Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Pandit

    Alexi Lalas, Penampilan Nyentrik, dan Musik Rock

    Pandit Football Indonesia - detikSport
    Alexi Lalas di acara pengundian Copa America Centenario 2016. Foto: Elsa/Getty Images Alexi Lalas di acara pengundian Copa America Centenario 2016. Foto: Elsa/Getty Images
    Jakarta - Bicara soal sepakbola Amerika Serikat, kita mungkin lebih mengenal Clint Dempsey, Tim Howard, atau Landon Donovan yang merupakan salah satu pemain terbaik Amerika Serikat era 2000-an.

    Namun, jika kita mundur ke belakang, ada satu pemain lainnya yang terkenal. Namanya memang tak setenar ketiga yang sudah disebutkan, tapi dialah pelopor menjamurnya pesepakbola Amerika Serikat di dunia: Panayotis Alexander 'Alexi' Lalas.

    Pemain kelahiran 1 Juni 1970 ini mengawali kariernya di tim sepakbola kampusnya, Rutgers University pada 1988. Tiga tahun menimba ilmu bersama Rutgers, Lalas memutuskan meninggalkan kuliahnya untuk fokus bersama timnas AS.

    Namun, ia menyelesaikan pendidikannya pada 2013 dan lulus sebagai sarjana Bahasa Inggris dan Musik pada Mei 2014. Lalas berseloroh bahwa itu termasuk dalam "rencana 26 tahun" yang ia buat untuk menyelesaikan kuliahnya.

    Janggut yang Mencuri Perhatian di Piala Dunia 1994

    Lalas mengaku merasa beruntung masuk ke Universitas Rutgers karena di sana ia mendapat pendidikan sepakbola yang cukup mapan. Ia juga berkesempatan membela timnas lebih awal.

    Lalas memulai debutnya bersama timnas Amerika Serikat di laga persahabatan melawan Meksiko, 12 Maret 1991. Dia mencetak gol perdananya untuk timnas di laga persahabatan melawan Kolombia.

    Dia termasuk salah satu pemain berusia di atas 23 tahun untuk skuat sepakbola Olimpiade Amerika Serikat di Barcelona 1992. Pencapaian itu berperan besar melambungkan karier pria keturunan Yunani itu. Ia kemudian dipanggil memperkuat skuat utama AS untuk Piala Dunia 1994 yang digelar di negaranya sendiri.

    Berposisi sebagai bek tengah, Lalas selalu bermain penuh di tiga pertandingan fase grup Piala Dunia 1994. Pada prosesnya, AS hanya meraih satu kemenangan di fase grup yaitu saat melawan Kolombia yang dimenangkan 2-1. Lalas mendapat kartu kuning pada laga ini.

    Laga ini juga dikenang karena tragedi yang menimpa Andres Escobar, pemain Kolombia yang mencetak gol bunuh diri pada laga ini. Ia dibunuh oleh orang tak dikenal saat kembali ke negaranya.

    Alexi Lalas memperkuat timnas AS melawan Kolombia di Piala Dunia 1994.Alexi Lalas berduel melawan Faustino Aprilla (Kolombia) di Piala Dunia 1994.
    Foto: tephen Dunn/ALLSPORT
    Kiprah Amerika Serikat akhirnya hanya sampai babak 16 besar. Mereka ditaklukkan Brasil 0-1, yang akhirnya menjadi juara.

    Tampil penuh di empat pertandingan Amerika Serikat di Piala Dunia, Lalas mendapat honorable mention sebagai jajaran pemain All-Star untuk Piala Dunia 1994.

    Meski negaranya tak melaju jauh, ia lebih dikenal karena tampil nyentrik dengan janggut dan rambut tebalnya. Lalas pun masuk dalam jajaran pemain dengan penampilan terunik versi beberapa media sepakbola ternama.

    Performa apik Lalas di turnamen itu tak lepas dari jasa pelatih yang membesut mereka, Bora Milutinovic. Ia mengaku saat dipanggil untuk Piala Dunia, ia tak mempedulikan performanya bahkan posisinya.

    "Ketika saya bertemu dengannya [Milutinovic], saya hanya seorang berandal usia 22 tahun yang tidak peduli dengan apapun. Dia memberitahukan kami permainannya dan mengubah drastis posisi saya, jadi saya pikir ia seorang genius," ucap Lalas, dilansir FourFourTwo.

    "Saat Piala Dunia, untuk pertama kalinya saya merasakan dikenal dan dielu-elukkan jutaan pasang mata rakyat Amerika yang menonton. Sejujurnya, itu menyenangkan. Saya bisa saja mengacaukannya tapi saya juga tak terlalu menyesal [jika gagal]."

    Negeri Pizza dan Sukses di Kota Malaikat

    Sukses di Piala Dunia 1994 membuat Lalas diminati kesebelasan Italia, Padova. Di sana ia mencetak tiga gol; dua di antaranya ke gawang Inter dan AC Milan. Meski demikian, timnya sempat terdampar di dasar klasemen Serie A. Namun, mereka selamat dari degradasi karena menang pada laga play-off degradasi melawan Genoa. Lalas juga mencatatkan diri sebagai pemain Amerika pertama yang bermain di Serie A.

