri. Klub-klub pun tak keberatan untuk berinvestasi sehingga menciptakan lima lapangan indoor lainnya karena mengetahui manfaat ini.

    Memang, meski telah adanya lapangan indoor ini, liga tetap berjalan hanya empat bulan. Namun Klub-klub mendapat mandat dari KSI untuk tetap memberdayakan pemain muda meski musim dingin tiba, salah satunya dengan berlatih di dalam indoor tersebut.

    Melahirkan pemain muda bertalenta memang menjadi tujuan KSI dalam revolusi yang dilakukannya sejak 2002 tersebut. Karena selain enam lapangan indoor tersebut, infrastruktur di Islandia pun semakin tumbuh dengan pesat dengan diciptakannya 20 lapangan buatan dan 130 lapangan mini untuk sekolah-sekolah dan masyarakat. Sepakbola yang menjadi olahraga nomor satu di negara berpenduduk sekitar 300 ribu ini pun bisa terus dimainkan sepanjang tahun.



    KSI yang menggagas ide ini mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah negara. Pemerintah Islandia sendiri beranggapan bahwa dengan memasyarakatkan sepakbola akan memberikan banyak dampak positif bagi masyarakat secara menyeluruh.

    Maka dari itu, pemerintah kota pun tak ragu untuk menggelontorkan dana agar bisa terus meningkatkan infrastrukur di masing-masing kota. Imbasnya, sepakbola pun tak pernah mati di seluruh penjuru Islandia meski cuaca ekstrim selalu menghantui.

    Menciptakan Pelatih Berkualitas

    Setelah sepakbola terjamin sepanjang tahun, KSI memikirkan bagaimana cara agar bisa menghasilkan pemain-pemain berkualitas. Terlebih dengan Infrastruktur yang semakin meningkat, jelas dibutuhkan metode yang tepat untuk mengembangkan pemain muda sehingga bisa menjadi pemain yang bisa mengantarkan timnas Islandia meraih prestasi.

    Akhirnya KSI menemukan cara yang tepat untuk melahirkan pemain-pemain muda berkualitas. Dan cara tersebut diimplikasikan pada sebuah motto yang berbunyi “Untuk melahirkan pemain berkualitas, dibutuhkan pelatih berkualitas. Dan untuk melahirkan pelatih berkualitas, dibutuhkan pendidikan kepelatihan yang baik”.

    Pendekatan terhadap pembinaan pun dilakukan. Sigurdour Ragnar yang ditunjuk sebagai technical director KSI pada 2002 menginginkan pelatih-pelatih Islandia berkembang dan memiliki pendidikan kepelatihan yang berkualitas. Ragnar pun membidik UEFA agar mendapatkan kualifikasi pelatihan UEFA di Islandia.

    UEFA menyetujui pelatihan lisensi UEFA B pada 2003 dan pelatihan lisensi UEFA A pada 2006. Tapi, untuk bisa mengikuti kepelatihan lisensi UEFA B, setiap pelatih wajib menyelesaikan empat program kepelatihan KSI B, KSI level I hingga IV terlebih dahulu. Sedangkan untuk bisa mengikuti pelatihan lisensi UEFA A, setiap pelatih wajib menyelesaikan KSI A, KSI level V hingga VII.

    KSI level I hingga VII adalah seminar kepelatihan yang diselenggarakan setiap tahun oleh KSI. KSI tak mencari keuntungan pada penyelenggaraan seminar ini. KSI menetapkan biaya serendah mungkin agar semua pelatih yang ada di Islandia mengikuti program KSI ini. Dan hasilnya, pelatih berkualitas pun semakin bermunculan dari tahun ke tahun.



     201120102009200820072006200520042003200220012000
    KSI I UEFA B931361239098889673115624528
    KSI II UEFA B8886871124665778861392943
    KSI III UEFA B31126746643363766411716 
    KSI IV UEFA B68 6648333239612829  
    KSI V UEFA A5960 4819363140    
    KSI VI UEFA A28 31  25 27    
    KSI VII UEFA A35 27 58220     
    Total4026304083642972843003552451479071

    [Sumber: sportbloggid.net]

    Per tahun 2012, tercatat 520 pelatih Islandia memiliki lisensi KSI B/UEFA B, dan 165 pelatih memiliki lisensi KSI A/UEFA A. Sementara sembilan pelatih tercatat sebagai pelatih dengan Lisensi UEFA Pro. Saat ini, jumlahnya tentu saja semakin bertambah banyak.

