Pratinjau Real Madrid 2016/2017
Kunci Sukses Real Madrid adalah Gelandang Bertahan

Saat itu Real Madrid memainkan skema 4-3-3 sepanjang pertandingan, dengan gelandang yang dinamis diplot kepada Mateo Kovacic dan Toni Kroos (kemudian babak kedua adalah Isco), serta Casemiro yang menjadi gelandang bertahan.
Tapi formasi ini banyak berubah. Pada saat melawan Sevilla di Piala Super Eropa misalnya, Real Madrid terlihat beberapa kali bertahan dengan 4-5-1 yang tidak melebar, untuk kemudian melakukan serangan balik ketika mendapatkan kesempatan. Mereka juga melakukan pressing yang lebih terukur ketika Alvaro Morata beberapa kali terlihat menekan bek tengah.
Zinedine Zidane sebenarnya tidak perlu terlalu khawatir dengan skuat Real Madrid saat ini. Tidak dipungkiri lagi bahwa mereka adalah salah satu kesebelasan yang paling berpeluang menjadi juara La Liga Spanyol bersama dengan FC Barcelona dan tetangganya, Atletico Madrid.
[Baca juga: Efektivitas Skuat Atletico Madrid Masih Harus Disempurnakan]
Tapi itu di La Liga, berbeda nantinya jika di Copa del Rey, Piala Dunia Antarklub, dan Liga Champions di mana sebuah kesalahan kecil bisa memengaruhi bukan hanya hasil pertandingan, tetapi juga hasil kompetisi.
Kesebelasan dengan Penyerangan Terbaik di Bumi
Saat ini sektor penyerangan bukan menjadi masalah ketika Madrid memiliki Karim Benzema, Gareth Bale, Cristiano Ronaldo (ketiganya biasa disebut 'trio BBC'), Alvaro Morata, Lucas Vázquez, dan Marco Asensio yang sangat menjanjikan.
Namun, masalah sesungguhnya bagi Madrid ada pada cara mereka bertahan. Semua pemain depan yang disebutkan di atas bisa dikatakan sebagai pemain yang tidak efektif ketika bertahan.
Hal ini bisa terlupakan karena penyerangan Madrid yang komplet di mana Modric dan Kroos bisa membantu mengalirkan bola maupun langsung mengancam gawang lawan, sementara kedua bek sayap mereka, biasanya Marcelo dan Dani Carvajal, menciptakan penyerangan yang lebih lebar dengan melakukan overlap.
Kapten Sergio Ramos pun tidak ragu untuk berkali-kali membantu timnya ketika menyerang. Tidak heran Ramos menjadi salah satu bek tengah yang paling produktif dengan 59 gol yang sudah ia cetak sejak 2005 bersama Madrid di berbagai ajang.
Semua hal di atas yang membuat kita semua melupakan pertahanan. Madrid biasanya tidak terlalu kerepotan karena mereka begitu mendominasi permainan (kecuali saat menghadapi Barcelona). Sehingga taktik ketika bertahan harus mulai dipikirkan secara matang oleh Zidane.
Peran Kunci Casemiro
Sebenarnya ada satu kata, atau tepatnya satu pemain, yang benar-benar merefleksikan pertahanan Real Madrid. Pemain tersebut adalah Casemiro.
Pemain asal Brasil ini ditugaskan oleh Zidane untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh, umumnya, para gelandang Real Madrid yang hobi "bertualang" ke depan. Kenyataan bahwa Real masih juga belum membeli gelandang bertahan yang baru, baik dengan maksud menjadi pemain inti atau menyediakan kompetisi untuk Casemiro, adalah sebuah keheranan.
Zidane pasti akan sangat kerepotan jika Casemiro cedera, terkena akumulasi, atau berhasil dimatikan oleh lawan. Sebagai manajer yang juga mantan pemain kelas dunia, Zidane pasti sudah sadar akan hal ini.
Jika kita lihat lagi, Kroos bisa saja memainkan peran sebagai gelandang bertahan. Namun ia lebih condong kepada deep-lying playmaker alih-alih ball-winning midfielder seperti Casemiro. Dengan kecondongan ini, Kroos bisa dengan mudahnya dieksploitasi oleh kecepatan dan fisik lawan.
![]() |
Sedangkan kecepatan dan fisik adaah kekuatan utama Casemiro. Begitu juga dengan pemahamannya akan ruang, yang menjadikan Casemiro sebagai perisai sempurna untuk back four Real Madrid.
Selain Kroos, ada Kovacic dan Ramos yang juga bisa bermain sebagai gelandang bertahan. Tapi keduanya lebih teknis alih-alih fisikal. Sehingga satu kesimpulan yang bisa kita ambil adalah, jangan sampai Casemiro terus diekspoitasi, Real Madrid butuh gelandang bertahan yang baru.