    Namun, menurut esai yang ditulis Colin Jose bertajuk "USA Soccer History", Lalas tercatat sebagai pemain kelahiran Amerika ketiga yang bermain di Serie A. Alfonso Negro dan Armando Frigo adalah dua pemain kelahiran Amerika pertama yang menjajal Serie A. Namun, itu terjadi pada era 1930-an lalu. Negro juga menjadi pemain kelahiran Amerika pertama yang bermain untuk timnas Italia.

    Saat MLS (Major League Soccer) mulai bergulir tahun 1996, Lalas bergabung bersama New England Revolution setelah sempat bermain lagi di Padova. Ia tampil 57 kali dan mencetak 3 gol bersama New England.

    Tahun 1998, ia sempat dipinjamkan ke kesebelasan Ekuador, Club Sport Emelec. Setahun kemudian, ia kembali ke Amerika untuk bergabung dengan Metro Stars. Kansas City Wizards menjadi tujuan berikutnya sebelum ia mengumumkan pensiun di akhir musim 1999.
    Namun, ia kembali dari pensiunnya dua tahun berselang dan bergabung Los Angeles Galaxy.

    Bermain selama tiga tahun, Lalas meraih beberapa trofi bersama kesebelasan ini. Ia memenangkan Piala MLS, Hunt US Open Cup, dan Liga Champions CONCACAF. Prestasinya bersama LA Galaxy membuatnya masuk Top XI MLS pada 2002. Ia kemudian pensiun total pada 2004.

    Usai pensiun, ia sempat menjadi manajer umum untuk beberapa kesebelasan MLS seperti San Jose Earthquakes, New York Red Bulls, dan Los Angeles Galaxy. Kini, ia berprofesi sebagai analis untuk FOX Sports dan bermain untuk kesebelasan amatir, Hollywood FC, yang berisikan mantan pemain AS dan beberapa selebriti Hollywood.

    Gemerlap Musik Rock

    Tak banyak yang tahu Lalas juga memiliki karier sebagai penyanyi. Ia sempat memiliki bandnya sendiri bernama The Gypsies. Bandnya bahkan pernah tampil sebagai pembuka untuk Hootie & The Blowfish; sebuah band rock alternatif Amerika, saat tur Eropa pada 1998.

    Ia menceritakan pengalamannya bermusik di sela-sela pekerjaannya sebagai atlet sepakbola; mulai dari dicibir masyarakat hingga kesuksesannya merilis beberapa album.

    Alexi Lalas, Penampilan Nyentrik, dan Musik <i>Rock</i>Foto: Mike Powell/ALLSPORT
    "The Gypsies adalah band yang saya dirikan saat saya kuliah, ketika saya mulai rekaman, saya masih menggunakan nama saya sendiri. Musik sebenarnya bukan hobi saya, tapi saya serius di bidang itu. Ketika saya sukses di sepakbola memberikan saya peluang di musik, saya tahu saya harus membuktikan tidak menekuni musik hanya karena aji mumpung."

    "Kenyataannnya, banyak orang masih memandang skeptis atlet yang merangkap pemusik, tapi saya tidak membiarkan itu menghentikan saya. Saya sudah merilis beberapa album selama saya bermusik."

    Lalas juga mengungkapkan ia akan terus bermusik meski kini sudah tak aktif lagi di sepakbola. Ia menambahkan musik rock menjadi acuan utamanya dalam bermusik. Selain bersama bandnya, Lalas telah merilis tiga album solo, yakni Ginger (1998), Far from Close (2008), dan Infinity Spaces (2014).

    "Saya tumbuh mendengarkan pemusik rock seperti Led Zeppelin, Van Halen, The Bee Gees dan yang lainnya. Saya tak suka musik hip-hop karena jarang memiliki melodi. Saya suka musik dengan melodi. Saya akan terus menulis dan merekam musik/lagu. Tak seperti sepakbola, musik bisa saya tekuni seumur hidup saya," ujar Lalas dikutip Beats & Rhymes FC.

    ***

    Alexi Lalas mungkin tidak meraih penghargaan individu bergengsi sepanjang karier sepakbolanya. Namun, kontribusinya dengan timnas Amerika Serikat di Piala Dunia 1994 membuat Lalas pantas mendapat pengakuan dari masyarakatnya sendiri.

    Bisa dibilang, janggut dan rambut uniknya turut berperan mengangkat namanya dan akan dikenang menjadi ciri khasnya oleh masyarakat Amerika Serikat, apalagi saat itu sepakbola belum seterkenal sekarang di Negeri Paman Sam tersebut.

    Selain sepakbola, hobinya membuat musik terbukti positif dan nama Lalas sudah dikenal sebagai salah satu pemusik ternama di Hollywood. Mungkin jika ia tak bermain sepakbola, rambut dan janggutnya akan menjadi ciri khas yang pas sebagai pemusik rock.

    (rin/rin)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game