Pulang-Pergi Middlesbrough untuk Promosi dan Degradasi

Tiga musim berselang, ketika berada di bawah arahan pelatih Bryan Robson, yang merupakan legenda Manchester United, Middlesbrough berhasil kembali ke divisi teratas usai menjadi juara di Divisi Championship (Divisi Satu ketika itu). Untuk memperkuat komposisi pemain, mereka bahkan berani mengucurkan dana sebesar 4,75 juta pounds untuk mendatangkan Juninho Paulista dari Sao Paulo.
Pembelian tersebut terbukti efektif saat Middlesbrough berhasil bertahan di Liga Primer. Namun, setahun berselang mereka harus rela terbuang ke Divisi Championship meski telah menggunakan jasa Fabrizio Ravanelli yang direkrut dari Juventus.
Performa penyerang yang identik dengan rambut putihnya tersebut sebenarnya tidak mengecewakan. Ia berhasil mencetak hattrick di laga debutnya saat berhadapan dengan Liverpool. Jumlah 31 gol yang telah dilesakkannya di semua ajang menunjukkan kualitasnya di perantauan pertamanya di Inggris, meski belum mampu menghindarkan The Boro dari zona degradasi.
Kebiasaan mondar-mandir di kedua level tersebut menjadikan Middlesbrough bukan sebagai kesebelasan yang diperhitungkan. Akan tetapi, pada musim 1998/1999, mereka mulai menunjukan konsistensi untuk bertahan di Liga Primer.
Nama-nama seperti Paul Ince, Ugo Ehiogu, Gaizka Mendieta, Michael Reiziger, Christian Ziege, Christian Karembeu, Alen Boksic, George Boateng, dan Massimo Maccarone, adalah deretan para pemain bintang yang pernah berseragam dengan lambang singa terbakar tersebut.
Puncak kesuksesan Middlesbrough adalah ketika berhasil menjuarai Piala Liga pada musim 2003/2004. Di laga final mereka berhasil mengalahkan Bolton Wanderers dengan skor tipis 2-1. Lebih hebatnya lagi dua musim sesudahnya mereka berhasil melangkah hingga partai final Piala UEFA, sebelum akhirnya ditekuk oleh Sevilla yang menjadi juara pada saat itu.
Namun, kebersamaan mereka di Liga Primer harus diakhiri pada musim 2008/2009. Ironisnya kejadian tersebut terjadi ketika Middlesbrough diarsiteki oleh Gareth Southgate, yang merupakan legenda dan mantan kapten dari kesebelasan yang bermarkas di Riverside Stadium tersebut.
Meski sempat mendapatkan gelar manajer terbaik di bulan Agustus namun Southgate harus menerima kenyataan pahit ketika hanya finis di posisi ke-19 di akhir musim dan terdegradasi ke Divisi Championship setelah 11 musim berkompetisi di Liga Primer.
![]() |
Melanjutkan Rekor Bertahan di Liga Primer
The Boro berhasil meraih tiket otomatis untuk promosi ke Liga Primer setelah berhasil menempati posisi runner-up di bawah Burnley. Walau hanya mencetak 63 gol dalam 46 laga, dan merupakan jumlah paling sedikit dibandingkan enam kesebelasan peringkat teratas, lini pertahanan mereka merupakan yang terbaik di Divisi Championship, setelah hanya kebobolan sebanyak 31 kali.
Sinergi Daniel Ayala yang mengisi pos bek tengah dengan penjaga gawang mereka, Dimitrios Konstantopoulos, menjadi perpaduan yang pas dalam menjaga jantung pertahanan Middlesbrough. Bahkan kiper veteran asal Yunani tersebut sukses mencatatkan rekor cemerlang dengan 21 kali clean sheet. Torehan tersebut merupakan jumlah terbanyak dibanding penjaga gawang kesebelasan lainnya.
Selain itu Stewart Downing, yang telah melanglang buana di beberapa klub Liga Primer, menjadi salah satu andalan Karanka. Pemain yang pernah berseragam Sunderland, Aston Villa, Liverpool, dan West Ham, tersebut kerap mengisi pos sayap kiri.
Di sektor gelandang, Adam Clayton mencuat sebagai figur penting. Berperan sebagai double pivot bersama Grant Leadbitter, pemain yang menempuh akademi di Manchester City itu menjadi pemain yang terbanyak yang melakukan umpan yakni dengan jumlah sebesar 2.171 kali dengan akurasi sebesar 86%.
