Era Baru Sepakbola Cile (Bagian 2-habis)
Variasi Skema Pressing Sampaoli

Hasil negatif dengan enam kekalahan beruntun yang tiga di antaranya terjadi di babak kualifkasi Piala Dunia 2014 membuat Claudio Borghi dicopot dari jabatan pelatih timnas Cile. Kala itu, Cile telah menelan lima kekalahan dari total sembilan pertandingan.
Memang, kala itu Cile yang menempati peringkat keenam di luar zona lolos ataupun kualifikasi, masih memiliki nilai sama (12 poin) dengan Uruguay dan Venezuela di atasnya. Namun dengan tujuh pertandingan sisa, perjuangan tentunya tak akan mudah untuk bisa merangsek ke papan atas, setidaknya peringkat keempat, agar bisa terbang ke Brasil.
Di situlah Cile melakukan keputusan tepat dengan menunjuk Jorge Sampaoli. Pelatih berkepala plontos ini berhasil mengembalikan permainan khas Cile seperti era Marcielo Bielsa yang melakukan intensitas pressing yang tinggi. Skema permainan ini disempurnakan dengan passion yang memuncak dari setiap pemainnya.
Membangkitkan Kembali Permainan Pressing Cile
Yang hilang dari skuat Cile pada era Borghi adalah skema permainan yang cepat dan menekan lini pertahanan lawan sepanjang pertandingan ala Bielsa. Borghi menginstruksikan para pemain Cile untuk bermain dengan garis pertahanan rendah dan mengandalkan serangan balik.
Masalahnya, memainkan garis pertahanan rendah membuat lawan lebih sering melakukan umpan silang atau direct melalui udara ke kotak penalti. Sementara di lini pertahanan Cile, dihuni oleh pemain-pemain yang lemah dalam duel udara seperti Gary Medel dan Gonzalo Jara, hanya mengandalkan Marcos Gonzalez atau Waldo Ponce.
Garis pertahanan rendah Cile bersama Borghi saat menghadapi Ekuador
Bentuk permainanannya sebenarnya tak jauh berbeda. Borghi layaknya Bielsa, menggunakan tiga bek sebagai palang pintu terakhir. Hanya saja Borghi memainkan dua penyerang (biasanya Alexis Sanches dan Humberto Suazo) yang tak ikut mundur ketika bertahan untuk memudahkan ketika melancarkan serangan balik.
Sampaoli tampaknya menyadari bahwa para pemain Cile bisa lebih dimaksimalkan jika memainkan pressing sedini mungkin. Kebugaran pemain dan stamina mereka sepanjang laga terbukti bisa terjaga ketika Cile masih ditangani Bielsa.
Sampaoli sebenarnya sempat mencoba formasi 4-3-3 dengan pendekatan skema permainan yang hampir sama dengan Bielsa. Hanya saja posisi pemainnya pada formasi ini (yang saat itu harus bermain tanpa Arturo Vidal) Cile bersama Sampaoli di babak kualifikasi Piala Dunia 2014, Peru, kalah duel di lini tengah.
Cile kalah pada pertandingan pertama bersama Sampaoli dengan skor 0-1. Kala itu, Sampaoli bereksperimen dengan memainkan tiga penyerang berkaki cepat (Eduardo Vargas, Jean Beausejour, dan Sanchez sebagai penyerang tengah) namun tak efektif.
Skema pressing ini baru berhasil ketika pada laga berikutnya Cile harus tampil tanpa Vidal dan Sanchez. Sebagai penyerang tengah, pemain senior, Esteban Paredes, saat itu berusia 33 tahun, dicoba sebagai pengganti Sanchez.
Dalam pola 3-4-3, Gary Medel kembali ditempatkan sebagai bek tengah seperti era Bielsa. Empat di tengah membentuk diamond dengan Marcelo Diaz sebagai gelandang bertahan dan Charles Aranguiz sebagai gelandang serangn memerankan playmaker. Penempatan Mauricio Isla dan Euginio Mena di pos wingback agar ketika diharuskan melakukan transisi setelah gagal menekan di lini pertahanan lawan, keduanya mundur sehingga membentuk lima bek sejajar. Hasilnya, Uruguay dibungkam dengan skor 2-0.
