Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Pandit

    Pajak: Lawan yang Bikin Messi Mati Kutu

    Marini Saragih - detikSport
    VI-Images via Getty Images VI-Images via Getty Images
    Jakarta - Lionel Messi hampir babak belur. Ia bukan kewalahan oleh penjagaan pemain belakang lawan atau dihajar taktik mantan pelatihnya, Josep Guardiola. Ia juga tak sedang kepayahan mengejar ketertinggalan gol dari Cristiano Ronaldo. Lawannya kali ini bernama pajak.
     
    Pajak tak cuma jadi lawan buat Messi. Pada dasarnya, ia adalah lawan buat semua orang yang memiliki penghasilan. Kita tak perlu jadi miliarder macam pesepakbola-pesepakbola di Eropa sana untuk memandang pajak sebagai kepastian yang tidak mengenakkan. Cukup dengan melihat slip gaji dan menemukan potongan beberapa puluh atau ratus ribu rupiah setiap bulannya.

    Pajak, sekali lagi, memang bukan kawan yang menyenangkan. Tapi apa boleh buat, itulah risiko memiliki penghasilan.

    Beruntung, per Juli 2015, ada perubahan kebijakan yang cukup menggembirakan. Kalaupun tak bisa membebaskan kita sepenuhnya dari kewajiban membayar pajak penghasilan (PPh), kebijakan berwujud peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) itu setidaknya bisa menambah sedikit jatah foya-foya bulanan.

    Tapi, pemberitaan tentang ancaman hukuman penjara 22 bulan beserta denda yang harus ditanggung Messi kembali mencuat. Kasus ini memang sudah terdengar sejak beberapa tahun lalu. Namun, proses yang rumit dan panjang sempat menenggelamkannya. Beberapa kali pihak pengacara Messi menegaskan bahwa kliennya ini tak terlibat kasus penggelapan pajak. Messi adalah korban dari ketidakmengertian orang awam akan aturan dan prosedur perpajakan secara detail.

    Tuduhan penggelapan pajak yang dialamatkan kepada Messi berawal dari penyelidikan terhadap Tax Return (dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai SPT) pribadinya untuk tahun pajak terutang 2007-2009.

    Mengacu pada undang-undang perpajakan, Messi seharusnya melaporkan seluruh penghasilan yang diterimanya sebagai pesepakbola. Ada dua hal utama yang harus dipahami: 1) Seluruh penghasilan berarti termasuk penghasilan di luar sepakbola, misalnya image rights, 2) walaupun berkebangsaan Argentina, karena ia bekerja di Spanyol, maka Messi sah terhitung sebagai wajib pajak Spanyol.

    Tingginya penghasilan yang diterima Messi jelas berbanding lurus dengan tingginya pajak peghasilan yang harus dibayar. Jika melihat apa yang dilakukan Messi dengan kariernya sebagai pesepakbola, setidaknya, ada dua kategori penghasilan yang diterimanya: penghasilan sebagai pesepakbola dan image rights.

    Pajak terutang dari penghasilannya sebagai pemain Barcelona, tentu sudah dipotong, dibayarkan dan dilaporkan oleh pihak klub. Sedangkan pajak penghasilan image rights-nya, kemungkinan besar harus dipotong, dibayar dan dilaporkan sendiri, karena ia memiliki manajemen sendiri. Yang dalam hal ini, dikelola oleh ayahnya. Di sinilah, barangkali manajemen "bermain".

    Manajemen mengalihkan penghasilan image rights ke perusahaan yang didirikannya di Belize dan Uruguay. Untuk diketahui, kedua negara ini, terlebih Belize, memang termasuk ke dalam tax havens: negara-negara dengan tarif pajak sangat rendah.

