Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Pandit

    Semua Orang Suka Juergen Klopp

    Ardy Nurhadi Shufi - detikSport
    Manajer Liverpool Juergen Klopp (Foto: Clive Brunskill/Getty Images) Manajer Liverpool Juergen Klopp (Foto: Clive Brunskill/Getty Images)
    Jakarta - Orang baik belum tentu disukai banyak orang. Tak mudah juga menjadi manusia baik karena tak semua kebaikan yang kita lakukan akan selalu dianggap baik juga oleh orang lain. Tapi lain hal jika kita berbicara manusia yang dicintai. Rasanya, banyak contoh orang yang dengan mudahnya dicintai.

    Dicintai di sini lebih dari sekadar hubungan antara dua insan. Dicintai di sini memiliki arti tidak dibenci oleh banyak orang, cenderung disukai banyak orang. Dan jika kita ingin menjadi orang yang dicintai seperti itu, ada satu sosok di sepakbola yang bisa kita teladani; Juergen Klopp.

    Pendukung kesebelasan mana pun hampir pasti tak akan masalah jika kesebelasan yang ia sayangi ditukangi oleh Klopp. Juru taktik asal Jerman ini punya segala atribut untuk dicintai setiap orang. Banyak alasan yang membuat mantan pelatih Dortmund ini disukai semua orang. Semua orang suka Juergen Klopp.

    ***

    Carlo Ancelotti dikenal sebagai pelatih yang kalem. Sir Alex Ferguson bisa kalem, tapi tidak lebih kalem dari Ancelotti. Louis van Gaal, sementara itu, lebih banyak duduk di bench pemain. Jose Mourinho bisa sangat ekspresif, bisa juga tak terlalu reaktif bahkan ketika kesebelasan yang ia tukangi mencetak gol.

    Juergen Klopp berbeda. Di lapangan, Klopp dikenal sebagai pelatih yang sangat ekspresif. Marah, senang, sedih, kecewa, tersenyum, hingga tertawa, tak ragu ia tumpahkan di lapangan. Antonio Conte juga mungkin seperti ini, tapi pelatih asal Italia itu sangat serius ketika timnya bertanding. Sedangkan Klopp, bisa tertawa terbahak-bahak di pinggir lapangan seperti ketika ia menertawakan tendangan Lucas Leiva di laga Liverpool menghadapi Everton pada tahun 2016 lalu.

    Klopp mencairkan sepakbola yang serius. Di konferensi pers, tak segan ia membuat para pewarta tertawa sekencang-kencangnya lewat lelucon yang ia lemparkan. Salah satu contohnya pada konferensi pers usai laga Liverpool yang susah payah mengalahkan Watford lewat gol yang dicetak pada menit ke-97.

    "Saya berkata kepada pemain setelah pertandingan, jika mereka sedang berusaha mencoba membunuh saya, maka usaha mereka itu cukup berhasil! Saya merasakan sesuatu yang tak biasa di sini," ujar Klopp sambil memegang dadanya disambut tawa para jurnalis.

    Atau pada kesempatan lain, ketika ia tak ragu mengakui salah satu rahasia terbesarnya: transplantasi rambut. Alih-alih mengalihkan pembicaraan (seperti yang dilakukan Donald Trump) apalagi marah ketika ditanyai mengenai rambut palsu yang ada di kepalanya, Klopp menjawab rasa penasaran semua orang dengan candaan. "Ya, saya melakukan transplantasi rambut. Saya pikir hasilnya keren. Betul, kan?"

    Tak perlu disangsikan lagi, Klopp memang sosok yang humoris. Ketika bekerja di ruang lingkup sepakbola, yang sangat menuntut keseriusan, Klopp lebih senang membagi kebahagiaan pada orang-orang di sekitarnya. Pelatih kelahiran 16 Juni 1967 itu menjalani hari-harinya sebagai manajer Liverpool, atau pelatih Dortmund sebelumnya, seperti biasa ia menjalani hari-harinya sebagai manusia.

    Apa yang dicerminkan Klopp menunjukkan bahwa ia pria bersahaja meski ia seorang sosok besar di sepakbola. Lebih jauh, ia seorang family man, seorang ayah yang begitu menyayangi keluarganya. Di tengah kesibukannya sebagai manajer klub papan atas Eropa, ia selalu memberikan waktu yang cukup untuk keluarganya.