    KSI pun menerapkan peraturan bahwa pelatih kepala yang menangani klub-klub Islandia harus memiliki lisensi UEFA A dan asisten pelatih berlisensi UEFA B. Pelatih kepala akademi muda pun wajib memiliki lisensi UEFA A. Klub di Islandia sendiri hanya berjumlah 75 kesebelasan dari segala divisi (lima divisi), di mana ini artinya diperebutkan oleh 165 pelatih.

    Dengan adanya persyaratan ini, para pelatih pun terus berusaha menaikkan level lisensi kepelatihan mereka agar bisa lebih unggul dari pelatih-pelatih lainnya. Ini menjadi keuntungan tersendiri bagi sepakbola Islandia di mana para pemain muda bisa mendapatkan pelatihan dari pelatih yang berkualitas. Dan ini seusai dengan apa yang diharapkan KSI, kualitas pelatih terbaik di segala level.

    Islandia Sebagai Pencetak Pemain, Bukan Pengembang

    Seperti yang dikatakan sebelumnya, mayoritas pemain di skuat timnas Islandia saat ini dihuni oleh pemain Islandia yang bermain di luar Islandia. Klub-klub di Islandia memang tak mengekang para pemainnya untuk bermain di luar negeri sebagaimana yang para pemain Islandia cita-citakan. Durasi jangka pendek satu hingga tiga tahun pada pemain muda pun diberikan pada pemain yang mulai memasuki karir pro.

    Ini membuat klub-klub luar Islandia selalu mengincar para pemain muda potensial yang dimiliki Islandia. Norwegia menjadi negara dengan pengonsumsi pemain Islandia terbanyak. Hampir setiap musimnya selalu ada pemain Islandia yang hijrah ke negara tetangga tersebut.

    Maka dari itu, tak ada transaksi jual beli pemain di Islandia (seperti di Indonesia). Yang sering terjadi di liga top Islandia adalah peminjaman pemain yang dilakukan antarklub. Ini pula yang membuat klub-klub luar negeri (atau pun klub Islandia lainnya) bisa mendapatkan para pemain berbakat Islandia dengan harga yang murah, bahkan free transfer.

    Ini pula yang menjadi santapan para scout pemain muda berbakat dari seantero Eropa. Berkat mulai bermunculannya pemain muda berpotensi, banyak klub Eropa yang sudah merekrut pemain Islandia sejak masih usia dini, sebelum mendapatkan kontrak profesional bersama klub.

    Selain peraturan lisensi pelatih yang diterapkan untuk pelatih kepala tim yang berlaga di klub segala divisi Islandia, akademi muda berusia 12 hingga 15 tahun pun wajib memiliki lisensi kepelatihan UEFA B, sementara untuk usia 11 tahun ke bawah, wajib ditangani oleh pelatih berlisensi UEFA B dengan minimal telah menyelesaikan dua level seminar KSI. Dengan pelatih yang berkualitas sejak usia dini inilah para pemain muda berpotensi sudah menjadi daya tarik klub Eropa sejak dini.

    Gylfi Sigurdsson yang kini menjadi andalan Swansea City direkrut Reading ketika usianya masih 18 tahun. Kolbeinn Sigthorsson yang kini menjadi andalan timnas Islandia dan saat ini bermain untuk Nantes, direkrut AZ Alkmaar dari HK Kopavogs saat usianya masih 17 tahun. Sama halnya dengan yang dilakukan AZ terhadap kapten Islandia saat ini, Aron Gunnarsson, yang direkrut saat masih berusia 17 tahun --saat ini bermain untuk Cardiff City).

