Tragedi Hillsborough (Bagian 1)
Hillsborough 1989 Tak Lagi Sama Seperti 1988

Satu-satunya rujukan resmi soal Tragedi Hillsborough adalah laporan hasil penyelidikan Departemen Kehakiman Inggris yang disusun Peter Murray Taylor. Dalam laporan setebal 88 halaman tersebut, dijelaskan secara rinci mulai dari sebelum hingga setelah kejadian. Dilampirkan pula analisis dan saran untuk sepakbola Inggris yang lebih baik. Kelak, laporan tersebutlah yang mengubah wajah (stadion) sepakbola Inggris hingga saat ini.
BBC dalam BBC Panorama menyebut Tragedi Hillsborough sebagai insiden olahraga terburuk di Inggris. Mereka menyesalkan mengapa hal tersebut bisa terjadi. Lebih parahnya lagi, mereka menemukan bahwa penyebab Tragedi Hillsborough hampir dikubur dengan sengaja. Padahal, kejadian ini adalah ancaman buat kelangsungan sepakbola Inggris itu sendiri.
Mengenal Stadion Hillsborough
Sebelum Stadion Wembley direnovasi, lokasi penyelenggaraan partai semifinal Piala FA berubah-ubah dan ditentukan oleh FA, yang terpenting lokasinya netral dan kesebelasan pemilik stadion tidak bertanding saat semifinal.
Stadion yang biasa digunakan adalah Villa Park, Old Trafford, dan Hillsborough. Stadion Hillsborough sudah digunakan untuk menggelar partai semifinal sejak 1912. Setelahnya, Hillsborough rutin dipilih menggelar partai semifinal meski tidak setiap tahun.
Salah satu alasan pemilihan Stadion Hillsborough adalah karena kapasitasnya yang bisa menampung sampai 54 ribu penonton. Alasan lainnya adalah karena mereka memiliki tribun berdiri yang bisa menampung penonton dalam jumlah besar. Hal ini akan memudahkan FA untuk memberi alokasi tiket buat para penggemar dua kesebelasan yang bertanding. Selain itu, akses menuju pintu masuk stadion pun terpisah antara barat dan timur yang memudahkan pihak kepolisian untuk memisahkan dua kelompok suporter yang datang mendukung.
Selain itu, Stadion Hillsborough bisa ditempuh hanya beberapa menit berkendara dari pusat Kota Sheffield. Di sisi lain, Kota Sheffield pun terletak di tengah-tengah daratan Inggris yang punya akses jalan ke seluruh penjuru mata angin, sehingga posisinya amat strategis.
Stadion Hillsborough tentu punya kelemahan. Yang paling utama adalah soal akses menuju stadion yang cuma bisa diakses dari dua arah: barat dan timur. Akses menuju tribun utara tertutup karena ada permukiman di belakang stadion, sementara di depan tribun selatan terbentang Sungai Don dan tidak ada jembatan yang menghubungkan antara satu sisi dengan sisi lainnya.
Akses dari Jalan Peninstone di sebelah timur menuju tribun timur, utara, dan selatan, hampir tak memiliki hambatan. Jalan Peninstone sendiri merupakan jalan raya dengan tiga ruas jalan yang termasuk jalan lintas kota dengan kode A61. Jalan menuju tribun pun bisa diakses dengan mudah karena banyaknya pintu masuk dan ruang yang lebar.
Kondisi berbeda terjadi untuk akses masuk dari barat yang berasal dari Leppings Lane yang terbilang sempit meski cukup untuk dua lajur kendaraan. Tidak seperti akses masuk dari timur, akses dari Leppings Lane seperti ujung botol yang menyempit. Penggemar yang akan menuju tribun utara dan selatan mesti berjejalan di satu tempat masuk. Pada akhirnya, hal ini yang kemudian menjadi masalah.
![]() |
Rencana yang Sama Seperti 1988
Penggemar Liverpool bukan untuk pertama kalinya bertandang ke Stadion Hillsborough. Setahun sebelumnya, mereka melakukan hal yang sama dan menyaksikan The Reds menang 2-1 atas lawan yang akan mereka hadapi semusim selanjutnya, Nottingham Forrest.
Nottingham Forest pada masa itu adalah kesebelasan yang disegani di Inggris. Meski pada akhirnya kalah dari Liverpool di Piala FA, tapi Forest berhasil menjuarai Piala Liga dua musim beruntun pada 1988/1989 dan 1989/1990.
Pihak kepolisian memandang pertandingan Liverpool menghadapi Forest sebagai pertandingan yang mesti diawasi. Konflik antarsuporter mungkin saja terjadi, terutama karena Liverpool menang 2-1 pada musim sebelumnya.
