Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Pandit

    RB Leipzig dan Sepakbola Jerman Timur yang Kembali Menggeliat

    Sandy Firdaus - detikSport
    Foto: Twitter Die Roten Bullen Foto: Twitter Die Roten Bullen
    Jakarta - Ada suasana tegang pada November 1989 saat Tembok Berlin diruntuhkan. Banyak yang bilang kalau tembok itu adalah simbol anti-fasis, simbol anti-Nazi.

    Apapun alasannya, yang jelas Tembok Berlin membuat warga Jerman di sebelah timur menderita, bahkan mungkin hingga saat ini. Mereka terkesan tertinggal dari masyarakat Jerman Barat, salah satunya soal sepakbola.

    Pada 8 Mei 2016, ketegangan serupa terasa di Red Bull Arena. RB Leipzig (RasenBallsport Leipzig) yang berasal dari timur, bertemu dengan Karlsruher SC dalam pertandingan yang maha penting. Hanya kemenangan yang akan membawa mereka ke Bundesliga. Suporter RB Leipzig menilai bahwa pertandingan tersebut sama nilainya dengan runtuhnya Tembok Berlin.

    Suasana tegang di Red Bull Arena mulai mengendur setelah Leipzig mampu mencetak dua gol pada babak kedua melalui Emil Forsberg dan Martin Halstenberg. Hingga wasit dibunyikan wasit, Leipzig mampu memertahankan kedudukan dan berhasil promosi untuk pertama kalinya ke Bundesliga.

    Semua elemen dalam tim larut dalam kebahagiaan. Para pemain, manajemen, serta pelatih, turut bangga atas pencapaian yang diraih RB Leipzig dalam waktu yang begitu singkat. Semua berpesta, termasuk sang pelatih yang wara-wiri melatih sejumlah kesebelasan Bundesliga, Ralf Rangnick. Ia bahkan mendapatkan cedera hamstring setelah menghindari kejaran salah satu pemainnya, Davie Selke, yang akan menyiramkan bir kepada dirinya dalam pesta perayaan lolosnya RB Leipzig ke Bundesliga.

    Namun, Leipzig bukan hanya tentang RB Leipzig saja. Banyak hal yang terkait dengan kota yang terletak di timur Jerman ini, dan juga beberapa hal yang menyertainya yang dilabeli dengan sebuah frasa "kebangkitan sepakbola Jerman Timur" dan juga "runtuhnya Tembok Berlin untuk kedua kalinya".

    Segala Hal yang Serba Pertama di Jerman

    Jerman bagian barat dianggap lebih berprestasi contohnya dengan kesebelasan macam Bayern Munich, Borussia Dortmund, Schalke 04, Werder Bremen, VfL Wolfsburg, dan lain sebagainya. Padahal, fondasi sepakbola Jerman justru dibentuk dari wilayah Timur.

    Asosiasi Sepakbola Jerman, Deustche Fussball Bund (DFB), pertama kali didirikan di kota Leipzig pada 28 Januari 1900. Leipzig saat itu merupakan ibukota dari Jerman sebelum akhirnya Jerman terjun dalam Perang Dunia I.

    Kesebelasan yang pertama menjadi juara di tanah Jerman pun adalah VfB Leipzig, yang mengalahkan DFC Praha dengan skor 7-2 dalam pertandingan yang berlangsung di Altona pada 31 Mei 1903. VfB Leipzig akhirnya bubar pada 2004 setelah mengalami kebangkrutan.

    Pertandingan pertama yang menyedot massa paling banyak pun terjadi pertama kali di Leipzig, tepatnya dalam pertandingan antara timnas Jerman Timur melawan timnas Cekoslovakia yang dilangsungkan di Zentralstadion, Leipzig, pada 1957. Dalam pertandingan yang berakhir dengan kemenangan 4-1 Cekoslovakia tersebut, penonton yang hadir mencapai angka 110.000 orang, yang merupakan rekor penonton terbanyak di Jerman sampai saat ini.

