Judas! Cap Pengkhianat yang Bisa Bikin Telinga Pesepakbola Panas

18 September 2011 mungkin menjadi hari tak terlupakan bagi Manuel Neuer. Sosok kiper, yang kala itu berusia 25 tahun, mesti kembali ke markas klub masa kecilnya, FC Schalke. Ia kini main bukan dengan seragam Schalke melainkan Bayern Munich.
"Judas! Judas! Judas!"
Hampir seluruh penonton yang berada di stadion meneriakkan "Judas" ketika Neuer bersama pemain Bayern lainnya tiba di lapangan. Saat Neuer menuju salah satu gawang untuk melakukan pemanasan, teriakan fans Schalke kian kencang. Mental manusia pada umumnya mungkin akan rontok seketika setelah mendengar teriakan membahana fans Schalke.
Mereka berupaya merobohkan performa Neuer lewat serangan verbal. Sudah tak terhitung fans The Royal Blues (julukan Schalke) yang mengacungkan jari tengah ke Neuer pada saat itu. Seakan kehadiran Neuer di sana merupakan dosa besar yang tak bisa diampuni.
Beberapa fans Schalke juga mengangkat poster-poster yang sudah dipersiapkan. Salah satu yang mencolok adalah gambar Neuer melakukan blow job kepada Uli Hoeness, Presiden Bayern Munich kala itu. Duh!
Poster bertuliskan Judas bertebaran seantreo VELTINS-Arena. Niat fans The Royal Blues untuk menggugurkan kepercayaan diri Neuer juga terlihat dari banyaknya banner yang ukurannya lebih jumbo dari banner iklan rokok, yakni:
"Khianati tempat asalmu untuk gelar dan emas. Bahkan Judas lebih memiliki kehormatan"
"Kami berduka atas hilangnya M. Neuer - antara 2005 & 2011 - dibangkitkan kembali sebagai boneka yang tidak berprinsip"
Tak mungkin fans Schalke menyiapkan "penyambutan" khusus untuk Neuer jika tanpa alasan. Neuer dicap sebenar-benarnya pengkhianat, alias Judas, setelah menolak perpanjangan kontrak yang diajukan Schalke untuk memilih berlabuh ke klub rival, Bayern.
![]() |
===
Roh Judas mungkin tak tenang di alam kubur sana. Meski semasa hidupnya olahraga sepakbola mungkin belum tercipta, tapi di era modern namanya terseret cukup jauh hingga ranah si kulit bundar.
Judas selalu disebut-sebut oleh suporter yang meluapkan amarah akan seorang pesepakbola. Tanpa ada pergelaran pemilu pun, poster dan banner dengan tulisan Judas bertebaran di dalam stadion jika 'si pengkhianat' datang.
Judas diambil dari nama Judas Iscariot. Menurut Tom Jacobs pada buku 'Paulus: Hidup, Karya, dan Teologinya', Judas merupakan salah satu murid Yesus. Judas disebut mengkhianati Yesus demi sejumlah uang. Pengkhianatan itu, tulis Jacobs, mengakibatkan Yesus ditangkap.
Dalam sepakbola, Judas berkonotasi negatif. Judas disejajarkan dengan para pemain yang dianggap berkhianat, ingkar, membelot, menyimpang, main serong, dan lain-lain. Bisa disimpulkan: pemain yang melukai hati dan harapan para fans.
Ketika pemain sudah kasih harapan ke fans tapi kemudian malah memilih pindah klub, label 'Judas' ini pun muncul. Memang sebagian besar per-Judas-an ini tercipta di dunia sepak bola karena kasus perpindahan pemain dari satu klub ke klub lain.
Saking populernya, nama Judas kerap dituliskan di jersey sepak bola menggantikan pemain yang dinilai berkhianat. Hal ini dialami Mario Goetze saat ia berlabuh dari Borussia Dortmund ke Bayern Munich pada 2013 lalu. Sampai-sampai adik Mario Goetze mesti pulang dari sekolah lebih cepat usai diteriaki oleh teman-temannya, "pengkhianat".
Sorakan 'Judas' mampu membuat pemain hampa dan kosong. Bagaikan pemain bersangkutan merupakan makhluk paling rendah kastanya di muka bumi. Seakan si pemain sama menjijikkannya dengan pejabat yang korupsi dana bantuan sosial di tengah kondisi serba sulit akibat pandemi Corona.
Teriakan 'Judas' ini pun sanggup membuat pemain hebat menjadi tak bernyali. Kegagahan seorang Luis Figo saja bisa ciut setelah ribuan kali pekikan 'Judas' membahana pada El Clasico tahun 2000 lalu.
