Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Pandit

    Mengenal Spirit SHARP pada Gerakan Suporter Antifasis

    Randy Aprialdi - detikSport
    Wikiwand Wikiwand
    Jakarta - Jika memerhatikan beberapa aksi para Suporter Antifasisme (Antifa) seperti Livorno, Genoa, Marseille, St. Etienne, AEK Athens, Besiktas, Hapoel Tel Aviev, Ajax Amsterdam, Glasgow Celtic, Panathinaikos, St. Pauli dan lainnya, tak jarang mereka mengibarkan bendera raksasa dengan berbagai macam simbol, seolah merupakan kewajiban mereka ketika memberi dukungan kepada kesebelasan kesayangannya.

    Sebenarnya, bendera raksasa yang mengudara itu banyak memiliki makna untuk ditujukan kepada publik, baik itu tentang kesebelasan dukungannya maupun identitas ultras itu sendiri.

    Jika dicermati lebih jauh, terkadang ada satu gambar yang menyerupai helm pasukan romawi kuno pada beberapa atribut yang digunakan dalam melakukan aksi-aksinya. Pada gambar kepala helm tersebut bertulis SHARP dengan singkatan dari Skinheads Against Racial Prejudice.

    Simbol-simbol SHARP itu dikenakan para Ultras Antifa untuk beberapa atribut seperti bendera raksasa, kaos, jaket, emblem dan sebagainya. Tribun sepakbola memang sering dijadikan ajang berbagai macam kampanye dari isu remeh temeh sampai mendunia. Dan kemunculan simbol SHARP yang identik dengan kelompok-kelompok Ultras Antifa selain logo bendera bewarna merah dan hitam adalah salah satunya.

    Sepakbola Sebagai Olahraga Hiburan Para Skinhead

    Budaya skinhead dengan sepakbola tentu sangat berkaitan erat karena olahraga tersebut merupakan hiburan bagi para buruh atau kaum pekerja sejak 1960-an. Tentu saja skinhead merupakan bagian dari buruh dan kaum pekerja itu karena mereka lahir dari dunia tersebut.

    Lingkungan kerja buruh di Inggris sangat keras dan ketat. Terkadang para atasan sering mengintimidasi para buruhnya bahkan menjambak rambut selain merabahnya kutu-kutu kepala di area pelabuhan. Dari hal itulah skinhead menjadi salah satu alasan gaya botak plontos para pekerja, selain aturan ketat melarang rambut gondrong di lingkungan kerja mereka.

    Kekerasan yang terjadi dalam situasi kerja para skinhead itu tentu saja dilampiaskan ke sepakbola sebagai dunia hiburan mereka. Saat menyaksikan sepakbola, mereka bisa memaki orang tanpa aturan, dan terpenting adalah mampu melampiaskan sisi kekerasan diri mereka sendiri. Para pekerja seolah ingin bertarung di stadion sebagai bentuk ekspresi mereka.

    Hooliganisme dibangun pada kekerasan, dan gerakan itu dimonopoli oleh para skinhead sejak 1960-an bertentangan dengan gerakan hippies sepakbola yang mengusung kedamaian dan cinta. Skinhead memajukan ide layaknya seorang prajurit namun dengan sikap oposisi dengan memuja kekutan fisik dan agresifitas. Orang yang tidak ingin menerima pertarungan dipandang sebagai pengecut. Maka pertarungan dan kekerasan adalah kriteria utama hooliganisme.

    Gerakan skinhead lambat laun mulai merambah paham-paham politik. Mereka belajar tentang nilai-nilai melindungi wilayah dan ide-ide nasionalis lainnnya. Sehingga pada 1970-an, mereka mulai beralih menjadi ekstrim kanan bahkan semakin kuat pada 1980-an. Di stadion pun skinhead menjadi alat ekstrim sayap kanan untuk mempengaruhi banyak orang muda di sana dan tertanam sejak kecil bagi anak-anak usia dini.

    Cikal Bakal SHARP dan Penyebarannya Lewat Industri Musik

    Seiring dengan semakin kronisnya fasisme di dunia, selain skinhead, dari dampak Perang Dunia II pun berkembang gerakan-gerakan antifasis pada tahun 1970-an seperti Socialist Workers Party (SWP), Anti Nazi League (ANL), Campaign Social Workers Party (SWP) dan lainnya termasuk SHARP dalam scene skinhead itu sendiri beberapa waktu kemudian.

    SHARP lahir sebagai gerakan skinhead anti-rasis yang menentang neo fasis dan rasis politik lainnya. Asal-usul SHARP dikenal dari subkultur skinhead dan membenci apa yang mereka lihat sebagai gerakan-gerakan rasial oleh skinhead white-power atau biasa disebut bonehead.

    SHARP berawal di Kota New York pada 1987 yang ditenggarai oleh Marcus Pacheco dan Stevan M. Mereka ingin menunjukan jika subkultur skinhead bukan berbasis rasisme dan politik ekstrem.



    Cap skinhead rasis sudah terjadi sejak subkultur yang lahir di Inggris sejak 1960-an. Mereka merasa mewakili kaum Inggris dengan menyukai musik-musik bergenre ska dan soul yang identik dengan memerangi kaum-kaum imigran dari Asia.