    Selain memiliki potensi menjadi pemain hebat di masa yang akan datang dan bisa didapatkan dengan biaya murah, ada hal lain yang menjadikan pemain Islandia selalu berhasil menjadi pemain yang hebat di klub yang ia bela di luar Islandia, yaitu attitude yang baik.

    Para pemain Islandia di kenal dengan tipe pemain yang ambisius, tak kenal menyerah, dan selalu bekerja keras. Hal ini pernah diungkapkan oleh Henning Berg, mantan bek Manchester United yang kemudian melatih Lynn FC klub Norwegia, di mana ia pernah menangani beberapa pemain Islandia dalam timnya.

    "Mental hebat adalah hal yang paling akan anda sadari dari para pemain Islandia," ujarnya pada wawancara dengan harian Mogunbladid. Mereka selalu berusaha mengeluarkan performa terbaik mereka, bekerja keras saat latihan, dan memiliki mental yang kuat. Mereka adalah pemain profesional yang bisa mengatasi tekanan."

    Hal ini diamini oleh pernyataan seorang sosiolog asal Islandia bernama Dr. Vidar Halldorsson. Dalam pernyataannya yang dituliskan situs sportbloggid.net, Halldorsson mengatakan, "Sebenarnya tak ada jawaban yang pasti mengenai pertanyaan ini. Tapi untuk karakrteristik seorang atlet Islandia adalah menikmati permainan, bukan pemain indvidu, ambisius, dan mereka selalu percaya bahwa mereka selalu bisa melakukan yang lebih baik."

    [Baca juga Dalipin Story: Pesepakbola Skandinavia dan Falsafah Janteloven]

    Kisah Alfred Finnbogason pun mencontohkan betapa hebatnya mental pemain Islandia. Sebelum kini Finnbogason bermain untuk Olympiacos dan sempat membela Real Sociedad, pemain yang kini berusia 26 tahun tersebut sempat mengalami masa sulit ketika masih bermain untuk Bredablik U-18.

    Meski penampilannya saat itu cukup baik, panggilan timnas U-15 masih tak kunjung tiba. Ini cukup mengkhawatirkan karena biasanya banyak pemain timnas senior Islandia yang sudah memulai kariernya sejak timnas U-15.

    Namun Finnbogason tetap tak kenal menyerah dan berlatih semakin keras. Panggilan timnas pun baru tiba ketika ia berusia 19 tahun ketika dibutuhkan Islandia U-21. Pada penampilannya berbaju timnas itu, ia tampil istimewa. Dan ketika kontraknya berakhir bersama Bredablik, tawaran pun datang dari klub Belgia, Lokeren.

    Para pemain Islandia pun memiliki kemampuan adaptasi yang baik ketika bermain untuk klub luar Islandia. Hal utama yang pasti dilakukan pemain Islandia adalah mempelajari dan memahami bahasa Inggris. Dan nyatanya, bisa berbahasa Inggris pun menjadi salah satu faktor lain mengapa Islandia tampil mengesankan di bawah pelatih kenamaan asal Swedia, Lars Lagerback.

    Rahasia Kesuksesan Bersama Lagerback

    Keberhasilan Islandia hingga bisa seperti sekarang ini memang tak bisa dilepaskan dari peran Lagerback. Pria yang pernah mengantarkan Swedia berlaga di lima kompetisi penting (Piala Eropa dan Piala Dunia) secara beruntun ini sudah menangani Islandia sejak tahun 2011, menggantikan Olafur Johanesson.

    Awal perjalanannya bersama timnas Islandia sangat mengecewakan pada tahun 2012. Dari delapan pertandingan yang dijalani Islandia, ia hanya menang satu kali dan kalah tujuh kali. Namun itu tak membuatnya digusur dari kursi kepelatihan.

    Namun lambat laun, penampilan Islandia semakin membaik. Pada babak kualifikasi Piala Dunia 2014, Islandia menjadi runner-up grup E yang membuat mereka masuk ke babak play-off untuk menentukan nasibnya di Piala Dunia 2014. Kala itu, Islandia berada di atas Slovenia dan Norwegia, di bawah Swiss yang tampil sempurna tanpa kekalahan.

