Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Pandit

    Agen Super: Pini Zahavi (Bagian 1)

    Agen Pemain yang Menyelamatkan Klub Bangkrut Inggris

    Ardy Nurhadi Shufi - detikSport
    Jakarta -

    Dalam dunia agen pesepakbola, nama Jorge Mendes bisa disebut sebagai agen yang paling dikenal di muka bumi. Ia mendirikan agensi pemain bernama Gestifute dengan klien sekaliber Cristiano Ronaldo, James Rodriguez, Angel Di Maria, Radamel Falcao, Diego Costa, Thiago Silva, dan masih banyak lagi.

    Tapi sebenarnya, orang yang pertama kali melakukan broker atau perantara pemain bukanlah Mendes, melainkan Pinhas “Pini” Zahavi. Zahavi bahkan dianggap sebagai agen pemain pertama di dunia. Pria berkebangsaan Israel ini pertama kali terlibat dalam sebuah transfer pemain dengan klub pada 1979, sementara Mendes baru pada 1996.

    Hingga saat ini, Zahavi masih berprofesi sebagai agen pemain. Meski kurang dikenal, tapi pria kelahiran 1955 ini berperan aktif dalam sejumlah transfer nama-nama besar di sepakbola. Lebih dari itu, lewat kejeniusannya dalam bernegosiasi, bisa dibilang ia merupakan agen paling berpengaruh dalam dunia sepakbola, khususnya bagi sepakbola Inggris.

    Liga Inggris Sebagai Batu Loncatan

    Pini Zahavi awalnya merupakan jurnalis Yedioth Ahronot, sebuah media yang berbasis di Israel. Ia kemudian dikirim untuk meliput Piala Dunia 1974 di Jerman Barat. Sebagai oportunis, ia berusaha mengenalkan diri pada tiap orang penting di bidang apapun untuk menambah relasi dan koneksinya. Pada Piala Dunia tersebut, ia bertemu dengan Graeme Souness, Terry Venables, Kenny Dalglish, dan Ron Atkinson, serta sejumlah pemain dan manajer yang merumput di Inggris.

    Selain mencintai sepakbola, Zahavi pun ingin menikmati uang dari sepakbola. Ia pun mengumpulkan para pemain yang hendak diorbitkannya. Tiap empat minggu sekali, ia terbang ke Inggris untuk mempromosikan para pemain dan menjalin relasi dengan orang-orang penting di Inggris.

    Pada suatu ketika, ia tertahan di Bandara Heathrow, London, karena cuaca buruk. Zahavi beruntung karena ia bertemu dengan sekretaris Liverpool FC kala itu, Peter Robinson. Dengan instingnya, Zahavi pun mendekati Peter sembari menawarkan salah seorang pemainnya, "Bagaimana jika Anda melihat kemampuan seorang pemain bagus asal Israel bernama Avi Cohen?"

    Meski meragukan, tapi Liverpool benar-benar mengirim pemandu bakatnya, Tom Saunders, untuk melihat bakat Cohen secara langsung. Laporan Saunders pun membuat manajer Liverpool saat itu, Bob Paisley, tertarik memboyong Cohen. Biaya 200 ribu poundsterling pun menjadi nilai transfer yang dikeluarkan Liverpool untuk mengangkut Cohen dari Maccabi Tel Aviv.

    Setelah keberhasilan transfer pertamanya tersebut, Zahavi tak lantas menahbiskan dirinya sebagai agen pemain. Ia masih sibuk dengan pekerjaannya sebagai jurnalis di Yedioth. Hingga pada 1990, atau 11 tahun setelah transfer Cohen, ia mendatangi Kenny Dalglish, manajer Liverpool saat itu, untuk menawarkan salah satu pemainnya yang berposisi sebagai penyerang, Ronnie Rosenthal. Kedekatan Zahavi dan Dalglish pun membuat Rosenthal hijrah ke Liverpool meski namanya kemudian kurang bersinar.

    Melihat peluangnya semakin besar dalam dunia agen pemain, ia pun kemudian mencari pemain berbakat lainnya. Tak hanya di Israel, ia pun menjelajahi Eropa, hingga Amerika Selatan untuk mendapatkan klien. Mantan bintang timnas Chile, Marcelo Salas, adalah salah satu di antaranya yang ia tawarkan pula Manchester United.

    Petualangannya di Inggris saat itu justru berujung di Southampton. Eyal Berkovic, yang sebelumnya dipinjamkan Maccabi Haifa ke Soton yang ditangani oleh Graeme Souness, pindah ke West Ham United pada awal musim 1997-1998. Di sinilah ia bertemu dengan salah seorang talenta muda berbakat asal Inggris, Rio Ferdinand, yang semakin meroketkan namanya.

    "Ketika saya melihatnya [Zahavi] saya langsung tahu bahwa ia merupakan yang terbaik di bidangnya [agen pemain]," ujar Ferdinand seperti yang ditulis The Guardian.

    Kegagalan menjual Salas ke MU tetap memberikan keuntungan bagi Zahavi. Ia mulai memiliki hubungan dekat dengan petinggi-petinggi MU. Hal ini pula yang akhirnya merealisasikan kepindahan Ferdinand dari West Ham ke Leeds United, lalu ke Manchester United, di mana Ferdinand pernah menjadi pemain dengan gaji termahal United.

