Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Pandit

    Manajemen Olahraga (Bagian 2)

    Strategi Kebijakan Olahraga yang Membawa Kesuksesan

    Dex Glenniza - detikSport
    Jakarta -
    [Bagian 1: Peran Penting Kebijakan Pemerintah dalam Memajukan Olahraga Sebuah Negara]

    Setelah menyadari peran penting kebijakan pemerintah dalam kemajuan olahraga di sebuah negara, selanjutnya perlu diketahui strategi kebijakan olahraga (sport policy) seperti apa yang bisa membawa sebuah negara kepada kesuksesan.

    Kembali kepada tulisan sebelumnya, arti "kesuksesan" di sini adalah sesuatu yang bisa dianggap sebagai prestasi yang pada akhirnya membuat sebuah negara diakui oleh dunia (world recognition).

    Ada banyak cara untuk menilai prestasi, antara lain dengan melihat perolehan medali di Olimpiade, juara dunia cabang olahraga tertentu (juara Piala Dunia, juara Piala Thomas dan Uber, dll.), menjadi tuan rumah acara olahraga besar, serta level "prestasi" yang paling rendah, yaitu angka partisipasi yang aktif dan konsisten di acara olahraga tingkat dunia.

    Strategi dalam menyusun dan mengaplikasikan kebijakan olahraga di sebuah negara secara ideal dipegang oleh mereka yang menguasai ilmu manajemen terutama olahraga (sport management), karena orang-orang ini adalah mereka yang mampu menyampaikan olahraga kepada masyarakat luas (delivery of sports).

    Popularitas Olahraga di Sebuah Negara

    Hal pertama yang perlu diketahui adalah dalam setiap kebijakan olahraga, sumber daya (resource) adalah sesuatu yang sangat penting. Sumber daya yang dimaksud adalah finansial (uang), kekayaan alam (SDA), dan juga kualitas manusia itu sendiri (SDM).

    Setiap negara yang menetapkan kebijakan olahraga akan memiliki standar masing-masing untuk memprioritaskan banyak kepentingan yang terlibat di sini, yaitu kepentingan bisnis, masyarakat, dan negara. Selain itu, tren dalam berolahraga juga sangat berpengaruh kepada kebijakan olahraga.

    Sebelum itu, coba jawab pertanyaan berikut ini: apa yang menyebabkan sebuah olahraga menjadi populer di masyarakat dan juga negara? Apakah karena prestasi? Atau karena efek dari penyiaran?

    Paling gampang kita menyebut sepakbola. Kenapa sepakbola sangat populer di Indonesia? Apakah prestasi Indonesia di bidang sepakbola yang membuat sepakbola menjadi populer? Atau ini hanya efek banyaknya penyiaran, mulai dari televisi (siaran Liga Inggris, Liga Champions, sampai liga-liga lainnya yang mengerucut kepada televisi berlangganan), media cetak, sampai media elektronik (termasuk yang sedang Anda baca sekarang)?

    Anda bisa mendapatkan jawaban versi Anda masing-masing. Tapi jangan khawatir, kita tidak sendirian. Pada kenyataannya hal ini (popularitas sepakbola) bukan hanya terjadi di Indonesia, kecuali Sri Lanka (kriket), hampir seluruh negara di dalam seminar manajemen olahraga (NIFISA) yang saya ikuti di Jepang memiliki sepakbola sebagai olahraga terpopuler di negara mereka, mulai dari Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam, Kamboja, China, Hong Kong, Taiwan, sampai di Jepang itu sendiri. Bahkan saya sangat yakin di banyak negara di seluruh dunia juga, sepakbola adalah olahraga yang paling populer.

    Satu hal positif yang bisa saya dapatkan dari sini adalah bahwa olahraga, terutama sepakbola, memang sudah menjadi bahasa universal di dunia.



    Kebijakan Olahraga Dipengaruhi oleh Tren

    Sekarang, jika olahraga yang paling populer adalah olahraga yang paling banyak menyedot minat masyarakat, maka bisa dibilang popularitas olahraga tersebut sudah dikategorikan sebagai olahraga yang menguntungkan (profitable sports). Misalnya saja bagi negara yang tidak memilik banyak sumber daya, mereka (termasuk juga Indonesia menurut saya) cenderung akan memprioritaskan fokus olahraga mereka kepada olahraga yang menguntungkan secara bisnis.

