Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Pandit

    Persiapan Qatar Jelang Piala Dunia 2022 (Bagian 2)

    Bukan Sekadar Penggembira

    Frasetya Vady Aditya - detikSport
    Jakarta -


    Baca bagian pertama: Membangun Atmosfer Olahraga (Artifisial)

    Jurnalis The Guardian, Robert Booth, menyatakan setelah berkendara mengelilingi Doha --karena jalan kaki tidak dimungkinkan di bawah terik matahari dan cuaca panas-- Qatar terlihat memang bersungguh-sungguh menjadi tuan rumah Piala Dunia.

    Ia membandingkan 200 miliar dolar dana yang disiapkan Qatar untuk infrastruktur demi menunjang Piala Dunia dengan dana 9,3 miliar poundsterling yang dikeluarkan Inggris saat menjadi tuan rumah Olimpiade 2012. Padahal Olimpiade membutuhkan venue yang lebih banyak karena itu merupakan kompetisi multi-cabang.

    Dana besar tersebut digunakan Qatar juga untuk mengembangkan negaranya dengan membangun jaringan kereta api, hotel, dan jalan, yang akan dilalui sepanjang turnamen.

    Kasus penyuapan memang terdengar nyaring soal pemilihan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia. Sepp Blatter bahkan pernah menyatakan kalau awalnya Piala Dunia 2022 akan diselenggarakan di Amerika Serikat. Alasan Blatter adalah untuk memberi kesempatan pada dua adikuasa --dengan Rusia-- untuk menerjemahkan kekuatan mereka lewat penyelenggaraan olahraga.

    Namun, rencana tinggalah rencana. Kegagalan Amerika Serikat menjadi tuan rumah justru membuat Rusia terbawa pusaran arus konspirasi. Saat konflik di Ukraina timur merebak, sejumlah pihak buka suara. Mereka menyerukan untuk memboikot Piala Dunia 2018 di Rusia karena keterlibatan Ruisa di Ukraina. Padahal, jika melihat dari proses pencalonan, terpilihnya Rusia dan Qatar bukanlah sesuatu yang mengejutkan.

    Niat Qatar Menjadi Tuan Rumah

    FIFA mengeluarkan laporan evaluasi pemilihan tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022 setebal 23 halaman. Terdapat 11 negara atau sembilan negara gabungan yang mencalonkan diri. Dua negara gabungan yakni Belanda dan Belgia serta Spanyol dan Portugal mencalonkan diri untuk dua Piala Dunia.

    Soal infrastruktur, Qatar dan Rusia menjadi negara yang paling besar pengeluarannya. Untuk pembangunan dan renovasi stadion, Qatar mengeluarkan US$ 3 miliar, sedangkan Rusia US$ 3,82 miliar. Keduanya merupakan negara dengan pengeluaran paling besar untuk stadion.

    Ketimbang kontestan lain, Qatar dan Rusia sama-sama terbanyak dalam pembangunan stadion baru. Qatar sebanyak sembilan stadion sementara Rusia 13 stadion. Mereka masing-masing hanya merenovasi tiga stadion yang sudah ada.
    Pembangunan stadion baru ini bisa jadi yang memberi nilai tambah pemilihan dua negara tersebut. Akan banyak dampak dari pembangunan stadion baru mulai dari bertambahnya lapangan pekerjaan, membuka daerah yang terisolasi, hingga menjadi investasi masa depan di bidang sepakbola.



    Dalam laporan tersebut dijelaskan bahwa pencalonan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 sejalan dengan strategi pembangunan nasional. Pelaksanaan Piala Dunia di Timur Tengah pun menjadi sorotan utama. Kalau Afrika bisa menyelenggarakan Piala Dunia, kenapa Timur Tengah, negeri yang kaya (minyak) raya, tidak bisa?

    Satu hal yang minus dari segala persyaratan Qatar hanyalah jumlah tempat latihan di sekitar stadion. FIFA mensyaratkan diperlukan 48 tempat latihan, tetapi Qatar hanya mengusulkan 36. Sisanya, Qatar telah menyetujui syarat yang diperlukan FIFA seperti jumlah stadion, base camp, dan tempat latihan. Qatar bahkan siap menyediakan 84 ribu kamar hotel untuk akomodasi penonton dari 60 ribu kamar yang disyaratkan FIFA. Angka ini jelas melampaui Inggris yang hanya menyediakan 10.700 kamar sesuai dengan template yang disetujui FIFA.

    Salah satu yang unggul dari Qatar adalah jarak stadion yang relatif dekat. Jarak terjauh antarstadion adalah dari Madinat ash-Shamal menuju Al Khor dengan jarak 80-an kilometer yang bisa ditempuh dalam waktu satu sampai dua jam. Hal ini diklaim membuat pergerakan logistik menjadi lebih mudah. Selain itu tidak diperlukan hotel dan tempat latihan di dekat stadion, karena toh jarak dari base camp pun berkisar 30-an kilometer, sehingga tim tidak memerlukan waktu barang satu hari dari base camp dan menginap di hotel dekat stadion.