Hebatnya Sampaoli adalah mampu menerapkan gaya bermain pressing tinggi tersebut dengan berbagai bentuk formasi. Ketika para pemain terbaiknya bisa dimainkan, ia mencoba formasi 4-3-3 dengan Medel yang bermain sebagai bek kanan sementara Vidal sebagai gelandang serang. Penempatan Vidal sedekat mungkin ke lini pertahanan lawan adalah karena kelebihan Vidal yang handal dalam merebut bola tanpa melakukan pelanggaran. Cile menang 3-1 atas Bolivia.
Variasi taktik lainnya adalah dengan bermain tanpa striker dalam formasi 4-3-1-2. Dua penyerang di depan (Vargas dan Sanchez) bermain lebih melebar. Semantara Vidal atau Jorge Valdivia, bermain sebagai gelandang serang yang menempati area penyerang tengah saat melakukan pressing.
Pressing Cile saat menghadapi Venezuela, Vargas-Sanchez melebar sementara Vidal-Valdivia naik.
Dari berbagai variasi bentuk permainan dengan tak meninggalkan permainan pressing-nya Cile mulai merangkak naik ke papan atas. Dari tujuh pertandingan, lima kemenangan dan satu kali kalah serta satu kali imbang menjadi pencapaian Sampaoli. Cile pun menempati peringkat ketiga pada klasemen akhir, di atas Ekuador dan Uruguay, yang membuat mereka akhirnya lolos ke Brasil.
Satu kesamaan Sampaoli dan Bielsa adalah tak ragu untuk memainkan pemain terbaiknya pada posisi bukan idealnya demi mengakomodasi strateginya. Vidal yang bermain sebagai gelandang, pernah ditempatkan sebagai bek kanan ataupun bek tengah. Diaz gelandang bertahan, sering dimainkan sebagai bek tengah. Sementara Medel bisa menempati pos gelandang, bek tengah, ataupun bek kiri. Menjadi hal yang lumrah ketika terdapat pemain yang bermain dengan peran-peran berbeda dari satu pertandingan ke pertandingan lainnya.
Di Piala Dunia, Clie di bawah asuhan Sampaoli gagal tampil lebih baik dari empat tahun sebelumnya di mana sama-sama tersingkir pada babak 16 besar. Hanya saja mengalahkan Spanyol (2-0) yang notabene merupakan jawara Piala Eropa 2012 menjadi pencapaian tersendiri.
Pencapaian terbaik diraih saat berlaga di Copa America 2015 di mana Cile berstatus tuan rumah. Bermain di hadapan pendukungnya sendiri, Cile berhasil keluar sebagai juara, untuk pertama kalinya dalam sejarah, masih dengan taktik pressing yang mampu menumbangkan Uruguay serta Argentina di babak final.
Prestasi ini tentu saja mengatrol posisi Cile di peringkat FIFA. Pada bulan November, kesebelasan berjuluk La Roja ini menempati peringkat kelima dunia, di atas Spanyol bahkan Brasil. Peringkat ini merupakan yang terbaik sepanjang sejarah Cile.
Jauh sebelum Cile menjadi juara Copa America 2015, bahkan sebelum Piala Dunia 2014 digelar, Sampoli memang mengupayakan sebisa mungkin agar para pemainnya bermain dengan kesungguhan hati. Jika mereka bisa menikmati permainan, Sampaoli percaya kesuksesan akan menghampiri mereka.
“Saya yakin jika salah satu cara untuk berhasil adalah menyatukan para pemain dengan kecintaan mereka terhadap permainan,” ujar Sampaoli seperti yang dikutip oleh Guardian. “Anda harus bisa membuat pemain anda mencintai seragam anda dan bermain dengan penuh kesenangan , bukan sebagai pekerjaan. “
Hal itu berhasil ditularkan pada para pemainnya sehingaa para pemain Cile selalu bermain menggebu-gebu di setiap pertandingannya. Tambahan semangat baru pada setiap pemainnya inilah yang menyempurnakan skema bermain Cile bersama Sampaoli.
Bagian 1: Marcelo Bielsa, Sang Pengubah Wajah Chile
---
Penulis adalah anggota Pandit Football Indonesia dengan akun twitter: @ardynshufi