Meskipun demikian, Casemiro yang musim lalu mencatatkan 37 sapuan dan 45 intersepsi, juga harus terus meningkatkan permainannya. Sorotan utamanya adalah operannya yang dinilai belum selevel dengan operan para pemain Real Madrid lainnya.
Menekan Sebagai Sebuah Unit
Bukan Zidane namanya kalau tidak jenius. Ia sadar akan hal di atas, tapi entah apa yang terjadi di jajaran direksi (mungkin) sehingga Los Blancos belum mendatangkan gelandang bertahan yang baru. Bahkan gosip saja tidak ada.
Ia mencoba mengakali agar tidak mengeksploitasi Casemiro dengan permainan menekan. Konsep menekannya sebenarnya mirip dengan Pep Guardiola dan Juergen Klopp, yaitu melibatkan pemain-pemain terdekat kepada lawan untuk menekan dengan konstan, sehingga lawan pun akan panik dan kemungkinan besar akan kehilangan penguasaan bola.
Berusaha mendapatkan kembali penguasaan bola secepat mungkin adalah tujuan utama dari pressing Zidane ini. Tapi skema ini belum terlihat efektif dan malahan terlihat sporadis.
![]() |
Timing Morata dalam melakukan tekanan beberapa kali tidak tepat. Ia bukan hanya mengejutkan lawannya ketika melakukan pressing, tetapi juga mengejutkan rekannya. Pressing akan memiliki dampak ketika ada sinkronisasi. Pemain yang menekan dengan asal-asalan akan dengan mudah diantisipasi lawan dengan mengoper bola di sekelilingnya, seperti main 'kucing-kucingan.'
Penting juga untuk melibatkan 'trio BBC' untuk berpartisipasi saat skema pressing. Pemain seperti Morata, Asensio, atau Vazquez mungkin akan mudah diinstruksikan untuk melakukan tekanan. Tapi pemain seperti Ronaldo atau Bale mungkin akan sedikit bebal.
Dari hal di atas, menekan sebagai sebuah unit memang bisa menjadi jalan keluar bagi Zidane. Namun, akan lebih mudah bagi Madrid untuk mendatangkan gelandang bertahan baru karena saat ini mereka hanya memiliki Casemiro.
Menjaga Kedalaman, Menjaga Kebahagiaan
Ketika Zidane diumumkan sebagai pengganti Rafael Benítez pada Januari 2016, sedikit yang memprediksi bahwa ia akan sukses dengan cepat, apalagi mebawa Real Madrid memenangkan Liga Champions (dan selanjutnya Piala Super Eropa).
Sejujurnya kesuksesan Zidane ini adalah buah dari Benítez. Sistem 4-3-3-nya (atau yang lebih sering Benítez sebutkan dengan 4-1-2-3) dengan Casemiro sebagai pelindung back four adalah pilihan utama Benítez saat ia menjabat sebagai manajer Real Madrid.
Namun status Zidane sebagai legenda Real Madrid pasti sudah membuatnya lebih mudah untuk memotivasi pemain-pemainnya, tidak seperti Benítez sebelumnya.
![]() Pandit Football |
Meskipun musim pertamanya bisa dibilang sukses, Zidane harus terus bisa membawa El Real selevel lebih tinggi. Kesuksesan jangka panjangnya di Santiago Bernabéu berarti akan ditentukan oleh kemampuannya untuk mengembangkan skema bertahan yang lebih efektif daripada yang selama ini.
Bukannya berarti pertahanan Madrid buruk, hanya mengkilapnya penyerangan Real memang terus membutakan kita akan pertahanan mereka yang sebenarnya bisa dieksploitasi melalui ketidakhadiran gelandang bertahan yang ciamik. Kita mungkin bisa melihat ini secara nyata hanya dua sampai empat kali selama setahun, yaitu ketika Madrid bertemu dengan Barcelona.
[Baca juga: Menuju Barcelona yang Lebih Sempurna]
Dari gambar 3 di atas, kita bisa melihat kedalaman skuat sebenarnya sudah komplet kecuali pada gelandang bertahan. Ini juga yang menjadi tantangan bagi Zidane untuk memilih antara Morata atau Benzema, atau bahkan memainkan keduanya dalam formasi 4-2-4 dengan Ronaldo dan Bale di sayap ―namun mengorbankan salah satu dari Casemiro, Kroos, atau Modric.
Apapun opsi yang Zidane pilih, seseorang memang harus kecewa. Tapi alangkah baiknya jika memang seseorang harus kecewa daripada para pendukung Real Madrid yang harus kecewa. Jadi, dua kata jika Real Madrid ingin sukses, dan dua kata tersebut bukan "Cristiano Ronaldo," melainkan "gelandang bertahan."
======
* Penulis biasa menulis soal sport science untuk situs @panditfootball, beredar di dunia maya dengan akun @dexglenniza (rin/rin)