    Saat Ferdinand dibeli Leeds, nilai transfernya mencapai 18 juta poundsterling pada 2000. Sementara saat dilego ke MU, nilai transfernya mencapai 30 jutapoundsterling, yang menjadikannya saat itu sebagai bek termahal dunia. Dari transfer ini, Zahavi mendapatkan komisi lebih dari 1 jutapoundsterling.

    Keberhasilan Zahavi menawarkan pemain berbakat seperti Ferdinand pada MU membuatnya dijadikan sebagai transfer guru oleh manajer MU, Sir Alex Ferguson. Kepindahan Jaap Stam dan Juan Sebastian Veron dari Lazio ke MU pada 2001 disinyalir merupakan buah dari kedekatan antara Ferguson, Zahavi, dan pelatih Lazio saat itu, Sven-Goran Eriksson. Selidik punya selidik, Eriksson merupakan kerabat dekat Zahavi di mana keduanya pernah bertemu saat pelatih asal Swedia tersebut menangani kesebelasan muda Benfica.

    Penyelemat Klub Bangkrut

    Zahavi terbukti berhasil memanfaatkan hubungan dekatnya dengan pihak-pihak penting di sepakbola dengan beberapa transfer yang dilakukan MU bersama Ferguson. Tapi itu hanya sebagian kecil dari keberhasilannya.

    Pada tahun 2003 ia melakukan sesuatu hal yang lebih besar. Kali ini ia tak hanya berhasil membuat karier seorang pemain lebih baik, akan tetapi sebuah klub. Berkat kedekatannya dengan berbagai pihak, ia berhasil menyelamatkan sebuah kesebelasan yang saat itu nyaris bangkrut: Chelsea.

    Menurut Guardian, hubungan Zahavi dan pemilik Chelsea saat ini, Roman Abramovich, terjalin sejak 2001. Keduanya bertemu di Moskow, di mana saat itu Zahavi dikenalkan pada Abramovich oleh salah satu temannya. Hubungannya semakin intens setelah keduanya bertemu pada pertandingan final Liga Champions antara MU melawan Real Madrid pada April 2003, dua bulan sebelum Abramovich mengakuisisi Chelsea.

    Awalnya, Abramovich memiliki rencana untuk mengakuisisi Manchester United atau Tottenham Hotspur, bukan Chelsea. Namun di sinilah Zahavi memainkan perannya sehingga akhirnya Abramovich memilih untuk membeli Chelsea, yang kemudian disulapnya menjadi salah satu kesebelasan kuat di Eropa.

    Dibelinya Chelsea oleh Abramovich memang terjadi atas saran Zahavi. Zahavi saat itu mengetahui bahwa Chelsea sedang dirundung utang yang nyaris membuat kesebelasan asal London tersebut bangkrut. Setelah berhasil meyakinkan Abramovich bahwa Chelsea adalah pilihan yang tepat, Zahavi melakukan pendekatan pada para petinggi Chelsea, khususnya sang pemilik klub (sebelum Abramovich), Ken Bates.

    "Saya bangun setiap hari sambil memanjatkan puji syukur pada Tuhan dan juga berterima kasih pada Pini Zahavi yang menyelamatkan saya dan Chelsea dari kebangkrutan," ujar Ken Bates yang ditulis Daily Mirror pada 2004. "Saya lantas memberi 19 juta poundstering ‘di sakunya’."



    Selain Chelsea, Zahavi pun menjadi penyelamat kesebelasan Inggris lainnya dari kebangkrutan: Portsmouth. Pada Januari 2006, Zahavi adalah orang yang mengenalkan Alexandre Gaydamak dengan pemilik Portsmouth yang diambang kebangkrutan, Milan Mandaric.

    Alexandre adalah putra dari Arkadi Gaydamak, seorang pengusaha dan politikus Ukraina berdarah Israel. Arkadi sendiri merupakan pemilik kesebelasan asal Israel, Beitar Jerusalem. Selain itu, perusahaan yang dimiliki Arkadi pun berbasis di Israel. Dari sinilah langkah Alexandre mengakuisisi Portsmouth dimudahkan Zahavi yang merupakan rekan sang ayah.

    Di bawah kepemimpinan Alexandre, pelatih Harry Redknapp yang mengantarkan Portsmouth promosi ke Liga Primer Inggris pada 2003, ditunjuk kembali menjadi manajer The Pompey. Berkat tangan dingin Harry Redknapp pula Portsmouth mencatatkan sejarah menjuarai Piala FA untuk pertama kalinya pada 2008.

    Namun pada musim berikutnya, Alexander membatasi aktivitas transfer Portsmouth yang membuat Redknapp mengundurkan diri beberapa bulan setelah musim 2008/2009 dimulai. Keuntungan yang diraih Portsmouth saat menjuarai Piala FA pun disinyalir untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan Alexander.

    Hal inilah yang kemudian membuat pengusaha asal Uni Emirat Arab, Sulaiman Al Fahim, membeli sebagian saham Portsmouth.Sejak saat itu kekacauan terjadi dalam tubuh Portsmouth yang membuat mereka harus terdegradasi bahkan kini bermain di League two.

    [Bersambung]


    =====

    * Penulis adalah aanggota redaksi @PanditFootball dengan akun twitter: @ardynshufi

    (a2s/din)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game