Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Detik Insider

    Ray Clarke, 'Raja Inggris' di Ajax Amsterdam

    Randy Prasatya - detikSport
    Ray Clarke, pemain Inggris yang menjadi raja di Ajax Amsterdam. (Foto: dok. Twitter @falso9web) Ray Clarke, pemain Inggris yang menjadi raja di Ajax Amsterdam. (Foto: dok. Twitter @falso9web)
    Jakarta -

    Hanya ada satu pesepakbola asal Inggris yang berhasil merasakan main untuk Ajax Amsterdam. Namanya tak banyak dikenal, namun dia mampu menjadi raja di sana.

    Ajax hingga saat ini sudah berusia 120 tahun. Pada usia yang sudah lebih dari satu abad, mungkin bakal banyak yang mengira ada banyak pemain asal Inggris yang sudah pernah bermain untuk de Godenzonen.

    Faktanya tidak seperti itu. Dari penelusuran di berbagai situs data terkait klub dan pemain sepakbola, seperti Transfermarkt, cuma ada satu orang Inggris yang bermain untuk Ajax sampai detik ini. Adalah Ray Clarke.

    Clark lahir di London Utara pada 25 September 1952. Dia gabung ke tim muda Tottenham Hotspur pada 1969. Selama waktunya di White Hart Lane, dia mencetak 155 gol dalam 228 pertandingan di tingkat tim muda dan reserves.

    Terlepas dari rekor mencetak golnya yang produktif, Clarke merasa sulit untuk masuk ke tim utama Tottenham, yang pada saat itu di posisi striker ada nama-nama seperti Martin Chivers dan Alan Gilzean. Pada akhirnya dia hanya membuat satu penampilan senior, sebagai pemain pengganti, sebelum pindah ke Swindon Town pada tahun 1973.

    Setelah satu tahun di Swindon, Clarke pindah ke Mansfield Town pada tahun 1974. Dia membantu klub itu meraih gelar divisi empat di musim pertamanya, mencetak 30 gol dalam prosesnya. Setelah satu musim lagi di Mansfield, dia mengajukan permintaan transfer dan di sinilah episode Belanda dari ceritanya dimulai.

    Sparta Rotterdam mengajukan tawaran untuk Clarke pada 1976, yang tak bisa ditolak Mansfield. Pada awalnya Clarke kesulitan beradaptasi dengan gaya sepakbola yang berbeda. Namun dia tidak menyerah dan selama waktunya di Rotterdam mencetak 35 gol dalam 65 pertandingan. Rekor skor inilah yang membuat Ajax merekrut Clarke pada Juli 1978.

    Artinya, butuh enam tahun untuk Clarke bisa bermain di klub besar. Ajax pada saat itu adalah penyandang 17 gelar Eredivisie, tujuh Piala Liga Belanda, dan peraih empat trofi Liga Champions.

    "Saya menandatangani satu juta gulden pada waktu itu. Tapi saya menemukan klub dalam masa transisi," kata Clark kepada The Sun.

    Pada masa pelatihan yang sangat teknis dan menuntut, Clarke mendapat bantuan dari Cees Koppelaar selaku mantan pelari Belanda sekaligus pelatih atlet Olimpiade. Clarke tidak hanya diajari cara berlari dengan benar, tetapi juga cara menggunakan program beban yang dimodifikasi untuk membangun daya ledaknya.

    Johan Cruyff Guru untuk Clarke

    Clarke juga mengaku mendapat ilmu dari Johan Cruyff secara langsung. Meski sudah tak bermain untuk Ajax pada saat itu, Cruyff masih sempat berlatih enam pekan bersama Ajax.

    Cruyff adalah putra mahkota untuk warga Amsterdam dan Ajax pada khususnya. Filosofi sepakbola Total Football lahir di era-nya dan Clarke datang di saat masa keemasan Ajax itu terkikis.

    "Cruyff berlatih bersama kami selama enam minggu. Dia berbicara kepada saya tentang gerakan, masuk ke posisi tertentu, melihat sesuatu sedikit lebih awal," kata Clarke.