    Memasuki era 1970-an, para skinhead rasis pun semakin berkembang dengan berbagai gerakan seperti National Front, British Movement, Rock Against Communism dan nama-nama lainnya. Bahkan aksi itu pun melebar sampai ke Amerika Serikat, tapi Pacheco dan Stevan mencoba meluruskannya. Mereka berdua pun mendapatkan dukungan dari skinhead lain seperti Andre Schlesinger (vokalis dan gitaris band The Press) dan Jason O'Toole (Vokalis band Life Blood). Tentu saja mendapatkan dukungan dari dua musisi skinhead membuat SHARP semakin meraup massa sangat banyak, mengingat jika karakter seorang vokal memiliki kekuatan tersendiri untuk menyampaikan khutbahnya melalui band yang dirintisnya.

    Dukungan SHARP pun juga didapatkan dari Wales yang memiliki jarak cukup dekat dengan Inggris, negara asal muasal skinhead. Salah satu dukungan terkuat didapatkan dari Roddy Moreno, vokalis sekaligus gitaris band The Oppressed, band asal Cardiff, Wales.

    Moreno acapkali mengunjungi New York atau membawa bandnya menggelar konser di sana sekaligus bertemu dengan para penganut SHARP. Dirinya pun kerap melabeli idealisme skinheadnya sebagai SHARP attitude. Bahkan ketika Moreno kembali ke kawasan United Kingdom, ia mendesain logo SHARP berdasarkan label Trojan Reggae dan mempromosikan idelisme tersebtu kepada berbagai british skinhead.



    SHARP semakin menyebar ke berbagai negara Eropa dan benua lain. Salah satu penyebaran paling efektif tentu saja dengan musik. Berbagai pagelaran musik bertemakan anti rasisme sering diselenggarakan sejak 1970-an. Para musisi yang terlibat dalam pagelaran tersebut di antarnya Eric Clapton, The Clash, Buzzcocks, Sham 69, Rage Against the Machine dan musisi serta band lainnya. Di Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya sikap SHARP itu selalu ada namun lebih didasarkan kepada individu daripada kelompok-kelompok terorganisir.

    Pengaruh Musik Jamaika pada SHARP Attitude

    Seperti yang sudah dijelaskan, logo SHARP diambil dari Trojan Records, sebuah label rekaman Inggris yang didirikan pada 1968. Label tersebut spesialisasi lagu-lagu jamaika seperti ska, rocksteady, reggae, dub yang menjadi kegemaran-kegemaran telinga para skinhead tradisional pada awalnya.

    Nama Trojan berasal dari truk pengangkut alat sound Duke Reid's dari Jamaika yang bernama Croydon-built Trojan. Duke Reid sendiri merupakan salah satu produsen musik sukses dari belantika musik Jamaika.

    Musik Jamaika adalah salah satu pembenaran pemegang ideologi SHARP sebagai penerangan jika skinhead bukan suatu gerakan rasis karena selera musik tradisional mereka saja berasal dari karya-karya orang kulit hitam.

    Atas dasar itulah SHARP mengidentifikasi jika skinhead seharusnya cenderung non rasis seperti para bonehead atau white power. Maka dari itu logo SHARP cuma terdiri dari dua warna yaitu percampuran hitam dan putih menjelaskan bagaimana ras kulit hitam dan putih bisa bersatu. Salah satu gambarannya adalah para personel The Specials, band beraliran ska dari Coventry, Inggris.

    SHARP Sebagai Salah Satu Alternatif Simbolisasi Antifa di Tribun Stadion

    Logo SHARP seolah menjadi salah satu simbolisasi perlawanan fasisme melalui tribun sepakbola. Hal tersebut tidak bisa dipungkiri jika baik kaum skinhead rasis maupun non rasis sangat mencintai sepakbola. Apalagi mengingat jika ultras tidak lepas dari aktivitas-aktivitas scene skinhead di tribun sepakbkola.

    Sementara itu spirit SHARP dianut ultras antifasis karena keselarasan attitude tentang perlawanan terhadap fasisme dalam sepakbola. Hal itu terjadi bukan tanpa alasan, rasisme merupakan bibit dari fasisme yang tidak pernah usai melanda sepakbola internasional bahkan sudah dibiarkan sejak usia dini. Seperti usai pertandingan Liga Italia junior antara Prato dan Maliseti, misalnya, di mana pesepakbola berusia 11 tahun dihukum karena menghina secara rasis kepada wasit dari bangku cadangan.

    Para pelaku fasisme merupakan penganut-penganut anti globalisasi. Hal inilah yang ditentang para demonstrasi gerakan antifasis di Kota Genoa, Italia. Kampanye-kampanye protes tentang anti globalisasi juga diserukan di tribun.

    Suporter Genoa memang memiliki sifat keterbukaan kepada para imigran. Hal itu juga bisa dilihat dari beragam pelancong dari Argentina, Belanda, Jepang, Amerika, Spanyol, Islandia dan negara-negara lainnya untuk datang langsung ke Stadion Luigi Ferraris untuk menonton Genoa secara langsung. Maka bukan tidak mungkin spirit SHARP dari simbolik trojan ini terkadang menjadikan salah satu tribun Luigi Ferraris sebagai tempat bertemunya SHARP dari seluruh dunia.

    ====

    *penulis biasa menulis untuk situs @panditfootball, beredar di dunia maya dengan akun @RandyNteng




    (roz/din)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game