Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Pandit

    Tragedi Hillsborough (Bagian 2)

    Tumpukan Persoalan yang Berujung Tragedi

    Frasetya Vady Aditya - detikSport
    Foto: Getty Images Foto: Getty Images
    Jakarta - [Baca Bagian 1: Hillsborough 1989 Tak Lagi Sama Seperti 1988]

    Departemen Kehakiman Inggris merilis dokumen penyelidikan yang dilakukan Peter Murray Taylor setebal 88 halaman. Ia menyimpulkan berbagai penyimpangan mulai dari koordinasi pihak kepolisian, penanggulangan bencana, sampai desain stadion itu sendiri.

    Sejatinya, Tragedi Hillsborough mungkin saja terjadi lebih cepat pada 1981. Kala itu, dalam pertandingan semifinal Piala FA antara Tottenham Hotspur menghadapi Wolverhampton Wanderers, terjadi kekacauan karena jumlah penonton melebihi kapasitas tribun. Kejadiannya hampir mirip dengan yang dialami suporter Liverpool di mana banyak suporter yang tertahan di Leppings Lane saat pertandingan sudah dimulai.

    Pada 1981 itu pula, suporter Spurs meminta agar pintu pagar menuju lapangan dibuka. Namun, sempat tidak ada reaksi secara langsung dari pihak kepolisian. Untungnya, inspektur kepolisian di lapangan memerintahkan agar pintu tersebut diibuka yang mengurangi jumlah korban sehingga tidak bertambah banyak.

    Penyelidikan dilakukan dan menunjukkan kalau tribun berdiri berkapasitas 10.100 tersebut kelebihan jumlah sampai 400 suporter. Namun, kejadian lebih buruk bisa diminimalisasi karena polisi menutup pintu masuk saat kejadian tersebut berlangsung sehingga korban yang lebih besar bisa diminimalisasi. Atas kejadian tersebut, polisi menanggap kalau kapasitas 10.100 untuk tribun berdiri di tribun barat Stadion Hillsborough terlalu banyak.

    Pagar, Alkohol, dan Tribun Berdiri

    Tribun berdiri menjadi kambing hitam dari Tragedi Hillsborough. Sebelum 1989, masih banyak stadion di Inggris yang masih memiliki tribun berdiri. Kehadiran tribun berdiri memungkinkan jumlah penggemar dimaksimalkan dalam ruang yang terbatas.

    Namun, tidak ada patokan khusus yang bisa menyebut secara rinci berapa sebenarnya kapasitas penonton di tribun berdiri. Setiap stadion di Inggris memang mesti mendaftarkan diri untuk diuji kelayakan keamanannya sehingga mendapatkan "Sertifikat Keamanan". Pada 1981, polisi sudah jelas merasa kalau tribun berdiri di Stadion Hillsborough, kapasitasnya terlalu banyak ketimbang kondisi aslinya.

    Kelemahan lain dari tribun berdiri adalah kondisi penggemar yang mesti dalam keadaan sehat. Berdiri selama 90 menit bisa jadi melelahkan apalagi ditambah dengan meminum minuman beralkohol sebelum pertandingan. Kondisi bisa bertambah buruk saat suporter berada dalam pengaruh alkohol karena mereka mungkin saja tak bisa berpikir dengan jernih.


    Hal lain yang disoroti dari Stadion Hillsborough adalah adanya pembagian sektor dalam tribun yang sama dengan menggunakan pagar berujung runcing. Hal ini memang membuat suporter tidak bisa ke mana-mana. Namun, justru di situlah letak mematikannya. Saat ada insiden di dalam sektor, evakuasi akan lebih lambat dilakukan karena keterbatasan yang ada.

    Pagar di Stadion Hillsborough awalnya berfungsi untuk memisahkan suporter tuan rumah dan suporter tim tandang. Sektor 5 tribun barat Hillsborough misalnya, didesain sebagai pembatas agar suporter kandang dan tandang tidak langsung berhadap-hadapan. Mereka terpisah oleh satu sektor dengan lebar sekitar dua meter yang biasanya diisi petugas keamanan untuk antisipasi bentrok.

    Pengawasan di Stadion

    Ruang kontrol utama Stadion Hillsborough tepat berada di ujung tribun barat yang berbatasan dengan tribun selatan. Normalnya, kejadian Hillsborough bisa dihindarkan karena pengawas di ruang kontrol utama melihat segalanya secara langsung dari ruang tersebut.