    Saat orang-orang mengagung-agungkan kesebelasan dari Jerman Barat, mereka lupa bahwa sepakbola Jerman berawal dari wilayah Jerman Timur, dan kota Leipzig adalah saksi dari semua kejadian tersebut.


    Kota Leipzig (Wikipedia)

    Kebangkitan RB Leipzig, Kebangkitan Sepakbola Jerman Timur

    RB Leipzig dibentuk pada 19 Mei 2009 oleh minuman berenergi, Red Bull, lewat akuisisi kesebelasan divisi lima Liga Jerman, SSV Markranstädt. Promosinya RB Leipzig merupakan pertanda bangkitnya sepakbola Jerman Timur, yang semenjak masa reunifikasi Jerman pada 1990, tak pernah bisa berbicara banyak di tanah Jerman. Terlebih Energie Cottbus, kesebelasan Jerman timur lain, terdegradasi dari Bundesliga pada 2009.

    Prestasi kesebelasan-kesebelasan asal Jerman Timur tidak pernah mampu menyaingi prestasi kesebelasan asal Jerman Barat. Setelah unifikasi Liga Jerman Barat dan Liga Jerman Timur pada 1992, tak banyak kesebelasan asal Jerman Timur yang menghuni level kompetisi teratas Jerman (Bundesliga). Kebanyakan mereka hanya berkompetisi di Bundesliga 2 dan 3.

    Hal ini diakibatkan oleh gegar budaya saat kesebelasan Jerman Timur yang pada saat itu bersifat lebih sosialis, dipaksakan untuk menjadi klub yang kapitalis seperti halnya kesebelasan-kesebelasan Jerman Barat. Inilah yang membuat kesebelasan-kesebelasan Jerman Timur sulit untuk bersaing yang mengakibatkan mereka hanya berada di kompetisi level kedua dan ketiga Jerman.

    urang antara Wessis (ucapan slang orang-orang Jerman Timur kepada orang-orang Jerman Barat) dan Ossis (ucapan slang orang-orang Jerman Barat kepada orang-orang Jerman Timur) pun dari tahun ke tahun semakin menganga. Lihatlah bagaimana klub jaya asal Jerman Barat, Bayern Muenchen, menguasai tampuk kekuasaan Bundesliga selama bertahun-tahun.


    Lihat pula bagaimana kesebelasan lain asal Jerman Barat macam Schalke, Bayer Leverkusen, dan Borussia Dortmund, yang hilir mudik masuk Liga Champions Eropa. Maka makin mengangalah jurang antara Jerman Barat dan Jerman Timur.

    Di saat seperti inilah, Red Bull, sebuah perusahaan asal Austria masuk ke Jerman dan melihat ada potensi dalam kota Leipzig yang pernah menjadi salah satu kota terbesar di Jerman. Seperti halnya Volkswagen di kota Wolfsburg dan Bayer di kota Leverkusen, Red Bull pun melakukan akuisisi terhadap salah satu klub Leipzig, dengan membuat klub bernama RB Leipzig. Mereka menggunakan salah satu stadion peninggalan Piala Dunia 2006 bernama Zentralstadion (juga stadion peninggalan Vfb Leipzig) untuk dijadikan kandang.

    Tepat pada 2009, akhirnya angin perlahan mulai berpindah ke Jerman Timur, kembali ke kota tempat sepakbola Jerman pertama kali dibentuk, kota Leipzig. Berbagai rencana pun mulai dijalankan, mulai dari menguasai Bundesliga, mewakili Jerman di Eropa, dan meraih berbagai trofi mayor, sesuatu yang selama ini dianggap hanya menjadi target klub-klub Jerman Barat.

    Maka, dibangunlah fasilitas-fasilitas latihan yang memadai, pun akademi sepakbola disertai dengan pelatih-pelatih berpengalaman, termasuk nama Ralf Rangnick yang melatih tim utama, demi mewujudkan rencana jangka panjang dari RB Leipzig tersebut.