    Menyayangkan Amandemen The Beckham Law

    Sebelum perubahan kebijakan perpajakan tahun 2015, tarif PPh orang pribadi di Spanyol adalah progresif 24.75% sampai 52%. Dan kabarnya, tarif tertinggi ada di wilayah Catalunya: 56%. Sekadar mengingatkan, tarif progresif berarti tarif pajak penghasilan yang dibebankan kepada wajib pajak tidak hanya satu tarif (misalnya hanya 24.75% atau 52%), tetapi bertingkat.

    Untuk penghasilan paling banyak 17,007 euro pertama dalam setahun, akan dikenai tarif 24.75%. Untuk tahapan berikutnya: 17,007 sampai 33.007 dikenai tarif 30%. Tarif 40% untuk 33,007 sampai 53,407 euro, 47% untuk 53,407 sampai 120,000 euro, 49% untuk 120,000 sampai 175,000 euro. Sementara untuk 175,000 sampai 300,000 dikenai tarif 51% dan 52% untuk penghasilan di atas 300,000 euro.

    Sebenarnya, dulu Spanyol memiliki aturan perpajakan unik , yang dikenal sebagai The Beckham Law. Sistem yang mulai diterapkan pada 1 Juni 2005 ini benar-benar menguntungkan para pekerja asing di Spanyol.

    Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar seorang pekerja asing di Spanyol menerima fasilitas The Beckham Law: 1) Tidak berlaku untuk orang asing yang tinggal di Spanyol lebih dari 10 tahun, 2) Hanya berlaku untuk orang asing yang penghasilan per tahunnya 600 ribu euro ke atas, 3) Pemberi kerja harus warga negara Spanyol atau setidaknya, memiliki tempat tinggal permanen di Spanyol, 4) Penugasan harus di Spanyol, walaupun ada beberapa tugas ke luar Spanyol, durasinya maksimal 15% dari durasi kontrak, 5) Fasilitas ini hanya berlaku dalam jangka waktu lima tahun.

    Jadi, walaupun sistem ini dikenal saat Beckham mulai bermain di Real Madrid musim 2003-2004, bukan berarti hanya ditujukan kepada para pesepakbola. Karena sebenarnya, peraturan ini bertujuan untuk menarik investor asing sebanyak-banyaknya. Mereka yang berada di bawah The Beckham Law hanya dikenai tarif pajak penghasilan flat sebesar 24.75%.

    Lantas, untuk membandingkan besarnya jumlah pajak yang harus dibayarkan dengan dan tanpa The Beckham Law, mari kita sedikit berhitung.

    Ambillah contoh seorang pesepakbola memiliki gaji sebesar 780,000 euro per tahun, dengan personal allowance (penghasilan tidak kena pajak untuk orang berstatus single dan tanpa tanggungan anak) 5,151 euro per tahun, maka penghasilan kena pajaknya menjadi 774,849 euro per tahun. Karena jumlahnya di atas 300,000 euro per tahun, maka ia akan dikenai tarif progresif sampai 52%. Sementara, di bawah The Beckham Law, ia hanya akan dikenai tarif sebesar 24.75%. Perhatikan ilustrasi berikut.



    Sayangnya, kebijakan yang menguntungkan ini diamandemen tahun 2009 dan berlaku sejak 1 Januari 2010, karena krisis ekonomi yang terjadi di Spanyol. Akibatnya, seluruh wajib pajak harus membayar pajak dengan tarif progresif yang telah ditetapkan.

    Blunder Perencanaan Pajak Messi

    Tingginya jumlah penghasilan yang dipotong akibat adanya kewajiban perpajakan, membuat sejumlah wajib pajak berpikir kreatif cenderung nakal. Biasanya, mereka menggunakan alibi "perencanaan pajak".
     
    Mengklaim perencanaan pajak sebagai tindakan kriminal adalah kedangkalan tersendiri. Karena bagaimanapun juga, di satu sisi, perencanaan pajak memang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan alokasi pendapatan, terutama buat perusahaan. Namun di sisi lain, perencanaan pajak memang rawan.

    Sedikit melewati jalur, ia bakal menjadi kasus penggelapan pajak. Dan agaknya, inilah yang terjadi pada Messi dan manajemennya.