    Menginginkan Timnas Qatar Berprestasi

    Piala Dunia 2022 di Qatar, dengan segala keterbatasannya, mungkin saja mencapai keberhasilan dan kesuksesan dalam penyelenggaraan. Namun, tentu sungguh disayangkan apabila kesebelasan negara Qatar justru cuma jadi penggembira. Padahal, salah satu keuntungan dengan menjadi tuan rumah adalah lolos langsung ke turnamen tanpa melalui babak kualifikasi.

    Buat negara yang kuat di sepakbola macam Prancis, Jerman, dan Brasil, lolos tidak melewati babak kualifikasi seolah tak ada bedanya. Toh, dengan kualitas permainan yang dimiliki, mereka layak untuk mengecap babak utama Piala Dunia. Namun, bagaimana dengan Qatar? Tentu ada keinginan besar buat mereka untuk bisa meniru Korea Selatan yang bisa mencapai babak semifinal --meski dengan segala kontroversi yang mengirinya.

    Salah satu yang dilakukan Qatar adalah dengan memusatkan pelatihan olahraga ke dalam satu akademi yang dinamai Aspire Academy. Proyek tersebut dibuat pada 2004 di mana anak-anak berkewarganegaraan Qatar dilatih dengan segala aspek untuk menjadi pesepakbola, perenang, dan atlet top. Semua kebutuhan mereka ditanggung oleh negara.

    Qatar tidak main-main dalam hal ini. Mereka mengembangkan sebuah tempat latihan yang menunjang untuk para pemain, termasuk lapangan dengan pendingin udara. Para pelatih pun didatangkan dari Spanyol, Jerman, dan Inggris, termasuk Pele, Diego Maradona, Iker Casillas, dan Manuel Neuer, yang pernah memberi pelatihan.

    "Hampir semua pemain timnas U-23 Qatar saat ini pernah berlatih di Aspire," tulis Booth.

    Direktur Aspire, yang juga mantan direktur strategi Real Madrid, Ivan Bravo, menuturkan bahwa apa yang dilakukan Qatar mirip dengan Spanyol jelang Olimpiade 1992.

    "Apa yang membuat Spanyol percaya diri, kredibel, dan dihormati, itu karena bisa duduk sejajar dengan negara lain di olahraga: Pertama karena olimpiade di Barcelona, lalu Real Madrid dan Barcelona menjadi klub terbesar di dunia, lalu tim nasional memenangkan Piala Dunia... Lalu, Rafa Nadal, Fernando Alonso, dan pemain NBA: itu yang memberi Spanyol harga diri," tutur Bravo.

    Hal terbesar dengan menjadi juara di olahraga adalah membuka rasa percaya diri di dunia internasional. Dalam hal ini untuk meningkatkan harga diri tersebut Qatar sudah berada pada jalur yang benar. Satu-satunya kompetisi olahraga yang belum bisa diselenggarakan di Qatar adalah Olimpiade. Kompetisi olahraga multicabang tersebut merupakan puncak dari capaian olahraga sebuah negara. Prestasi tertinggi dalam olahraga ditorehkan di Olimpiade.

    Qatar sejatinya telah menjadi tuan rumah Asian Games pada 2006, Pan Arab Games pada 2011 dan Piala Asia di tahun yang sama. Qatar pernah mencalonkan diri menjadi tuan rumah Olimpiade 2016 dan 2020, tetapi gagal lolos ke tahap selanjutnya. Qatar rencananya akan kembali mencalonkan diri untuk Olimpiade 2024.



    Apa yang dilakukan Qatar sebenarnya sejalan dengan rencana pembangunan negara teluk tersebut yang didesain hingga 2030. Pembangunan infrastruktur olahraga tidak akan merugikan karena memang telah direncanakan akan dibuat—dengan ada atau tidak adanya Olimpiade atau Piala Dunia.

    Menjadi yang Terbaik dalam Pilihan Terbatas

    Untuk menjadi yang terbaik, secara teori, sulit bagi Qatar untuk melakukannya. Qatar hanya memiliki sekitar 280 ribuan penduduk dari total 1,8 juta penduduk. Sebanyak 1,5 juta di antaranya merupakan ekspatriat yang bekerja di Qatar. Bravo menjabarkan kalau Qatar tidak bisa bergantung pada "Darwinian Selection" di mana hanya yang paling kompetitif yang bisa merangsek ke puncak.

    Dengan jumlah penduduk asli yang begitu sedikit, tentu sulit buat Qatar untuk menemukan yang terbaik dari yang terbaik. Maka penting bagi Qatar untuk memfokuskan diri pada cabang olahraga yang memiliki peminat yang banyak dan bisa meraih prestasi internasional.