    Pada suatu ketika, saat pelatih yang akrab disapa Kloppo ini masih di Dortmund, secara mendadak ia diminta oleh General Manager Dortmund, Michael Zorc, untuk mengadakan rapat dengan manajemen untuk membahas tentang Mario Goetze yang baru saja dijual ke Bayern Munich. Namun permintaan tersebut ditolak Klopp karena ia sudah memiliki janji dengan sang istri, Ulla Sandrock.

    "Michael [Zorc] meminta saya untuk berbicara padanya, tapi saya bilang, 'Tidak. Tidak saya harus segera pergi'. Sore itu saya sudah punya janji dengan istri saya untuk menghadiri undangan dari seorang aktor Jerman, yang juga teman baik saya, Wotan Milke Woehring, untuk menyaksikan filmnya yang saat itu tayang perdana," ujar Klopp seperti yang dikutip Guardian.

    Sepakbola bisa jadi merupakan passion terbesar dalam diri seorang seperti Klopp, seperti ketika loncat kegirangan merayakan sebuah gol seperti hal itu baru pertama kali terjadi dalam hidupnya. Meskipun begitu, ia memiliki filosofi hidup bahwa sepakbola tidak perlu selalu menjadi prioritas utama, yang membuatnya bisa memiliki waktu yang cukup untuk keluarga. Seperti yang ia katakan ketika ia harus rela kehilangan Mario Goetze yang merupakan salah satu pemain terbaik Dortmund.

    "Saya mendapatkan lebih dari yang saya harapkan dalam hidup saya; keluarga, uang dan sepakbola. Tidak ada seorang pun dari guru-guru saya atau orang tua saya, bahwa hal ini [kesuksesan] bisa terjadi pada saya. Jadi bagaimana bisa kehidupan yang sempurna ini terganggu oleh mereka [Bayern] yang mengambil para pemain saya [Goetze]?," tutur Klopp pada 2013.

    "Itulah hidup. Ini bukan situasi yang mudah tapi saya bisa menghadapinya. Saya orang biasa, tapi bukan hal yang terlalu sulit juga untuk mendapatkan momen untuk menjadi teman mereka [pemain], atau bahkan guru," tambahnya.

    Klopp memang menerapkan sisi kemanusiaan dalam sepakbola yang ia geluti. Pendekatan Klopp pada pemain tidak sebatas profesionalisme antara pelatih dan pemain. Hampir tak ada cerita negatif tentang hubungan Klopp dengan pemainnya. Bahkan lebih dari itu, banyak pemain yang ingin dilatih oleh Klopp karena sifatnya yang bersahaja.

    "Bekerja untuknya sangat luar biasa," ujar penyerang Liverpool, Roberto Firmino. "Ia memotivasi kami dengan cara berbeda setiap hari, setiap latihan, ia memberikan hal-hal baru. Terpenting ia membantu kami memunculkan motivasi dalam diri kami."

    Tak sedikit pemain yang mencapai talenta maksimalnya sebagai pemain setelah dilatih oleh Klopp. Bahkan dengan kemampuan taktik mantan pemain Mainz ini ia bisa membuat Dortmund, selain meraih prestasi, terselamatkan dari jurang kebangkrutan dan kembali menjadi kesebelasan sukses di Jerman.

    Pada 2005, Dortmund di ambang kebangkrutan karena strategi transfer yang buruk. Pembelian pada periode awal 2000 seperti Marcio Amoroso (25 juta euro), Evanilson (12 juta euro) Jan Koller (10 juta euro), Torsten Frings (8 juta euro), tak berbanding lurus dengan prestasi. Jutaan euro tersebut dikeluarkan agar Dortmund bisa kembali juara Liga Champions seperti pada 1997 saat mengalahkan Juventus.

    Namun yang terjadi, setelah ke final Piala UEFA (sekarang Liga Europa) pada 2002, dua kali Dortmund langsung tersingkir dari fase grup. Di Liga Europa pada musim 2003/2004 pun Die Borussen tersingkir di babak ketiga oleh Club Brugge, yang membuat tahun 2005 mereka hanya sedikit mendapatkan pemasukan. Selain itu para pemain pun kurang menarik peminat kesebelasan lain.