    Skema perencanaan pajak yang dilakukan manajemen Messi terbaca sebagai transfer pricing. Di sini, ia mengalihkan penghasilan image rights ke perusahaan yang didirikannya di negara-negara tax havens, macam Belize dan Uruguay. Kemungkinan besar, penghasilannya tersebut "dititipkan" sementara di perusahaan bentukannya tersebut. Setelah mengendap sampai menjelang periode tutup buku perusahaan, penghasilan tersebut dikembalikan kepada Messi dalam bentuk dividen. Messi, sebagai pemilik perusahaan jelas memiliki hak atas pendapatan dividen.

    Penghasilan dividen yang diterima Messi tidak terhitung sebagai objek pajak. Sementara, perusahaan bentukannya yang ada di Belize, tak perlu repot-repot membayar pajak. Belize terkenal sebagai negara dengan kebijakan perpajakan yang menggiurkan. Salah satunya, dengan kebijakan pemerintah yang menihilkan tarif pajak perusahaan. Kemungkinan besar, langkah ini diambil pemerintah supaya bisa menarik minat investor untuk menyuntikkan dananya.



    Sementara Uruguay, masih memberlakukan pajak penghasilan buat perusahaan. Namun perlu diketahui, tarif pajak penghasilan perusahaan jauh lebih kecil daripada penghasilan orang pribadi. Lagipula, biasanya, demi memudahkan perusahaan dalam memperbesar kapasitas bisnisnya, tarif pajak penghasilan perusahaan baru dikenakan sampai batas penghasilan tertentu.

    Yang menjadi pertanyaan, cukup pintarkah skema perencanaan pajak yang dirancang dan dilakoni manajemen Messi? Tentu saja. Tapi itu baru pertanyaan. Yang menjadi persoalan, dalam hal ini, apakah menjadi “cukup pintar” itu sudah cukup?

    Yang dilakukan oleh manajemen Messi bukan barang baru di ranah perpajakan. Menelisiknya memang butuh waktu panjang, tapi bukannya tak mungkin. Barangkali, blunder pertama sekaligus terbesar yang dilakukan Messi adalah mendirikan perusahaan-perusahaan di negara tax havens. Terlebih Belize yang memang menihilkan tarif pajak penghasilannya. Apa yang dilakukan manajemen Messi ibarat meremehkan departemen perpajakan itu sendiri.

    Perusahaan non-residen yang didirikan di negara-negara tax haven jelas begitu mencolok. Ia rawan terkena tuduhan transfer pricing. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah wajib pajak melakukan transfer pricing atau tidak, adalah dengan meneliti aktivitas perusahaannya. Logikanya, jika suatu perusahaan benar-benar beroperasi dan bukan sekadar perusahaan “penitipan” dana wajib pajak, perusahaan tersebut bakal beraktivitas secara kontiniu. Transaksi perusahaan tidak hanya terjadi saat Messi menyetorkan dananya dan saat perusahaan membayar dividen Messi.

    Kalaupun perusahaan di negara tax haven macam Belize itu benar-benar beroperasi, seharusnya manajemen Messi bisa menunjukkan dokumen-dokumen perpajakan yang menyatakan bahwa perusahaan ini tidak melakukan transfer pricing, yang biasa dikenal sebagai TP Docs. Dalam kasus ini, entah manajemen Messi sedang atau telah mengupayakan hal ini. Tapi jika benar-benar tak terlibat transfer pricing, pengurusan dokumen ini jelas memungkinkan, dan bahkan dianjurkan.

    Apa yang sedang menghajar Messi kali ini agaknya menjadi bukti kebenaran omongan Benjamin Franklin: Kepastian paling pasti dan tak dapat dihindari hanyalah pajak dan kematian.

    Namun yang menjadi pertanyaan, apakah kepastian semacam itu juga berlaku buat alien seperti Messi? Hih.

    ====

    *ditulis oleh @marinisaragih dari @panditfootball.



    (roz/a2s)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game