    Berdasarkan Kepolisian Inggris, pengawasan di tribun amatlah penting. Saat tribun sudah penuh, hal yang harus dilakukan pihak berwenang adalah menutup pintu masuk dan menggiring suporter yang masih ada di luar untuk pindah ke tribun lain. Namun, hal tersebut tidak semudah teori karena ada tiga hal yang mesti dipertimbangkan: siapa yang akan menggring suporter? Kapan area disebut "penuh"? Ketakutan akan aksi hooliganisme.

    Secara prinsip, pengawas di stadion adalah penyelenggara pertandingan lewat stewards. Namun, dalam kasus Tragedi Hillsborough, polisi mengambil tanggung jawab untuk itu.

    Di Semifinal Piala FA 1981 yang naas itu, terdapat pendekatan berbeda yang dilakukan pihak kepolisan. Mereka tidak mengarahkan suporter sesuai dengan sektor yang seharusnya. Mereka membiarkan suporter bebas masuk dari pintu mana saja di tribun berdiri, dan berdiri di sektor mana saja.

    Umumnya stadion di Inggris memiliki banyak pintu pemeriksaan meski hanya untuk satu tribun. Setiap nomor kursi atau sektor, harus masuk ke pintu tertentu. Hal ini selain memudahkan pengawasan, juga memastikan agar suporter berada pada tempat yang semestinya dan tidak menyebabkan kelebihan kapasitas di satu sektor atau tribun.


    Karena insiden pada 1981 tersebut, FA sempat tidak memilih Hillsborough untuk lokasi semifinal sampai 1987. Namun, pemilihan kembali Stadion Hillsborough pada semifinal 1988 dan 1989, tidak diiringi dengan peningkatan pengendalian di dalam tribun. Padahal, suporter di tribun sejak insiden 1981 sudah merasa tidak nyaman dengan kondisi tribun yang sudah terlalu penuh.

    Kepemilikan Tiket

    Permintaan akan tiket semifinal Piala FA 1989 amatlah tinggi. Namun, hal ini tidak sejalan dengan alokasi tiket yang didapatkan oleh Liverpool. Akibatnya banyak suporter yang datang tanpa tiket.

    Usai kejadian Hillsborough tidak sedikit media yang menyalahkan suporter Liverpool karena dianggap menjebol pintu masuk.  Belum lagi ada kabar burung soal konspirasi yang dibuat oleh suporter yang tidak memiliki tiket untuk membuat kerusuhan agar bisa masuk.

    Namun, hal ini secara tegas ditolak dalam laporan Peter Taylor. Menurutnya, hal tersebut kalaupun terjadi, mestinya bisa diantisipasi oleh pihak kepolisian. Sayangnya, kepolisian tidak melakukan apa yang mereka lakukan seperti pada semifinal 1988.

    Pada 1988, polisi di Leppings Lane menyisir setiap suporter untuk mengecek tiket. Mereka yang tidak memiliki tiket dijauhkan dari area stadion. Sementara itu, suporter yang sudah memiliki tiket diarahkan untuk masuk sesuai dengan pintu masuk yang semestinya.

    Pada 1988, tidak ada banyak massa yang berkumpul di depan pintu masuk ketimbang setahun setelahnya. Kejadian pada 1989 menjadi buruk karena pintu masuk justru dibuka untuk mengurangi arus padat di luar stadion. Ini yang pada akhirnya membuat suporter yang tidak memiliki tiket bisa masuk ke area stadion.

    ***


    Apa yang terjadi pada Tragedi Hillsborough pada 1989 sejatinya tidak perlu terjadi andai ada evaluasi secara menyeluruh dari kejadian-kejadian sebelumnya. Pihak penyelenggara tidak memandang insiden pada 1981 sebagai contoh. Beruntung insiden tersebut tidak memakan banyak korban karena pintu masuk sudah ditutup.

    Selain itu, terdapat contoh paling jelas yakni setahun sebelumnya atau pada 1988. Selain itu, kesebelasan yang bertanding pun masih sama: Liverpool dan Nottingham, sehingga pelaksanaan di lapangan mestinya tidak ada kendala karena sudah ada contoh terdahulu.

    Sayangnya, kepolisian justru menerapkan instruksi yang berbeda dan justru itu yang mengakibatkan insiden di Hillsborough pada 1989 menjadi sebuah tragedi yang mengerikan.

    (bersambung)

    ====

    *penulis juga biasa menulis untuk situs @panditfootball, beredar di dunia maya dengan akun @aditz92.



    (roz/roz)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game