    Klopp sendiri datang pada 2008. Di tangannya, para pemain murah seperti Neven Subotic (dibeli 4,5 juta euro), Mats Hummels (4,5 juta euro), Sven Bender (1,5 juta euro), Robert Lewandowski (4,75 juta euro), Lukasz Piszczek (gratis), Shinji Kagawa (gratis), serta Ilkay Guendogan (5,5 juta euro), menjadi tulang punggung tim dan sebagian dijual dengan harga mahal. Belum lagi para pemain akademi seperti Nuri Sahin, Mario Goetze, dan Marcel Schmelzer yang menjadi bagian dari fondasi kesuksesan Dortmund.

    Dengan talenta-talenta di atas yang dipoles Klopp, Dortmund yang sempat tak berlaga dua musim di kompetisi Eropa, berhasil melangkah ke final Liga Champions pada 2012/2013, walau harus takluk di final oleh Bayern Munich. Dalam empat musim terakhirnya di Dortmund pun ia mampu menggoyang kedigdayaan Bayern di Bundsliga dengan meraih dua trofi juara.

    Para pemain Dortmund juga laris berkat tangan dingin Klopp. Selain Goetze yang hijrah ke Bayern dengan nilai transfer 37 juta euro, Shinji Kagawa dibeli Manchester United seharga 16 juta euro, Nuri Sahin pindah ke Real Madrid dengan banderol 10 juta euro, Hummels dibeli Bayern seharga 35 juta euro, Guendogan pun laku dijual dengan biaya 27 juta euro.

    Tak heran Dortmund kemudian menjadi kesebelasan kaya, seperti ketika mampu membeli Marco Reus (17,5 juta euro), Henrikh Mkhitaryan (27,5 juta euro), atau total belanja pemain sebesar 65 juta euro pada musim 2014/2015 yang menjadi rekor belanja Dortmund. Padahal perlu diingat, 10 tahun sebelumnya mereka terancam bangkrut.

    Selain dari keberhasilan manajemen Dortmund menggaet sponsor, salah satunya sponsor Signal Iduna yang menjadi nama stadion Dortmund, sehatnya keuangan Dortmund itu memang tak lepas dari kehebatan Klopp dalam meracik strategi dan memaksimalkan potensi para pemainnya sehingga laku dijual mahal.

    Kontribusi besar Klopp dalam tujuh tahun menangani Dortmund juga terlihat saat ia memutuskan untuk hijrah ke Liverpool pada 2015 lalu. Ketika itu ia berhasil membuat Stadion Signal Iduna Park dibanjiri air mata yang disebabkan oleh kesedihan para pendukung Dortmund melepas pelatih terbaiknya. Di situ juga Klopp menitikkan air mata tanda beratnya menghadapi perpisahan.

    ***

    Bergabung dengan Liverpool, Kopites –sebutan untuk pendukung Liverpool, langsung mencintai sosok Klopp. Ambisi, semangat, kegigihan, dan auranya di lapangan sangat menular pada para Kopites di Stadion Anfield. Klopp pun tak ragu merayakan gol, merayakan kemenangan, dengan berjingkrak-jingkrak, berpelukan, bersama pemain maupun suporter. Bagi suporter, hal itu tentu terasa istimewa karena seolah menjadi pengakuan bahwa dukungan mereka sampai pada elemen setiap tim, tak terkecuali.

    Sebagai pelatih, prestasi tampaknya menjadi jaminan dari Klopp. Sebagai pelatih juga ia bisa merangkul para pemainnya sebagai teman, bahkan keluarga. Ketika ada pemain yang dijual, Klopp berhasil membuat satu timnya menangis. "Kami menangis selama 20 menit, dengan semua pemain saling merangkul, ketika ia [Kagawa] pergi," kenang Klopp.

    Sementara itu di tengah kesibukannya, ia juga seseorang yang mengutamakan keluarga. Sifat humorisnya pun, melengkapi kesahajaan seorang Klopp. Seorang dengan takaran sense of humor yang tidak berlebihan memang akan mudah diterima dan disukai banyak orang.
    Maka tak heran jika akan semakin banyak yang mencintai pelatih yang hari ini genap berusia 50 tahun ini. Karena tampaknya, hanya dirinya yang bisa tertawa, menangis, gembira, marah, kecewa, dan senang ketika berada di lapangan, turut merasakan apa yang dirasakan para suporter.

    Ya, hanya dia; Juergen Klopp.


    -----

    *penulis adalah editor di situs @panditfootball, beredar di dunia maya dengan akun @ardynshufi.



    (krs/din)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game