Doha -
Piala Dunia 2022 di Qatar sudah resmi dimulai. Malam dingin menusuk Al Bayt, venue opening ceremony berlangsung.
"Malam di Arab, seperti siangnya," saya langsung teringat bunyi penggalan lirik soundtrack serial kartun Aladdin di televisi Indonesia pada era 1990-an. Gambaran lagu kenangan masa kecil itu rupanya kontras dengan suasana di Al Khor, Qatar, saat pembukaan Piala Dunia 2022.
Pagi sampai siang bisa mencapai 30 derajat celcius. Selepas pukul 15.00 waktu setempat, suhu mulai menurun drastis. Suhu terdingin bisa mencapai 18 derajat celcius, masih ditambah angin kencang!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Antusiasme pendukung sepakbola terlihat jelas beberapa jam menjelang pembukaan. Mereka berbaur, berfoto, berjoget dengan iringan DJ, juga ada yang membeli bekal untuk menonton duel Qatar vs Ekuador.
Semangat masih tergambar jelas pada raut wajah mereka. Antusiasme besar publik Qatar menyambut sejarah saya rasakan di ring stadion daerah paling utara di wilayah Qatar itu.
Pembukaan Piala Dunia 2022 yang Sederhana
Dengan segala kritik yang dilontarkan pihak luar, Qatar mampu membuat pembukaan yang menyentuh. Dikemas dengan rapi, sederhana, pembukaan Piala Dunia 2022 bisa mampu menarik perhatian.
Teatrikal Morgan Freeman dengan Ghanim Al Muftah yang paling monumental. Ditengah kritik mengenai diskriminasi pada LGBTQ+, negeri di Teluk Persia itu menjawabnya dengan ayat suci Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 13.
Lini masa pun membahas momen itu. Pesan perdamaian tersirat dalam pembukaan itu. Ada juga warganet yang menilai bahwa hal itu sebagai counter atas kampanye kesetaraan untuk kaum LGBTQ+.
Saya enggan untuk membahas mengenai silang pendapat itu. Tapi, Morgan dan Ghanim tampil menyentuh dengan performa mereka di Al-Bayt Stadium, Minggu (20/11/2022).
Performa personel BTS, Jungkook, yang paling ditunggu. Pria 25 tahun itu memukau menyanyikan lagu 'Dreamers' yang merupakan soundtrack Piala Dunia 2022.Jungkook menyihir seisi stadium.
Qatar Mejan, Jadi Bulan-bulanan
Performa Qatar pada pertandingan pertama benar-benar tak memenuhi ekspektasi publik tuan rumah. Sudah menjalani pemusatan lama di Spanyol, The Maroon gagal mengerahkan kemampuan terbaik saat melawan Ekuador.
Bahkan, gawang tim asuhan Felix Sanchez sudah kebobolan pada menit ketiga. Enner Valencia menjebol gawang Qatar meski akhirnya dianulir. Ada peran teknologi Semi-Automated offside dalam pembatalan gol Ekuador itu.
Setelah itu, saya melihat dari tribune Qatar tak bisa bangkit dan selalu tertekan. Hasilnya, Enner Valencia bisa mengemas brace untuk membawa Ekuador menang dua gol tanpa balas dari Qatar.
Qatar bahkan membuat penjaga gawang Ekuador, Hernan Galindez, ongkang-ongkang dengan 0 shot on target di sepanjang pertandingan.
Menurut pendapat saya, boleh jadi Qatar terganggu dengan 'keributan' di luar lapangan. Saat konferensi pers sebelum laga, ada tudingan usaha menyuap Ekuador dari pihak Qatar. Felix Sanchez menyebut bahwa tuduhan itu berbahaya.
Stadion yang Dingin
Saya menyebut ada dua makna dingin di Al Bayt Stadium saat Qatar tumbang dari Ekuador. Dingin suhu di sana, dan dinginnya para pendukung tim tuan rumah saat menonton laga.
Bagi orang yang tinggal di Qatar, AC itu sangat krusial utamanya saat siang hari. Cuaca terik di luar harus distabilkan dengan pendingin ruangan agar kita tidak kegerahan.
Oleh karena itu, Qatar pun menambahkan AC di stadion-stadion Piala Dunia. Dalam pandangan mata saya, ada banyak blower besar yang disematkan di sekeliling atas stadion Al Bayt, rasanya seperti masuk mall.
Dengan penonton yang hadir di Stadion sekitar 60 ribu orang, tak ada rasa panas. Bahkan, penonton harus membawa jaket berjaga-jaga kalau malah kedinginan.
Sementara itu, atmosfer pertandingan malah kurang meriah menurut pendapat saya. Pendukung Ekuador yang kalah jumlah, bahkan lebih berisik dibandingkan dengan suporter tuan rumah.
Pendukung tuan rumah terdiam pada menit ke-16, Enner Valencia mencetak gol lewat titik putih. Suporter Ekuador kembali berteriak kencang, Enner Valencia mencetak gol keduanya pada menit ke-31. Dia pun mencetak sejarah dengan sudah membobol gawang lima kali di Piala Dunia.
Saya melihat tak ada reaksi yang berlebihan dari para pendukung Qatar. Mereka tetap datar, kendati timnya mendapat jalan terjal untuk memenangi pertandingan.
Tak ada ekspresi kekecewaan. Bahkan, dari seisi stadion, cuma dari susu utara atau kalau bahasa kerennya curva nord yang berisik. Sementara di sisi stadion lain, mereka seakan sedang menonton pertandingan tenis.
Usai babak pertama, Curva Nord tinggal setengah dalam pengamatan saya. Sementara saat menit ke-75, setengah kursi stadion sudah tampak sepi. Atmosfer pertandingan cukup dingin, berbanding 18 derajat kalau kita melihat Timnas Indonesia bermain, stadion penuh sesak.
Tekanan memang menjadi alasan utama Qatar gagal tampil bagus. Hal itu diungkapkan Felix Sanchez. "Kegugupan kami mengkhianati kami. Kami tak bisa melakukan umpan. Juga, ada banyak jarak pertahanan. Tim tak seimbang dan itu sangat melukai kami," kata dia mengenai kekalahan Qatar semalam.