Sementara itu, Jordan Rhodes menjadi ujung tombak dengan enam gol dari 16 laga yang dilakoninya. Sebelumnya pemain berusia 26 tahun tersebut telah mencetak 10 gol ketika masih membela Blackburn Rovers hingga pertengahan musim. Meski dinilai kurang produktif dibanding ketika membela tim lamanya, namun Rhodes berhasil mencetak empat gol penting dalam lima laga terakhir Middlesbrough.
Bersinarnya Middlesbrough juga tak terlepas dari kontribusi sang arsitek, Aitor Karanka. Pelatih berusia 42 tahun tersebut menempuh ilmu kepelatihan bersama Jose Mourinho ketika ia menangani Real Madrid pada 2010. Kala itu Karanka menjabat sebagai asisten pelatih berjuluk The Special One tersebut. Sebelumnya ia juga telah melatih Spanyol U-16 setelah memutuskan untuk pensiun sebagai pemain pada 2006 di Colorado Rapids yang berkompetisi di Major League Soccer.
![]() |
Menariknya, Karanka yang sempat berkeinginan untuk bermain di Liga Inggris itu pernah hampir berseragam The Boro, tepatnya semasa era pelatih Steve McClaren pada 2005 silam. Akan tetapi hal tersebut tak terealisasi akibat keterbatasan waktu transfer serta terjadi masalah dalam mengkonversi euro ke dalam pounds yang membuat Karanka tetap bertahan di Athletic Bilbao.
Penunjukan Karanka sebagai pelatih klub sedikit mengejutkan. Pasalnya Karanka merupakan pelatih non-Brtiania Raya pertama Middlesbrough. Dalam sejarah klub, mereka selalu memakai jasa pelatih yang berasal dari Inggris dan Skotlandia.
Karanka mulai memimpin skuat Middlesbrough sebagai pelatih pengganti di musim 2013/2014. Ia berhasil mengakhiri musim itu di urutan 12 setelah mengalami awal yang buruk di tangan Tony Mowbray. Perlahan tapi pasti, klub pun menunjukkan grafik peningkatan di bawah arahannya.
Semusim berselang, ia mampu memberikan asa kepada publik Riverside dengan menembus posisi empat besar dan meraih tiket play-off ke Liga Primer. Akan tetapi mereka harus mengubur impian tersebut setelah dikandaskan oleh Norwich City di babak penentuan.
Karier Karanka selama membesut Middlesbrough tidak selamanya mulus. Ia sempat diberitakan akan hengkang dari tim tersebut setelah meninggalkan markas latihan dengan tiba-tiba. Isu tersebut semakin santer terdengar setelah ia absen untuk memimpin tim asuhannya kala berhadapan dengan Charlton Athletic.
Pada laga yang dihelat di The Valley tersebut mereka, dipimpin oleh Steve Agnew yang menjabat sebagai asisten pelatih. Akan tetapi Karanka tetaplah merupakan sosok vital yang tak tergantikan. Tanpa kehadirannya kala itu, Gaston Ramirez dan rekan-rekan harus takluk 0-2 dari Charlton.
Tak lama kemudian ia memutuskan untuk kembali memimpin tim dan berhasil menunaikan tugasnya dengan baik. Ia sukses mengakhiri 10 laga terakhir tanpa kekalahan, dengan tujuh kemenangan dan tiga kali imbang. Hasil tersebut membuat mereka mengantongi 89 poin, selisih empat angka dari Burnley yang menempati peringkat pertama.
Kini pelatih berkebangsaan Spanyol tersebut dapat tersenyum setelah membawa The Boro ke Liga Primer. Perlahan namun pasti ia berhasil menjadi salah satu aktor di balik kesuksesan mereka untuk kembali ke Liga Primer.
Liga Primer boleh kehilangan Aston Villa dan Newcastle United yang sarat akan sejarah dan prestasi, akan tetapi jangan khawatir, Middlesbrough akan kembali untuk ke habitat mereka dan bersiap untuk mengenang kembali memori di masa lalu.
====
*penulis juga biasa menulis untuk situs @panditfootball, beredar di dunia maya dengan akun @@pashabilli.
(roz/a2s)