Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Pandit

    Mempertanyakan Kontribusi Langsung Suporter kepada (Finansial) Kesebelasan

    Dex Glenniza - detikSport
    Foto: Shaun Botterill/Getty Images Foto: Shaun Botterill/Getty Images
    Jakarta - Jika Anda adalah seorang suporter kesebelasan sepakbola (pasti iya, lah, ya), pernahkah Anda berpikir: sebenarnya apa, sih, kontribusi saya kepada kesebelasan kesayangan saya?

    Ini bukan pertanyaan jebakan. Kita semua tahu suporter – bukan pemain, pelatih, atau pemilik kesebelasan – adalah nyawa utama kesebelasan sepakbola. Tanpa suporter, maka tidak akan ada kesebelasan sepakbola.

    Seolah terbuai dengan pernyataan (yang bukan jawaban) di atas, kita selalu merasa jemawa karena telah menjadi suporter kesebelasan sepakbola.

    "Go ahead. Leave your life. Change your wife, change your politics, change your religion. But never, never can you change your favorite football team." ―Anonymous

    Dalam sebuah kolom editorial di majalah FourFourTwo lawas (kalau saya tidak salah, sekitar pertengahan tahun 2010), Simon Kuper pernah berujar bahwa kesebelasan-kesebelasan sepakbola sebenarnya seperti mayat hidup (zombie).

    "Apa pun yang Anda lakukan, Anda tak akan pernah bisa membunuh mereka (suporter). Jangan biarkan mereka menentukan siapa yang musti diturunkan dan jangan jatuh cinta kepada mereka," tulis Kuper.

    Kesebelasan sepakbola memang tidak bisa mati. Sejujurnya memang mungkin kita tidak akan menemukan sebuah kekuatan tentang kesetiaan (yang kebanyakan adalah omong kosong) yang lebih besar dari pada kesetiaan seorang suporter pada kesebelasan sepakbola idolanya.

    Masalah keuangan? Apakah itu akan mengganggu stabilitas sebuah kesebelasan sepakbola? Mungkin jawabannya iya, tapi tidak dengan eksistensinya. Suporter adalah mereka yang akan tinggal dengan kesebelasan bagaimanapun nasib kesebelasan tersebut.

    Namun, perlu juga sikap yang proaktif dari para suporter untuk melindungi masa depan dari kesebelasan sepakbola mereka.

    [Harry Hubbard/Getty Images]

    Kasus Portsmouth, AFC Wimbledon, SV Austria Salzburg, sampai Persebaya Surabaya adalah beberapa contoh dari kesebelasan yang eksistensinya terancam. Alih-alih mati, kesebelasan sampai rela memotong gaji, terdegradasi, berkompetisi di level yang lebih rendah, bahkan membuat "kesebelasan baru" melalui suporter mereka. Bahkan belum lama ini, seorang bocah 12 tahun rela berangkat ke Jakarta dari Blitar hanya untuk memastikan tim kesayangannya, Persebaya Surabaya, bisa kembali 'hidup'.

    [Baca juga: Sendirian, Bonek 12 Tahun Ini Nekat ke Jakarta Bermodal Rp 50 Ribu]

    Namun kembali, setelah semua kata-kata "romantis" di atas, saya akan kembali bertanya, kali ini lebih spesifik: Apa kontribusi langsung suporter kepada finansial kesebelasan mereka?

    Tiga Pilar Pemasukan Kesebelasan Sepakbola

    Dalam pemasukan setiap kesebelasan sepakbola, kita bisa melihat ada tiga kategori utama, yaitu pemasukan dari pertandingan (matchday), penyiaran (broadcast), dan komersial (commercial).
    • Matchday: Uang yang didapatkan dari penjualan tiket pertandingan, makanan/minuman, merchandise, dll yang berkaitan dengan kesebelasan sepakbola. Kategori ini adalah inti utama pemasukan kesebelasan yang berasal dari suporter mereka.
    • Broadcast: Uang yang didapatkan dari kesepakatan hak siar. Semakin sering kesebelasan ditayangkan di televisi, akan semakin banyak uang yang didapatkan. (Baca juga: Hak Siar, Durian Runtuh Premier League)
    • Commercial: Uang yang didapatkan dari iklan dan kesepakatan sponsor dengan pihak lain untuk mempromosikan produk mereka melalui logo, simbol, spanduk, dan bentuk promosi lainnya. (Baca juga: Mengubah Citra Klub Sepakbola Lewat Sponsor)
    Menurut rekap Deloitte tahun 2016, pemasukan kesebelasan yang berasal dari matchday berkontribusi pada 25% dari seluruh pemasukan kesebelasan.