Selain jeritan 'Judas', Figo juga menerima lemparan sejumlah benda tiap ia berada di dekat tribun penonton. Beberapa belah batu bata, rantai sepeda, koin, dan tiga ponsel bergelimpangan di lapangan. Figo memutuskan untuk tidak mengambil sepak pojok karena khawatir situasi tidak kondusif.
Laporan The Guardian menyebutkan Figo pada laga itu tidak terlihat sama sekali. Seolah-olah Real Madrid hanya bermain dengan 10 orang. Teori yang menyebutkan teriakan 'Judas' membuat nyali bergidik benar adanya.
![]() |
Suporter bisa sebegitu bencinya karena menganggap pemain seperti Figo, Gotze, dan Neuer itu bagian tetap dari klub (lamanya). Apalagi ketiganya sudah berbuat banyak bagi tim masing-masing. Dan apa yang diberikan itu tak bisa dilupakan.
Seperti sepasang kakasih, sang pemain maupun klub sudah memberikan segalanya. Ketika waktu pengkhianatan itu tiba, rasa sayang yang selalu terukir di hati berubah menjadi sebuah kejijikan alami. Bahkan kebencian itu juga disalurkan dalam chant. Seperti chant untuk Sol Campbell yang masih rutin digemakan oleh suporter Tottenham Hotspur dari generasi ke generasi.
Kadang, chant untuk pemain yang dianggap Judas itu bisa melebihi batas. Tak hanya urusan sepak bola, liriknya melebar jauh hingga menyinggung keluarga si pemain. Hal ini tentu tak bisa dibenarkan.
Sejumlah fans Arsenal yang tak terima dengan 'pengkhianatan' Emmanuel Adebayor menyanyikan chant sensitif untuk orang tuanya. Ibunya disebut pelacur dan bapaknya bekerja memandikan gajah.
Sontak, ketika Adebayor yang kala itu berseragam City mampu mencetak gol ke gawang Arsenal, ia tak bisa menahan emosinya. Pemain berpaspor Togo itu berlari mengitari lapangan dan selebrasi di depan tribun yang berisi ribuan fans Arsenal. Andai saja saat itu Arsenal Fan TV sudah eksis, mungkin kita akan disuguhkan tontonan menarik.
Untuk itu, diperlukan sikap dewasa bagi para fans sepak bola. Tak perlu merasa sakit hati dengan kepergian pemain. Toh kita sebetulnya tak tahu apa-apa dibalik saga transfer yang terjadi.
Yang kita tahu, pemain tergiur dengan segepok uang, uang, dan uang. Toh kalau pun alasan si pemain pindah karena uang, memangnya kenapa? Apa hak kita menghakimi pemain harus setia pada satu klub tanpa memikirkan keberlangsungan hidupnya dan keluarganya?
Sama halnya dengan para karyawan perusahaan bonafit di Jakarta Selatan yang memilih resign karena menerima tawaran perusahaan lain dengan alasan gaji. Apakah si karyawan itu bisa disebut Judas?
Toh bisa saja pemain memilih pindah karena ingin mendapatkan gelar di tim yang lebih baik.
Toh bisa saja karena keluarganya lebih nyaman tinggal di kota A.
Toh bisa saja karena tim B adalah klub favoritnya.
Dan masih banyak toh yang lainnya.
Maka sangat disarankan, yang dicintai suporter bola baiknya adalah klubnya. Jangan pemainnya. So, cintailah Barcelona-nya dan bukan karena Messi-nya. Sayangilah Juventus sekalipun tanpa Ronaldo. Dambakanlah Manchester City, bukan Sheikh Mansour-nya.
Para pemain juga mesti melihat situasi per-Judas-an ini secara luas. Demi kehidupan yang tentram dan nyawa (tentunya), pemain bola diharapkan tidak memberikan harapan yang terlalu dalam untuk para fans. Kasus Cesc Fabregas yang berjanji tidak akan pindah ke tim Liga Inggris lain selain Arsenal bisa menjadi contoh.
Mungkin cukup penjelasan Judas dari saya. Terlalu sedikit referensi mengenai Judas dalam sepakbola di Internet. Karena sewaktu saya mengetik di Google 'Siapa itu Judas?', jawabannya malah 'Do You Mean Manuel Neuer?'...
***
Isal Mawardi
Penikmat liga Inggris yang bisa disapa di Twitter dengan akun @isalomonkalou