Hal ini yang membuat pihak kepolisian memilih menggunakan rencana yang sama seperti yang dilakukan pada 1988 utamanya soal suporter. Melihat faktor geografis, suporter Liverpool dipusatkan di barat, sementara Forest di timur.
Namun, hal ini sempat ditentang oleh Liverpool karena alokasi tiket yang dianggap tidak adil. Soalnya, Liverpool mendapatkan alokasi tiket yang lebih sedikit, meski rataan penonton di Anfield jauh lebih banyak ketimbang Forest.
Penggemar Liverpool diberi akses di tribun barat dan utara, sementara Forest tribun selatan dan tribun timur. Karena alokasi ini, Liverpool mendapatkan 24.256 tiket sementara Forest 29.800 tiket.
Pihak Kepolisian enggan mengambil risiko. Mereka tetap menjalankan rencana sama seperti tahun sebelumnya. Rombongan penggemar Liverpool dikondisikan berangkat dari barat dan utara, sementara Forest dari selatan dan timur. Khusus untuk suporter Liverpool yang menggunakan kereta, mereka akan turun di Stasiun Badsley menggunakan kereta khusus suporter, yang jaraknya lebih dekat dengan stadion. Lebih dari itu, mereka tak akan bertemu dengan penggemar Forest yang juga menggunakan kereta dan tiba di Stasiun Utama Sheffield.
Segalanya berjalan sesuai rencana sampai satu jam jelang kick off, kejadian buruk itu mulai terjadi.
Terlambat Masuk
Pagi hari pada 15 April 1989, sejumlah suporter Liverpool sudah memasuki kota Sheffield. Banyak dari mereka yang berkumpul di depan halaman rumah orang. Tidak sedikit pula yang nangkring di kedai bir.
Para penggemar Liverpool sejatinya sudah berkumpul di Leppings Lane saat matahari beranjak tinggi. Pintu stadion pun dibuka mulai pukul 11.30 waktu setempat. Namun, banyak dari mereka yang memilih bersantai-santai di luar ketimbang langsung masuk ke tribun.
Pukul dua siang, dari ruang kontrol yang memonitor pergerakan suporter via kamera pengawas, memperlihatkan kalau jumlah suporter Forest sudah mengisi penuh tribun. Sementara itu, tribun untuk suporter Liverpool masih terlihat kosong.
Pukul 14.20, dikonfirmasi kalau semua penggemar Liverpool sudah berkumpul di Leppings Lane. Petugas patroli kepolisian telah memberi isyarat kalau rombongan dari Liverpool sudah masuk ke Sheffield.
Di waktu yang sama, petugas kepolisian di Leppings Lane sudah kesulitan untuk mengecek barang bawaan para penggemar. Mereka kalah jumlah, bahkan sulit untuk bergerak di antara lautan manusia.
Petugas di ruang kontrol meminta agar pertandingan yang sejatinya dihelat pukul tiga sore ditunda, karena mayoritas suporter Liverpool masih di luar stadion. Namun, tidak ada kebijakan yang memperkenankan penundaan tersebut kecuali terkendala kabut ataupun kemacetan parah.
Krisis di Tribun Barat
Tribun barat Stadion Hillsborough memiliki dua tingkat. Tingkat pertama adalah tribun berdiri yang dipisahkan oleh pembatas dan terbagi menjadi tujuh sektor yang dihitung dari ujung selatan. Sektor 3 dan 4 menjadi favorit suporter karena letaknya tepat berada di belakang gawang.
Untuk menuju sektor 1,2,6, dan 7, suporter tetap masuk lewat lorong menuju sektor 3 dan 4. Ini yang membuat terjadinya penumpukan di sektor tersebut, antara suporter yang ingin menuju sektor lain, dan suporter yang ingin menetap.
Saat suporter mulai masuk dan berdesakan, sejumlah besar lainnya mulai bergegas masuk karena pertandingan akan segera dimulai. Jumlah yang besar ini tidak sesuai dengan lebar pintu masuk dan ruang yang tersedia. Akibatnya, terjadi saling dorong yang membuat sejumlah suporter perempuan dan anak-anak pingsan.
![]() |
Permintaan agar pertandingan ditunda pun kembali ditolak. Padahal, hal ini dianggap bisa memecahkan konsentrasi massa yang memang tergesa-gesa untuk masuk ke tribun agar tidak ketinggalan pertandingan dan kehabisan tempat.
Untuk mengurangi tekanan akibat berdesakan dan memperkecil risiko jatuhnya korban, pintu keluar pun dibuka oleh polisi. Sialnya, hal ini dimanfaatkan oleh suporter tak bertiket untuk turut masuk secara bebas ke area tribun. Hal ini jelas membuat kondisi sektor 3 dan 4 kian padat oleh suporter yang berjejalan masuk.