    "Saya dulu sering berkeliling rumahnya. Masalahnya adalah, dia memiliki dua Dobermann dan saya harus menunggu sampai dia menyingkirkannya! Itu memberi saya kepercayaan diri yang luar biasa, lebih dari apapun."

    "Seseorang seperti dia, meluangkan waktu dan hal utamanya adalah dia membuat saya merasa diterima sebagai pemain Ajax," Clarke menegaskan.

    Rekor mencetak gol Clarke dalam satu musim itu cukup fenomenal. Di Eredivisie, dia membuat 31 penampilan dengan mencetak 26 gol. Di Piala Liga Belanda, dia memainkan 6 pertandingan dan 6 kali mencetak gol. Di Piala UEFA, dia memiliki rekor identik 6 gol dari 6 laga. Total dia mencetak 38 gol dalam 43 penampilan.

    Dua gelar akhirnya dirasakan Clarke bersama Belanda, yakni Eredivisie dan Piala Liga Belanda. Pencapaian itu sekaligus menjadi yang tertinggi untuk Clarke sepanjang karier sepakbolanya.

    Disayang F-Side, Tak Diinginkan Klub

    Sukses Ajax di musim itu tanpa sampanye di ruang ganti dan tanpa perayaan di Leidseplein. Bulan madu Clarke dengan Ajax pun cuma berjalan satu musim.

    Presiden yang baru terpilih, Tom Harmsen, menjadi aktor utama perusak pesta perayaan. Dia mencoba mencari alasan untuk menyatakan ketidakpuasan dari dua gelar yang sudah didapat. Alasannya utamanya disebut-sebut demi mendapatkan uang.

    Beberapa bulan setelah petinggi Ajax akhirnya setuju untuk menjual Clarke ke Club Brugge seharga 200.000 pound sterling. Pihak klub beralasan uang yang diterima dari penjualan Clarke akan digunakan untuk mendanai pembelian pemain baru.

    Johan Cruyff, yang mengetahui keputusan klub, mengkritik penjualan tersebut. Ajax sampai disebut seperti toko dalam menjalankan roda klub sepakbola.

    F-Side selaku kelompok besar suporter Ajax juga ikut marah atas keputusan klub. Spanduk besar lantas dibentangkan di tribune tempat F-Side biasa berada dan di jalan-jalan dengan tulisan seperti "Ray Clarke-King of Ajax" atau "Ray Must Stay."

    Pada akhirnya protes dan kritikan tak bisa mengubah keputusan petinggi jika menyangkut masalah uang. Maka Ray Clarke menyelesaikan dongeng di Amsterdam dan pergi ke Belgia.



    "Tampaknya ada protes dari suporter. Kemudian bertiga orang berkendara dari Amsterdam ke Bruges, mengetuk pintu saya dan berkata 'Bisakah kami datang untuk berbicara dengan Anda?'" ungkap Clarke.

    Clarke pada akhirnya tak mendapatkan kebahagiaan bersama Club Brugge. Kariernya di sana tak sampai satu musim hingga harus kembali ke Inggris karena sang istri didiagnosis memiliki masalah jantung. "Mereka membawa sekarung 400 surat bertuliskan; 'Mengapa Anda meninggalkan Ajax?' Saya kemudian mengatakan yang sebenarnya kepada mereka."

    "Jika saya jujur pada diri saya sendiri, itu benar-benar mengecewakan dan itu berdampak di Brugge."

    Clarke kemudian membela Brighton & Hove Albion setelah meninggalkan negara Belgia. Dia kemudian gantung sepatu pada 1981 setelah membela Newcastle United.

    Saat ini usai Clarke sudah 68 tahun dan dia memulai dunia baru yang jauh dari sepakbola. Dia menjalani bisnis pub dan hotel.

    Ajax sampai saat ini masih menjadi tim terkuat di Liga Belanda. Tim besutan Erik ten Hag itu memimpin klasemen Eredivisie 2020/2021 dengan 35 poin.

    Pada akhir pekan ini, Ajax bakal berhadapan dengan Feyenoord selaku musuh bebuyutan. Panasnya duel tersebut bisa ditonton melalui saluran di Mola TV.

    (ran/cas)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game