Cerita Uston Nawawi, Tiga Kali Rasakan Kompetisi Dihentikan

Cerita Uston Nawawi, Tiga Kali Rasakan Kompetisi Dihentikan

Muhammad Robbani - Sepakbola
Rabu, 08 Apr 2020 15:22 WIB
Uston Nawawi
Cerita Uston Nawawi merasakan 3 kali penghentian kompetisi. (Foto: dok.Instagram @ustonnawawi9)
Jakarta -

Legenda hidup Persebaya Surabaya Uston Nawawi tiga kali merasakan kompetisi dihentikan. Dia pun mengisahkan pengalaman kurang enak itu.

Penghentian Liga Indonesia itu dirasakan Uston paa 1998, 2015, dan 2020. Di 1998 dan 2015, Uston masih menjadi pemain. Untuk yang teranyar ia sudah beralih profesi menjadi pelatih.

Kondisi itu membuatnya menjadi satu dari sedikit pelaku sepakbola nasional yang merasakan pahitnya kompetisi dihentikan sebanyak tiga kali. Baik itu sebagai pemain maupun pelatih.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia kini menjadi salah satu staf pelatih Persebaya yang dipimpin oleh Aji Santoso. Sebelumnya, eks pemain Timnas Indonesia itu menangani Persebaya U-20.

Pelatih berusia 41 tahun pun membagikan pengalamannya itu. Menurutnya, Liga Indonesia 1998 jadi pengalaman paling buruk.

ADVERTISEMENT

"Kalau menurut saya 1998 kondisinya lebih parah. Begitu ada kerusuhan langsung force majeure, semua langsung berhenti total," kata Uston Nawawi kepada detikSport.

"Jadi kompetisi libur selama satu tahun. Kalau ini (Shopee Liga 1 2020) kan sementara saja. Mudah-mudahan bisa lah kalau ini dilanjutkan," ujarnya.

Selain itu, Persebaya bisa dibilang jadi klub yang paling dirugikan dari dihentikannya Liga Indonesia 1997/98. Saat itu Bajul Ijo sedang memimpin klasemen Grup Barat.

Namun Uston sebagai pemain memahami kondisi itu. Maklum, kerusuhan terjadi dimana-mana imbas krisis moneter yang memunculkan ketidakstabilan ekonomi, sosial, dan keamanan di berbagai penjuru Tanah Air.

"Situasinya memang nggak kondusif, banyak kerusuhan itu, rawan, lebih rawan. Liga masih jalan sebelum dihentikan, tapi setelah kerusuhan ya nggak ada pertandingan lagi," tuturnya.

"Kami di atas (klasemen). Setelah itu kami masih stabil karena musim 1999 (Liga Indonesia 1998/99) masuk final tapi gak juara. Persebaya bagus, karena kedalaman skuadnya bagus," kata Uston lagi.

Sementara pada 2015, Uston sudah memasuki masa senja sebagai pemain profesional. Saat itu ia tercatat sebagai pemain Deltras Sidoarjo yang berkompetisi di Liga Nusantara.

Usianya sudah tak lagi muda saat itu di tengah konflik di antara para pemangku jabatan sepakbola nasional dengan pemerintah. Karena lelah dengan kondisi itu, Uston memilih pensiun dari lapangan hijau.

"Tahun 2015 saya pensiun, sebenarnya belum. Cuma karena kompetisi dilarang bergulir, akhirnya saya pensiun," tuturnya.

"Waktu itu saya di Deltras yang sedang melakukan persiapan menuju Liga 3. Saya memutuskan berhenti dan mengambil lisensi pelatih," ucapnya menutup cerita.

Nyatanya 2015 bukan pengalaman terakhir buatnya merasakan kompetisi dihentikan. Kali ini ia merasakan lagi meski sudah berganti peran di pinggir lapangan sebagai asisten pelatih Persebaya.


Hide Ads