    Klub-Klub Jerman Barat yang Mulai Kebakaran Jenggot

    Dahulu kala, kapitalisme-lah yang menghancurkan persepakbolaan Jerman Timur. Sekarang, justru kapitalisme yang membangkitkan sepakbola Jerman Timur. Berbagai orang perlahan mulai mengejek RB Leipzig, sama halnya seperti ketika suporter-suporter Manchester United dan Liverpool mengejek Chelsea dan Manchester City sebagai klub "tanpa sejarah dan bermodalkan uang semata".

    Namun, suporter RB Leipzig sama sekali tidak peduli akan hal itu. Mereka tetap datang untuk mendukung RB Leipzig. Salah satu buktinya adalah hadirnya 40 ribu penonton yang merupakan tertinggi di Bundesliga 2 pada musim ini. Mereka tak peduli, sama seperti ketidakpedulian orang-orang akan kejatuhan sepakbola Jerman Timur dalam beberapa tahun ke belakang.

    Kritik pun terus berdatangan kepada RB Leipzig. Apalagi setelah klub ini dianggap melanggar aturan "50+1" yang merupakan aturan kepemilikan sebuah klub di Bundesliga. Dalam aturan "50+1", disebutkan bahwa tiap klub di Jerman setidaknya punya 50 plus 1 persen saham dipegang oleh klub itu sendiri. Aturan ini dikhususkan agar kepemilikan klub tidak jatuh ke tangan-tangan asing, seperti halnya yang terjadi di Liga Inggris. RB Leipzig dianggap sudah menyalahi aturan tersebut karena kepemilikan dari klub ini banyak dimiliki oleh para karyawan dari Red Bull sendiri (klub Leipzig dipegang oleh 11 orang yang semuanya adalah karyawan Red Bull).


    Namun, ada juga beberapa pihak yang menyatakan kalau apa yang dilakukan Leipzig ini tidak melanggar aturan "50+1". "RB sama sekali tidak merusak aturan '50+1', mereka hanya sedikit melebihkan aturan tersebut," ujar salah satu blogger yang menulis tentang RB Leipzig, Mathias Kiessling.

    Kiessling juga berujar bahwa justru ada beberapa klub yang sudah jelas-jelas merusak aturan "50+1" seperti VfL Wolfsburg ataupun Bayer Leverkusen yang dimiliki oleh perusahaan --masing-masing oleh Volkswagen dan Bayer. "Wolfsburg dan Leverkusen sudah terlebih dahulu merusak aturan tersebut, Kebangkitan RB Liepzig ini mungkin hanya salah satu dari ketakutan para Wessis terhadap kebangkitan Jerman Timur," ujarnya.

    Memang apa yang diujarkan oleh Kiessling tidaklah salah, melihat dalam beberapa tahun ini selalu klub asal Jerman Barat-lah yang muncul ke permukaan, meninggalkan klub-klub asal Jerman Timur yang masih berusaha untuk "berenang ke permukaan". Maka, saat melihat ada klub Jerman Timur yang mampu berenang ke permukaan, kebakaran jenggotlah mereka.

    Skenario yang Mungkin Terjadi bagi RB Leipzig

    Sebetulnya masih banyak skenario yang mungkin terjadi bagi RB Leipzig, belum lagi menilai transfer yang akan mereka lakukan pada musim panas jelang Bundesliga 2016/2017 dimulai. Bahkan, masih memungkinkan juga klub ini akan terdegradasi kembali ke Bundesliga 2 untuk musim selanjutnya.

    Namun, di tangan Ralf Rangnick yang sudah berpengalaman di Bundesliga, juga dengan pemain-pemain muda macam Davie Selke, Niklas Suele, Yussuf Poulsen, Ron Robert Zieler, setidaknya klub ini masih memiliki peluang untuk bertahan di Bundesliga musim depan. Semuanya tergantung kepada kecerdasan manajemen dan pelatih dalam melakukan transfer, dan juga cara Rangnick memaksimalkan kemampuan pemainnya.

    Namun, untuk sekarang, marilah kita ucapkan: Herzlich Willkommen in der Bundesliga, RB Leipzig!

    =====

    *penulis juga biasa menulis untuk situs @panditfootball, beredar di dunia maya dengan akun @sandi1750.

    (roz/krs)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game