    Real Madrid misalnya, kesebelasan asal Spanyol yang menduduki peringkat pertama Deloitte Football Money League, memiliki pendapatan dari matchday sebesar 129,8 juta euro dari total pendapatan mereka yang mencapai 577 juta euro.

    Sepuluh kesebelasan teratas dari masing-masing ketiga kategori pemasukan kesebelasan[sumber: Deloitte Football Money League Report 2016]

    Pemasukan dari matchday inilah yang merupakan kontribusi langsung suporter kepada finansial kesebelasan mereka.

    Apakah suporter membeli tiket asli saat pertandingan? Berapa kapasitas stadion kesebelasan yang terisi (dengan tiket asli yang terbeli tentunya)? Apakah suporter membeli produk merchandise resmi kesebelasan mereka? Ketiga pertanyaan tersebut adalah pertanyaan pamungkas untuk menilai apakah suporter sudah berkontribusi langsung kepada finansial kesebelasan mereka.

    Kasus Umum Suporter Sepakbola di Indonesia

    Sekarang kita jangan lihat jauh-jauh ke Eropa. Mari kita lihat di Indonesia saja. Sebut saja Dadang (tokoh fiktif, jika ada yang merasa, jangan ke-ge-er-an, deh, hehehe), ia adalah suporter Persib Bandung.

    Ia sangat bangga menjadi bobotoh yang tidak pernah melewatkan satupun pertandingan kandang Persib, baik di Stadion Si Jalak Harupat (Soreang), Gelora Bandung Lautan Api (Gedebage), maupun Siliwangi (Sumur Bandung).


    Dadang memiliki seluruh baju Persib, tidak ketinggalan juga syal, topi, jaket, dan lain sebagainya. Di kamarnya juga terpampang bermacam-macam poster dan hiasan yang berkaitan dengan Persib. Dadang adalah representasi yang lengkap dari seorang bobotoh. Tidak dimungkiri lagi.

    Namun, jika kita telusuri lebih detil, ternyata Persib tidak pernah mendapatkan keuntungan finansial secara nyata dari Dadang dan juga Dadang-Dadang lainnya (yang jumlahnya bisa mencapai 5 juta "Dadang". Dadang hampir selalu masuk stadion tanpa tiket, kalaupun sekalinya membeli tiket, tiketnya ternyata tiket palsu, seluruh merchandise yang ia beli adalah produk bajakan. Dadang, oh, Dadang...

    Bayangkan tokoh Dadang ini ada juga di Mitra Kukar, Persija Jakarta, PSM Makassar, Sriwijaya FC, dan lain sebagainya. Jadi, dari mana kesebelasan sepakbola Indonesia mendapatkan pemasukan langsung mereka dari suporter?

    Jawabannya, hampir pasti (tapi tidak sepenuhnya) tidak ada. Ini memang sebuah ironi. Namun, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Dadang.

    Daya Beli yang Rendah dan Harga Jual yang Tinggi

    Sebuah penelitian manajemen dan pemasaran olahraga yang dilakukan oleh Abimanyu Bimantoro dari program studi sains olahraga di Institut Teknologi Bandung (ITB) menunjukkan bahwa sebanyak 54,8% suporter Arema Cronus, Mitra Kutai Kartanegara, Persib Bandung, PSS Sleman, dan Semen Padang memiliki rata-rata penghasilan di bawah Rp 2.000.000 per bulan.

    Angka ini bukan angka yang terlalu rendah untuk menghidupi kebutuhan primer seseorang selama satu bulan lamanya. Namun ketika kita membicarakan kebutuhan sekunder atau tersier, termasuk sepakbola yang entah ada di kategori kebutuhan yang mana, angka dua juta rupiah per bulan adalah angka yang sangat rendah.