    Sejak Olimpiade 1984, Qatar baru meraih empat medali perunggu yang dihasilkan dari Olimpiade 1992, Olimpiade 2000, dan Olimpiade 2012. Medali tersebut dipersembahkan dari cabang olahraga lari, angkat besi, menembak, dan loncat tinggi.

    Di sepakbola, saat ini dari 23 pemain delapan di antaranya merupakan pemain naturalisasi, sementara hampir semua pemain asli Qatar lahir di Doha.

    Ini pula yang membuat Aspire Academy membuka kesempatan pada anak dari negara lain untuk disaring dan secara khusus berlatih di akademi. Tidak tanggung-tanggung, The Guardian menyebutkan setiap tahun program Aspire Football Dreams menyaring 500 ribuan anak-anak dari Afrika Barat, Amerika Tengah, dan Asia Tenggara, untuk dikerucutkan menjadi 25 anak. Mereka mendapatkan beasiswa untuk belajar di Aspire Academy. Selain berlatih selama 10 jam per hari dalam dua sesi latihan, mereka pun diajari bahasa Inggris, Pendidikan Islam, Bahasa Spanyol, Bahasa Prancis, dan matematika.

    Namun, hal ini justru menimbulkan kecurigaan kalau Qatar mencoba menaturalisasi para pemain muda terbaik untuk menguatkan skuat mereka. "Apa yang kami coba lakukan adalah memiliki pemain yang lahir di Qatar yang mana orang tuanya juga lahir di Qatar dan sesuai dengan aturan untuk mewakili Qatar," tutur Bravo.



    Mengubah Paradigma

    Siapa yang percaya pada sepakbola? Dengan karier yang tidak panjang menjadi pesepakbola adalah sebuah pertaruhan. Jika Anda bermain bagus dan dihargai, sepakbola akan menjadi hal yang menyenangkan. Sebaliknya, jika Anda sudah mempertaruhkan segalanya buat sepakbola, tetapi tidak beruntung, Anda akan menyalahkan sepakbola sepanjang hayat.

    Hal ini juga yang dirasakan orang tua Muhammad Naim Hussain. Keduanya adalah pekerja white collar (kerah putih) yang mendapatkan upah besar. Mempersilakan anaknya menjadi pesepakbola adalah sesuatu hal yang amat berat.

    "Kedua orang tuaku terkadang melarangku berlatih. Mereka pikir sepakbola itu cuma permainan yang tidak bisa menjadi pekerjaan atau sumber kehidupan di masa depan," kenang Hussain, "Jika Ayahku bisa melihat masa depan, mungkin dia akan membiarkanku bermain bola tanpa harus beradu argumen. Diselenggarakannya Piala Dunia di Qatar mengubah pikiran orang-orang saat ini."

    Perubahan pikiran ini, membuat pesepakbola pun "naik tingkat". "Pesepakbola jadi lebih baik ketimbang insinyur sipil. Statusnya berubah. Mereka memberi pesepakbola segalanya," tutur Alaaeldin, insinyur sipir, ayah Ahmed dan Mohamed pemain timnas Qatar U-23.

    Namun hal ini justru memberi beban berat di pundak para penggawa Qatar. Negara dan masyarakat Qatar kompak menginginkan mereka berpretasi di Piala Dunia, terlebih mereka melakukannya di tanah sendiri.

    "Orang bilang pesepakbola Qatar amat hebat tapi tak menunjukkannya," jelas Ahmed Moein, gelandang timnas Qatar. "Ini memberiku tekanan. Teman-temanku ingin kami lolos bukan cuma sampai ke babak 16 besar, tapi jauh lebih dari itu. Ini karena kami main di Qatar dan semua orang membantu kami, jadi tak ada alasan untuk gagal."

    Kegagalan adalah sesuatu yang diharamkan. Oleh karena itu para pemain bekerja keras untuk mencapai yang terbaik. Mereka bahkan jarang bertemu teman dan pacar. Setelah berlatih, mereka hanya mampir di mall untuk makan malam. Setelah itu, mereka pulang karena agenda untuk esok masih panjang.



    Para pemain Qatar punya mimpi yang sudah pasti diwujudkan. Mereka pasti tampil di Piala Dunia. Namun, hanya yang terbaik yang bermain di atas lapangan; atau setidaknya mereka bisa bermain barang dua atau tiga menit di Piala Dunia.
    Qatar memang telah melakukan segalanya. Para pemain timnas didukung oleh tim berpengalaman mulai dari ahli nutrisi, masseur, dokter, spesialis, fisioterapis, kitman, analis taktik dan video, serta tiga pelatih. Belum lagi janji Xavi yang siap membantu tim muda Qatar menuju Piala Dunia 2022.

    Dengan segala ambisi yang begitu besar, mungkinkah "Korea Selatan" akan kembali terulang di Piala Dunia 2022? Siapa korbannya?


    ====

    * Akun twitter penulis: @Aditz92 dari @panditfootball

    (a2s/krs)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game