Saat Tragedi Itu Terjadi
Pukul 14.54, jumlah suporter di tribun barat kian masif. Banyak dari mereka yang merasa tidak nyaman dan kesulitan bernafas. Terdengar teriakan minta tolong agar pintu dari pagar menuju lapangan dibuka. Namun, petugas kepolisian yang berjaga tepat di depan tribun barat tidak bereaksi.
Karena tekanan yang begitu besar, pintu 3 jebol. Namun, petugas kepolisian dengan cepat menutupnya kembali. Tak berselang lama, pintu 3 kembali jebol, dan petugas kepolisian berusaha mendorong masuk suporter yang terjebak di dalam.
Para penggemar pun mulai pindah dari sektor 3 dan 4 ke sektor sebelahnya dengan memanjat pagar. Beberapa lainnya berusaha memasuki lapangan. Namun, hal tersebut sulit dilakukan dengan cepat karena pagar memiliki ujung runcing ke dalam yang memang dirancang untuk membuat suporter tetap di dalam.
![]() |
Kekacauan di sektor 3 dan 4 tidak mendapatkan perhatian nyata dari ruang kontrol. Padahal posisi ruang kontrol berada di sudut antara tribun barat dengan tribun selatan. Pihak kepolisian malah menyiagakan petugas cadangan menuju tribun barat. Mereka diinstruksikan untuk berjaga akan kemungkinan pitch invasion.
Komandan Lapangan, Roger Greenwood, naik ke atas pagar pembatas dan meminta suporter untuk tidak terus mendorong ke depan. Namun, hal tersebut mustahil dilakukan karena arus suporter yang masuk begitu masif. Lewat komunikasi radio, ia meminta agar pertandingan dihentikan. Sebagai inisiatif ia berlari masuk ke dalam lapangan dan meminta langsung kepada wasit.
Evakuasi yang Lambat
Pukul 15.12, Kepala Divisi Lalu lintas, John Arthur Nesbit, mengambil alih evakuasi di tribun barat. Ia bersama petugas kepolisian dan suporter bersama-sama merobohkan pagar agar suporter yang ada di dalam bisa cepat keluar.
Setelah pertandingan dihentikan, para penggemar mulai saling menolong satu sama lain. Mereka bahkan menggunakan papan iklan untuk mengangkut suporter yang sudah tak berdaya. Evakuasi pun terbilang lambat. Ambulans pertama yang masuk stadion justru bukan milik kepolisian, tapi milik RS St. John. Bahkan, hingga pukul 15.30, tidak ada permintaan untuk kehadiran dokter di stadion.
![]() |
Sejumlah suporter yang tewas sudah ditemukan dengan kondisi yang mengenaskan. Badan mereka membiru dengan mulut dan mata terbuka lebar. Hal ini banyak terlihat di pintu 3. Mereka yang selamat melangkah gontai menuju lapangan. Beberapa dari mereka langsung merebahkan tubuhnya. Tidak sedikit yang terguncang dan tidak tahu harus ke mana. Banyak dari mereka yang menanti rekan, kolega, anak, adik, saudara, ayah, yang masih terjebak dalam kerumunan dan berharap tidak ada kabar buruk setelahnya.
***
Sehari berselang, penggemar Liverpool kembali dibuat kecewa oleh pemberitaan media. Banyak yang menganggap kejadian tersebut karena suporter Liverpool yang berusaha menjebol pintu masuk. Padahal, ada sejumlah hal, seperti kelalaian kepolisian, sampai desain stadion yang membuat korban begitu banyak berjatuhan.
Inilah yang kemudian menjadi sebuah "pertarungan panjang": pihak Liverpool, terutama ditopang oleh kegigihan keluarga korban, terus mencari dan menuntut keadilan. Berbulan-bulan dan bertahun-tahun mereka terus menyuarakan agar kebenaran dalam peristiwa itu dibuka dengan seterang-terangnya.
![]() |
Pelan tapi pasti perjuangan itu menuai hasil. Kebenaran kecil demi kebenaran kecil, terkait fakta-fakta yang sebelumnya dikaburkan, mulai dibuka dan semakin terbuka. Perjuangan mereka, dalam aspek yang lain, juga "menghajar" kesadaran otoritas di Inggris untuk memperbaiki dirinya: standar stadion-stadion kemudian berubah, semakin bagus dan kian aman.
Sebab, menuntut keadilan melalui jalan perjuangan bukan untuk menghidupkan lagi para korban. Yang telah tewas tak akan bisa dihidupkan lagi. Melainkan untuk memastikan keadilan bisa muncul, agar korban tak disalahkan dan mereka yang bertanggungjawab malah bisa melenggangkangkung. Dan, ini yang terpenting: agar tak terjadi insiden dan tragedi serupa di warsa-warsa mendatang.
(bersambung)
====
*penulis juga biasa menulis untuk situs @panditfootball, beredar di dunia maya dengan akun @aditz92.
(roz/din)