    Ini tentunya menjadi buah dari kepercayaan KSI pada Lagerback yang pada awalnya tampil mengecewakan. Kepercayaan ini terungkap saat Lagerback ditanyai mengenai bagaimana cara Lagerback mengantarkan Islandia ke babak play-off.

    "Mereka [KSI] tak menentukan target apapun ketika menunjuk saya sebagai pelatih. Jadi tak ada target dari mereka yang mengharuskan saya untuk mencapai babak play-off atau hasil apapun," ungkap Lagerback seperti yang dikutip harian Guardian pada November 2013.

    Lagerback pun mengakui bahwa sangatlah beruntung ia bisa melatih Islandia. Ia tak memiliki kendala bahasa karena mayoritas para pemain yang dipanggilnya sangat fasih menggunakan bahasa Inggris. Hal inilah yang memudahkannya memberikan instruksi pada para pemainnya.

    "Kami sering menggunakan bahasa Inggris. Sebagian dari mereka pun paham bahasa Nordik [bahasa yang juga digunakan orang Swedia, negara asal Lagerback]. Kepada beberapa individu, saya sering menggunakan bahasa Nordik, dan ketika berbicara untuk tim, saya akan menggunakan bahasa Inggris," tukasnya.

    Pemahaman antara pelatih dan pemain, khususnya ketika membicarakan pengimplementasian taktik, membuat pemahaman bahasa menjadi penting. Karena jika apa yang dikatakan sang pelatih pemain tersebut tak dimengerti pemain, taktik yang diinginkan pelatih pun tak akan berjalan, tim pun tak akan bermain sesuai apa yang diiinginkan sang pelatih.



    Lebih jauh, Lagerback sendiri tak memiliki strategi-strategi khusus yang membuat timnya bermain luar biasa sehingga membuahkan prestasi yang membanggakan. Namun ia sadar, bahwa menjadi penting untuk memiliki filosofi untuk timnya, rencana permainan yang akan diusungnya.

    "Anda [pelatih] harus membuat tim anda bermain bersama dengan cara yang benar, karena hal ini sangat krusial. Jika anda melihat tim yang baik, seperti Barcelona atau tim lain yang telah menjuarai turnamen baik itu klub ataupun negara, selalu ada ide yang sangat jelas tentang bagaimana tim tersebut bermain. Jika anda tak mampu melakukan itu, maka anda akan sulit untuk meraih sesuatu," tambahnya.

    Lagerback sendiri rencananya akan pensiun dalam waktu dekat. Dan ia menyarankan Heimirr Hallgrmisson, asisten pelatih yang bergabung dengan timnas Islandia bersamaan dengan Lagerback, untuk menjadi suksesornya. Permintaan ini tak lain agar Islandia tetap tak mengubah filosofi bermainnya. Hallgrimsson yang sudah empat tahun menjadi asisten Lagerback tentunya tahu betul filosofi seperti apa yang digunakan Lagerback pada timnas Islandia. Dan KSI pun menyetujui gagasan ini. Hallgrimsson pun akan menjadi pelatih Islandia berikutnya ketika Lagerback memutuskan untuk pensiun.

    Kesimpulan

    Islandia melakukan cara yang tepat ketika memutuskan untuk merevolusi sepakbola mereka. Cuaca buruk yang selalu menghambat para pemainnya setiap tahun bukan menjadi alasan untuk menghentikan sepakbola.

    Meningkatkan standar kepelatihan pun dapat dicontoh oleh negara yang ingin memperbaiki kualitas sepakbolanya. Islandia mendapatkan dua keuntungan dari hal ini. Pertama, para pelatih berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitasnya. Kedua, para pemain muda pun dilatih oleh pelatih yang berkualitas.

    Terakhir, memiliki filosofi bermain pun menjadi rahasia lain bagaimana Islandia bisa meraih kesuksesan. Lagerback yang tak memiliki pemain dengan talenta kelas dunia dalam skuatnya, masih tetap bisa memberikan hasil maksimal karena memiliki filosofi bermain.


    =====

    * Penulis adalah aanggota redaksi @PanditFootball dengan akun twitter: @ardynshufi

    (a2s/din)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game