    Kembali, bagi Dadang misalnya, menghabiskan sekitar Rp 500.000 untuk membeli jersey asli Persib adalah usaha yang sulit ia lakukan, begitu juga dengan Rp 100.000 untuk tiket, dan lain-lain.

    Itulah kenapa Dadang lebih memilih produk bajakan di pinggir jalan yang bisa ia beli dengan harga sepersepuluh dari harga produk orisinil. Ia juga kerap berjudi untuk datang ke stadion, bermodalkan untung-untungan jika ia bisa masuk dengan gratis, masuk saat pertandingan akan berakhir juga bukan masalah baginya.

    Bagi kebanyakan suporter di Indonesia, sialnya juga termasuk saya sendiri, eksistensi dan aktualisasi diri adalah inti menjadi suporter sepakbola. Masa bodoh dengan kontribusi mereka terhadap finansial kesebelasan.

    Lalu dari mana kesebelasan Indonesia mendapatkan uang mereka jika mereka tidak bisa mengandalkan suporter? Masih ada uang dari penyiaran pertandingan di televisi dan juga sponsor yang sangat berjubel (lihat saja seragam kesebelasan Indonesia yang umumnya "ramai dan penuh sesak").

    Pihak kesebelasan juga harus sadar dan tidak bisa selalu membebankan harga yang terlalu mahal bagi suporter. Padahal daya beli suporter di Indonesia bisa dibilang sangat rendah untuk dinilai "berkontribusi kepada finansial".

    Suporter membutuhkan alternatif. Kesebelasan tidak bisa tutup mata jika mereka benar-benar ingin jika suporter mereka berkontribusi kepada finansial kesebelasan mereka sendiri.

    Tapi ini juga tidak bisa membenarkan jika suporter boleh bebas masuk stadion tanpa tiket, apalagi sampai memproduksi merchandise bajakan mereka sendiri untuk dijual seenaknya. Jadi bagi kita semua, suporter sepakbola: mulai-lah untuk membiasakan yang benar (walaupun berat) alih-alih membenarkan kebiasaan.

    Kontribusi Tidak Langsung Suporter Sepakbola di Indonesia

    Sukses ataupun gagal, menang atau kalah, juara atau terdegradasi, suporter adalah mereka yang tetap setia kepada kesebelasan mereka. Ini adalah daya tarik bagi pebisnis untuk selalu menanamkan modal mereka di sebuah kesebelasan.

    Tanpa suporter, kesebelasan bukanlah kesebelasan lagi. Sebuah perusahaan tidak bisa seenaknya, misalnya, membeli Persija Jakarta untuk memindahkan markas mereka ke Kota Pontianak. Suporter mereka pasti akan terganggu. Alih-alih pindah ke Pontianak, mereka akan membangun kesebelasan baru lagi atau menunggu kesebelasan kesayangan mereka yang sebenarnya tetap bermarkas di Jakarta.


    Hal ini terjadi dengan Persebaya Surabaya saat ini, juga terjadi berkali-kali jika kita mau melihat sejarah sepakbola dunia.

    Tanpa suporter, tidak akan ada pemasukan hak siar dan juga komersial. Suporter memegang peranan kontribusi tidak langsung kepada pemasukan kesebelasan.

    Memang kesebelasan sepakbola bertahan karena beberapa pelanggan mereka yang berlabel "suporter" tetap setia seberapa buruk pun produk yang dihasilkan. Jika Anda adalah seorang suporter kesebelasan sepakbola, apa pun kesebelasan yang Anda dukung, berbahagialah dan berbanggalah, karena Anda-lah bentuk kesetiaan yang paling sejati dari semua omong kosong di muka bumi ini.

    Namun kembali, alangkah baiknya jika kesetiaan dan dukungan kita tersebut bisa kita presentasikan juga kepada kontribusi langsung kita untuk finansial kesebelasan yang kita dukung. Karena dengan itulah kesebelasan kita bisa terus hidup.



    ====

    * Akun twitter penulis: @dexglenniza dari @panditfootball


    (krs/mfi)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game