    Hal ini bisa dimaklumi karena memiliki dampak yang efisien dan efektif, terutama kepada kondisi finansial. Mental beberapa orang yang ingin cepat sukses dengan instan, secara alamiah memang tidak bisa dihindari. Keuntungan materi memang akan didapatkan, tapi salah satu kewaspadaan yang timbul jika sebuah negara mengedepankan bisnis pada kebijakan mereka (bukan hanya olahraga) adalah semakin kecilnya tingkat kesuksesan jangka panjang yang bisa mereka dapatkan.

    Sejujurnya, yang dibutuhkan dalam setiap kebijakan olahraga bukanlah keuntungan materi, tetapi peningkatan di tingkat akar rumput (grassroots atau pembinaan) dan juga partisipasi sebanyak-banyaknya.


    [Grafik pengeluaran untuk kebijakan olahraga dari beberapa negara. Sumber: De Bosscher dkk, 2014]

    Sebagai contoh, dari grafik di atas, kita bisa melihat perbandingan pengeluaran beberapa negara untuk keperluan kebijakan olahraga. Republik Korea menjadi negara yang paling banyak menghabiskan uang dengan 423 juta dolar AS. Hasilnya? Di Olimpiade London 2012, mereka menempati urutan kelima dengan 13 medali emas, 8 perunggu, dan 7 perak.

    Sementara Belanda, mereka hanya menghabiskan 67 juta dolar AS. Hasilnya? Belanda menempati peringkat 13 di tabel perolehan medali dengan 6 emas, 6 perak, dan 8 perunggu.

    Jika melihat dua kasus di atas, mana yang lebih sukses, Korea atau Belanda? Jawabannya: tergantung. Tergantung dilihat dari mana. Jika dilihat dari medali, Korea lebih sukses. Tapi jika dilihat dari efektivitas dan efisiensi biaya dalam kebijakan olahraga, justru Belanda yang lebih sukses.

    Bagaimana dengan Indonesia?

    Sekarang mari kita berandai-andai, jika Indonesia diberi uang sebanyak 100 juta dolar AS (sekitar Rp 1,3 triliun) per tahun untuk mengembangkan sektor olahraga, apa yang akan pemerintah lakukan?

    Mereka bisa memilih sepakbola yang sudah menjadi tren sebagai fokus utama, misalnya dengan memperbaiki kompetisi sepakbola nasional, menambah fasilitas lapangan sepakbola, membuat program khusus sepakbola, dan lain sebagainya. Ini bisa dipahami, karena hal ini akan menjadi sangat menarik untuk masyarakat dan pastinya juga bakal mendatangkan keuntungan. Tapi mungkin akan menjadi kesia-siaan karena dilihat dari sejarah prestasi, kebiasaan, sampai faktor genetik (alam), Indonesia tidak pernah mendapatkan pengakuan dunia dari sepakbola, bahkan dengan kontroversi sekalipun (negara yang disanksi FIFA, negara yang terkenal mafia sepakbolanya, dll).

    Selain itu, hal ini juga bisa menambah kesempatan bagi berbagai hal negatif seperti korupsi, nepotisme dalam kepengurusan, mafia sepakbola, pengaturan skor, perjudian, dll. untuk tumbuh --karena yang dikedepankan adalah kepentingan bisnis demi meraup keuntungan sebanyak-banyaknya.

    Akan berbeda jika pemerintah memfokuskan kepada cabang olahraga yang lebih memiliki kans untuk menghasilkan prestasi seperti bulu tangkis, angkat besi, panahan; atau bahkan membuat kampanye olahraga seperti "Sports for All" dan "Sport for Tomorrow" yang lebih bersifat menyehatkan masyarakat, bukan mengedepankan prestasi. Prinsipnya jelas: partisipasi dahulu, prestasi akan mengikuti kemudian.

    Jika hal di atas dilakukan oleh pemerintah, kebijakan mereka memang tidak akan populer, bahkan mungkin akan sedikit sulit untuk sampai kepada seluruh masyarakat. Namun secara strategi, langkah tersebut adalah langkah yang mungkin paling jitu.

    Pentingnya Mengedepankan Partisipasi daripada Prestasi

    Mengingatkan kembali, Dr. Inge Claringbould, salah satu pembicara dari Belanda pada seminar manajemen olahraga yang saya ikuti di Jepang, memberikan contoh kasus dari negaranya untuk memahami pentingnya kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan olahraga.

    Jumlah penduduk di Belanda berkisar 17 juta orang. Mereka memiliki 3,9 juta atlet elite dari 10 juta (60% dari total penduduk Belanda) atlet di tingkat amatir dan masyarakat.

    Bayangkan angka 60% tingkat partisipasi masyarakat Belanda kepada olahraga (1,2 jutanya bermain sepakbola, 600 ribunya tenis, 590 ribunya memancing, 400 ribunya golf, dll) hanya hampir 2/5-nya saja yang menghasilkan atlet elite.


    [Bagan 'double pyramid theory' mengenai Sports for All dan Elite Sports]

    Dari 'double pyramid theory' di atas, kita akan menemukan bentuk yang mengerucut antara atlet elite yang berada di puncak, dengan 'sports for all' yang berada di dasar piramida.

    Jumlah atlet elite pastinya lebih sedikit daripada atlet amatir dan masyarakat. Pada prinsipnya, atlet elite dilahirkan (supplied by) dari masyarakat, dan masyarakat akan terus berolahraga karena terinspirasi (inspired by) dari atlet elite, terutama mereka yang sukses (misalnya juara dunia).

    Ini adalah sesuatu yang sangat logis: jika tidak ada peserta di level amatir dan partisipasi (rekreasi), maka tidak akan ada atlet yang dilahirkan.

    Olahraga sebagai Pemersatu Bangsa

    Dari pembahasan kali ini, kita bisa mengetahui bahwa kebijakan olahraga (sport policy) sudah dianggap sebagai niat, pilihan, dan tindakan pemerintah dalam prosesnya di bidang olahraga dan juga pada akhirnya berusaha untuk mencapai kesuksesan.

    Olahraga sekarang ini sudah menjadi alat kebijakan untuk membangun social capital (institusi, hubungan, dan nilai yang membentuk kualitas dan kuantitas interaksi sosial di masyarakat), menjembatani perbedaan sosial, serta melawan gaya hidup tidak sehat dan isolasi sosial.

    Terdapat sembilan pilar yang menjadi faktor kesuksesan kebijakan olahraga: (1) dukungan finansial; (2) pemerintah, organisasi, dan struktur; (3) partisipasi dalam olahraga; (4) identifikasi talenta dan pengembangannya; (5) karier atlet dan setelah pensiun dari atlet; (6) fasilitas latihan; (7) ketersediaan pelatih dan pengembangannya; (8) kompetisi nasional dan internasional; dan (9) riset sains dan inovasi.

    Krisis ekonomi/politik dan meningkatnya kompetisi semakin membuat negara kecil (seperti Belanda yang dicontohkan dalam seminar yang saya ikuti) kesulitan untuk bersaing. Jadi, perlu adanya lobi untuk memprioritaskan program olahraga yang menguntungkan (profitable).

    Namun, memprioritaskan olahraga yang menguntungkan, yang sudah populer dan menjadi tren, bisa menurunkan tingkat kesuksesan olahraga untuk jangka panjang. Selain itu juga pemerintah perlu mempertimbangkan kerumitan dan dinamisme dari semua faktor dan aktor yang berkecimpung pada kebijakan olahraga.

    Satu hal penting yang saya pelajari adalah, bahwa ada hubungan yang saling menguntungkan antara kesehatan masyarakat, prestasi atlet nasional, prestasi negara, dan menciptakan atlet elite. Dan semua hal di atas harus dimulai dari level yang paling bawah, yaitu level partisipasi yang banyak melibatkan masyarakat.

    [Selanjutnya: Promosi dan Startegi Manajemen dalam Pelaksanaan Acara Olahraga]


    ====

    * Penulis biasa menulis soal sport science untuk situs @panditfootball, beredar di dunia maya dengan akun @dexglenniza

    (a2s/roz)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game